Jumat, 12 Maret 2021

PENGHILANGAN KATA DALAM KRITIK SASTRA INDONESIA (V)

Jawaban untuk bagian A. Pengantar esainya (makalahnya) Sofyan RH. Zaid
 
Nurel Javissyarqi
 
V
Perpindahan bahasa Melayu (Kuno) dengan aksara Pallawa, Kawi, Jawa, Arab (pegon), hingga beraksara Latin di dataran subur Nusantara, tak lebih melalui pelbagai kebijakan para penguasa pada masa-masanya, dibalik kesuntukan para pustakawan, kaum penerjemah, kalangan pujangga dlsb. Namun sayang, harta berlimpah kekayaan pengetahuan sebelumnya itu, banyak diboyong berupa cara upeti maupun paksa atas para penjajah ke negerinya, Belanda, Inggris, dan sangat mungkin sampai Italia. Serupa nasib tragis dialami batuan Candi Borobudur pindah ke negara tetangga. Kita melihat hal usulan kebijakan Gubernur Jenderal Hindia Belanda J.J. Rochussen, agar bahasa Melayu ditetapkan sebagai bahasa pengantar yang dipakai di kepulauan Nusantara, tentu mengekalkan akrasa Latin dengan kehendak kuat menggantikan dari aksara Pallawa, Kawi, Jawa hingga Arab, atau gagasan yang dimunculkan Rochussen kita rasai hingga sekarang, serupa pelajaran bahasa beraksara Jawa tak lagi populer, dan tulisan Arab pegon tinggal bernafas dalam pesantren-pesantren yang pamornya kian meredup.
 
Dan kebijakan itu dipertegas pandangan Van Ronkel: “Berbicara dalam bahasa Melayu merupakan hal biasa bagi kami… sayangnya orang Belanda yang dapat membaca (mengerti huruf Arab) masih sangat langka.” (Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya: Batas-batas Pembaratan. Penerbit Gramedia, 1996: 96, MSM: 21). Di tahun 1818 ditetapkan, bahwa salah satu tugas pemerintahan Hindia Belanda adalah: “Merencanakan langkah yang tepat untuk menyebarluaskan pengetahuan bahasa Melayu, Jawa dan bahasa-bahasa lainnya di antara penduduk bangsa Eropa.” Selepas pemerintahan peralihan Inggris, usaha penyebaran huruf Latin dalam bahasa Melayu diimpelementasikan di hampir semua peraturan yang dikeluarkan pemerintah. Tujuan lain usaha itu, selangkah pemutusan bahasa Melayu dari asosiasi pengaruh Islam yang terikat pemakaian huruf Arab.
***
 
Perpindahan (peralihan) huruf Pallawa ke Kawi tentu memiliki sejarah kebijakan tersendiri, dan pengalihan huruf Jawa ke Arab (pegon) juga bersimpan riwayatnya masing-masing. Dan bahasa Melayu berkembang di atas aksara-aksara tersebut ditimpai rupa pergeseran maknanya, ada yang mengalami penyempitan, perluasan pula mungkin penyilangan makna perkawinan arti atas kata-kata yang diemban bahasa Melayu di bumi Nusantara. Para guru, ulama,’ kaum cendekia, tidak lebih tangan panjang penguasa oleh kebijakan yang dipatenkan, atau tradisi tulisan terus dirawat, dikembangkan bagi generasi lanjut. Dan rerantai panjang ini telah menghasilkan banyak temuan dari kesuntukan teliti yang merawat malam-malamnya, menajamkan pengertian di waktu siang menerawang dari bentuk perubahan yang selalu mendapati penentu pada masa-masa penulisan.
 
Semua melewati proses panjang tonggak-tonggak peradaban bersegala limpahan kekayaannya, dan dapat dipastikan melalui pelbagai periode, jenjang peraturan. Misal Gubernur Jenderal Van der Capellen (1816-1826) membuat sejumlah peraturan, bertujuan meningkatkan pengetahuan bahasa ambtenar Eropa. Sekolah Marine di Semarang (1819), mengajarkan bahasa Jawa dan Melayu di samping bahasa Belanda, Prancis, dan Inggris. Dan kebijakan pemerintah akan pentingnya penguasaan bahasa Melayu, dilanjutkan Gubernur Jenderal H.M. de Kock (1826-1830) yang mengeluarkan peraturan No. 16, 14 April 1826, bahwa ambtenar sipil dan militer yang bertugas di pos-pos sipil, diberikan kewajiban mempelajari buku tata bahasa Melayu dan kamus Malayu karya W. Marsden.
 
Hal tersebut disusul keputusan peraturan selanjutnya, dan kedudukan bahasa Melayu menjadi semakin penting sebagai bahasa administrasi serta birokrasi pemerintahan, selepas Gubernur Jenderal D.J. de Eerens (1836-1840) mengeluarkan keputusan No. 30, 22 Mei 1837. Kemudian laporan Menteri Koloni J.C. Baud (1840-1849) kepada Raja, 28 Juni 1842, mengenai keberadaan Akademi Delft sebagai lembaga yang diharapkan dapat mencetak tenaga-tenaga ambtenar Hindia Belanda yang punya pengetahuan bahasa secara baik, lantas mengungkap alasan belum perlunya bahasa Belanda diajarkan bagi penduduk pribumi, seperti pendapatnya: “Jika suatu bangsa yang dijajah selalu diajak bicara dalam bahasa asing, mereka akan senantiasa diingatkan… akan kedudukannya sebagai bahawahan” (Historische Note, 1900:23) : MSM: 24.
***
 
Dalam peralihan yang terjadi di atas, tak hanya sebatas bidang kebahasaan, pengetahuan lain turut mempengaruhi; filsafat, psikologi, sejarah, keagamaan juga perihal lain yang memakai tangan panjang kata-kata (bahasa), demikian pun tidak lepas dari kerangka penafsiran yang terikat fenomena; kelahiran, kematian, siklus perubahan musim, perputaran bumi, pasang dan surut air laut, desiran angin gulungan taupan, perjalanan hewan -penyebarannya, pertumbuahan pepohonan, sinar mentari, keteduhan bulan, atau keseluruhan itu terus mengajak dimaknai serta mengikuti kehendak perubahan alam.
 
Kita teringat nama Charles Adriaan van Ophuijsen (Solok, Sumatera Barat, 1856 – Leiden, 19 Februari 1917), seorang ahli bahasa berkebangsaan Belanda, yang pernah jadi inspektur sekolah di maktab perguruan Bukittinggi, Sumatera Barat, profesor bahasa Melayu di Universitas Leiden, yang menerbitkan Kitab Logat Melajoe, dan Maleische Spraakkunst (1910), diterjemahkan T.W. Kamil dengan judul Tata Bahasa Melayu, dan menjadi panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia. Barangkali van Ophuijsen bersama Engku Nawawi gelar Sutan Makmur dan Moh. Taib Sultan Ibrahim (wikipedia), telah meneliti jauh kehadiran pula perkembangan bahasa Melayu dari aksara Pallawa, Kawi, Jawa, Arab (pegon) bersegala yang melingkupi, hingga pilihan akhirnya pada aksara Latin bagi kehendak perubahan jaman yang menaungi. Sampai tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan bahasa Indonesia yang pertama, atau 7 tahun sebelum cetusan kongres Boedi Oetomo. Sejarah selanjutnya dan pekabaran lain, dapat dibaca di buku MMKI bagian dialog imajiner bersama Muhammad Yamin.
***
 
Kemudian pengetahuan lain yang perlu ditelusuri, Kerajaan Sriwijaya (Srivijaya: Jawa, bahasa Thai: Siwichai), salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatera, yang memberi pengaruh besar Nusantara ke daerah kekuasaan berdasarkan peta membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa Barat, dan mungkin Jawa Tengah. Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti “bercahaya atau gemilang,” dan wijaya bermakna “kemenangan atau kejayaan,” maka Sriwijaya itu “kemenangan yang gilang-gemilang.” Bukti awal keberadaan kerajaan tersebut berasal abad ke 7 ; seorang pendeta Tiongkok dari Dinasti Tang, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan.
 
Prasasti tertua Sriwijaya berada dalam abad ke 7, Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682, ditemukan M. Batenburg, 29 November 1920 di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang, Sumatera Selatan, di tepian Sungai Tatang yang mengalir ke Sungai Musi. Prasasti berbentuk batu kecil berukuran 45×80 cm, ditulis dalam aksara Pallawa, bahasa Melayu Kuna, yang sekarang tersimpan di Museum Nasional Indonesia bernomor D.146. Dan mungkin, Prasasti Nalanda berangka tahun 860 berbahasa Melayu Kuno, dari penafsiran manuskrip tampak menyebutkan nama Sri Maharaja di Suwarnadwipa, Balaputradewa anak Samaragrawira, cucu dari Sailendravamsatilaka (mustika keluarga Sailendra) dengan julukan Sriviravairimathana (pembunuh pahlawan musuh), raja Jawa yang kawin dengan Tara, anak Dharmasetu.
 
Prasasti Talang Tuo ditemukan Louis Constant Westenenk (Residen Palembang) 17 November 1920 di kaki Bukit Seguntang (Bukit Siguntang), dan dikenal salah satu peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Keadaan fisiknya bidang datar yang ditulisi berukuran 50 cm x 80 cm. Prasasti ini berangka tahun 606 Saka (23 Maret 684 Masehi) dalam Aksara Pallawa bahasa Melayu Kuno, terdiri 14 baris. Sarjana pertama yang berhasil membaca dan mengalihaksarakan prasasti adalah van Ronkel dan Bosch, dimuat di Acta Orientalia. Sejak tahun 1920, prasastinya disimpan pada Museum Nasional Indonesia di Jakarta, nomor inventaris D.145.p.
 
Prasasti Kota Kapur, berupa tiang batu bersurat, ditemukan di pesisir barat Pulau Bangka, di dusun kecil bernama Kotakapur. Di tulis dalam aksara Pallawa menggunakan bahasa Melayu Kuno, merupakan salah satu dokumen tertulis tertua berbahasa Melayu. Prasasti ini dilaporkan penemuannya oleh J.K. van der Meulen, dibulan Desember 1892. Orang pertama menganalisis prasasti, H. Kern, ahli epigrafi bangsa Belanda yang bekerja pada Bataviaasch Genootschap di Batavia. Pada mulanya menganggap Sriwijaya ialah nama seorang raja. George Coedes yang kemudian berjasa mengungkap bahwa Sriwijaya nama sebuah kerajaan. Hingga tahun 2012, prasasti ini berada di Rijksmuseum (Museum Kerajaan) Amsterdam, Belanda, yang berstatus dipinjamkan oleh Museum Nasional Indonesia (Sudah balik di Indonesia kah?). Prasasti inilah satu sedari lima buah batu prasasti kutukan yang dibuat Dapunta Hyang, seorang penguasa dari Kadatuan Sriwijaya.
 
Prasasti Karang Brahi merupakan prasasti dari jaman kerajaan Sriwijaya yang ditemukan tahun 1904 oleh Kontrolir L.M. Berkhout di tepian Batang Merangin, di Dusun Batu Bersurat, Karang Berahi, Pamenang, Merangin, Jambi. Prasasti ini tak berangka tahun, tapi terlihat (teridentifikasi) menggunakan aksara Pallawa bahasanya Melayu Kuno. Isinya mengenai kutukan bagi yang tidak tunduk -setia kepada raja, pun orang-orang berbuat jahat, dan isi kutukannya mirip yang terdapat di Prasasti Kota Kapur dan Prasasti Telaga Batu.
 
Prasasti Sojomerto peninggalan Wangsa Sailendra, ditemukan di Desa Sojomerto, Reban, Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi berbahasa Melayu Kuno. Prasastinya tidak menyebut angka tahun, berdasarkan taksiran analisis paleografi diperkirakan kurun abad ke-7 awal abad ke-8 M. Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais. Isinya memuat keluarga sang tokoh utamanya, Dapunta Selendra, ayahnya bernama Santanu, ibunya Bhadrawati, sedangkan istrinya Sampula. Prof. Drs. Boechari berpendapat, tokoh bernama Dapunta Selendra adalah cikal-bakal raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu. Sedang bahan prasastinya batu andesit dengan panjang 43 cm, tebal 7 cm, tinggi 78 cm. Tulisannya terdiri 11 baris yang sebagian barisannya rusak terkikis usia masa.
 
Prasasti Gandasuli peninggalan Kerajaan Mataram Kuno ketika dikuasai Wangsa Syailendra. Prasasti ini ditemukan pada reruntuhan Candi Gondosuli, desa Gondosuli, Bulu, Temanggung, Jawa Tengah. Yang mengeluarkan itu anak raja (pangeran) bernama Rakai Rakarayan Patapan Pu Palar, juga adik ipar Raja Mataram, Rakai Garung. Prasasti Gandasuli terdiri dua keping, disebut Gandasuli I (Dang pu Hwang Glis), dan Gandasuli II (Sanghyang Wintang), ditulis menggunakan bahasa Melayu Kuno beraksara Kawi (Jawa Kuno), tahun 792 M. Teks prasasti Gandasuli II terdiri lima baris, berisi filsafat, ungkapan kemerdekaan dan kejayaan Syailendra. (wikipedia).
 
Dan penemuan-penemuan muakhir atau ditemukannya kembali prasasti-prasasti lain, kian memperkuat betapa bahasa Melayu (Kuno) menjadi cikal bakal bahasa persatuan Indonesia. Sungguhlah, kata “dalam” yang dihilangkan itu mengajak larut mendalami asal-usul bahasa Melayu. Sedangkan mengenai naskah kuno berbahasa Melayu, pembaca dapat menelusurinya sendiri. Di sini hanya mengharapkan tiada lagi tindak gegabah bin serampangan. Namun boleh tulisan ini masih dianggap akal-akalan, atau upaya permejengan dalam kesusastraan Indonesia mutakhir.
***
 
Lamongan, Jawa, 23 Sep 2019
http://sastra-indonesia.com/2021/03/penghilangan-kata-dalam-kritik-sastra-indonesia-v/

https://pustakapujangga.com/2018/05/kpk-deo-gratias-bedah-buku-mmki-di-fib-universitas-indonesia/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati