Jumat, 06 Agustus 2021

Novel Orang-Orang Bertopeng (11)

Dimuat bersambung di harian Sinar Harapan, edisi 27 Maret-10 Mei 2002
 
Teguh Winarsho AS
 
Salman memang berubah. Terutama sejak dipanggil pimpinan gerombolan orang bertopeng. Hasan bisa membaca perubahan itu. Tapi Hasan tidak cukup tahu bahwa perubahan itu sebenarnya sudah berlangsung lama. Tepatnya sejak Salman melihat foto Fatma. Ya, sejak itu sebenarnya Salman mulai berubah. Caranya bicara, caranya menatap, tidak seperti dulu-dulu lagi. Hasan terlalu lugu untuk mengerti hal itu. Hasan terlalu jujur untuk curiga pada teman sendiri. Hasan berpikir Salman berubah karena panggilan pimpinan gerombolan orang bertopeng.
 
Salman masih rebahan di atas tikar ketika Hasan mondar-mandir ke wc. Wajah Salman tampak kuyu muram. Salman memang lagi banyak persoalan. Bukan saja persoalan hatinya yang tiba-tiba sering merindukan Fatma. Tapi juga persoalan rumit lain yang harus segara diselesaikan. Diputuskan!
 
Ya. Beberapa hari lalu sebuah tawaran menarik, ajaib, disodorkan pimpinan gerombolan orang bertopeng pada Salman. Tawaran itu berlaku jika Salman bersedia menunjukkan letak persembunyian seorang laki-laki bernama Zaini Paleun yang oleh pimpinan gerombolan orang bertopeng dicurigai sebagai dalang kerusuhan dan keonaran yang kerap meneror penduduk kampung. Salman sebenarnya tidak tahu siapa laki-laki bernama Zaini Paleun, seperti apa rupanya, apalagi tempat persembunyiannya. Karena itulah Salman menyebut tawaran itu tawaran ajaib. Bagaimana tidak, ia diminta menunjukkan letak persembunyian orang yang sama sekali tidak ia kenal. Lalu, ia akan dibebaskan! Dibebaskan? Ya, dibebaskan! Pimpinan gerombolan orang bertopeng sangat serius dengan ucapannya. Salman percaya.
 
Sebelumnya Salman memang sempat mengarang-ngarang cerita seperti apa ciri-ciri fisik Zaini Paleun, laki-laki tak dikenal itu, dan anehnya pimpinan gerombolan orang bertopeng percaya begitu saja. Karenanya Salman yakin pimpinan gerombolan orang bertopeng berikut anak buahnya pasti juga belum pernah melihat tampang Zaini Paleun. Mereka mungkin baru hanya mendengar namanya saja.
 
Salman masih ingat bagaimana pertanyaan-pertanyaan pimpinan gerombolan orang bertopeng dilontarkan kepadanya berkaitan dengan Zaini Paleun. Tentang aktivitas Zaini Paleun sehari-hari. Jumlah pengikut Zaini Paleun. Kekuatan Zaini Paleun. Nama kedua orang tua Zaini Paleun, istri Zaini Paleun, anak Zaini Paleun, dan masih banyak lagi. Salman menjawab semua pertanyaan itu dengan lancar. Hanya satu pertanyaan yang Salman tidak mau menjawab, yaitu ketika ditanya di mana tempat persembunyian Zaini Paleun. Berkali-kali pimpinan gerombolan orang bertopeng mendesak bahkan memaksa, tapi Salman tetap bungkam.
 
"Katakan di mana tempat persembunyian si kunyuk Zaini Paleun?" tanya pimpinan gerombolan orang bertopeng beberapa hari lalu.
 
Tapi Salman menggeleng. Bukan karena ia tak mau meneruskan mengarang cerita, tapi karena ia belum siap dengan pertanyaan yang mendadak itu. Bisa saja Salman menyebut nama suatu tempat, daerah, kampung, dusun, atau apa, tapi itu sangat beresiko. Salman memilih diam.
"Kenapa? Kenapa kau tak mau mengatakannya, hah?!"
 
Salman tetap bungkam. Pikirannya risau. Kacau. Salman sebenarnya takut jika pimpinan gerombolan orang bertopeng naik pitam lalu menyuruh anak buah menghajar dirinya. Salman sering mendengar jerit kesakitan seperti dipukul atau ditendang dari ruang sebelah. Bagaimana jika kemudian jerit itu harus keluar dari mulutnya sendiri? Salman ngeri.
 
"Ayo, katakan!!" lagi pimpinan gerombolan orang bertopeng berteriak keras sembari menggebrak meja hingga gelas kopi didepannya tumpah.
 
Salman menggigil ketakutan. Tapi mulutnya tetap terkatup rapat. Seseorang tiba-tiba mendekati pimpinan gerombolan orang bertopeng itu; bisik-bisik. Sang pimpinan hanya mengangguk-angguk.
 
"Jadi, kau benar-benar tak mau mengatakan di mana tempat persembunyian Zaini Paleun?" tanya pimpinan gerombolan orang bertopeng tiba-tiba berubah lembut.
 
Salman ingin mengangguk, tapi entah kenapa kepalanya menggeleng.
 
"Baiklah, sekarang begini saja," pimpinan gerombolan orang bertopeng itu menarik nafas dalam-dalam, ditahan sebentar di dada, lalu dikeluarkan perlahan-lahan. "jika kau mau menunjukkan pada kami di mana tempat persembunyian kunyuk itu, maka kau akan kami bebaskan. Bagaimana?"
 
"Apa?" Salman terlonjak. Wajahnya menyala.
 
Pimpinan gerombolan orang bertopeng tertawa pelan. Berjalan mengelilingi Salman sambil memukul-mukulkan tongkat kecil pada telapak tangannya. "Kau akan kami bebaskan jika bersedia menunjukkan tempat persembunyian si kunyuk Zaini Paleun!"
 
Salman menyimak setiap kata yang diucapkan pimpinan gerombolan orang bertopeng. Sejurus kemudian Salman terpekur menatap permukaan meja cokelat didepannya. Lama. Pikiran Salman bertambah kacau. Mau tidak mau ia harus mengarang nama tempat persembunyian Zaini Paleun. Tapi Salman kawatir dirinya salah menyebut, karena ternyata pimpinan gerombolan orang bertopeng itu sebenarnya tahu persis di mana tempat yang ia sebutkan itu?
 
"Kau tak suka dengan tawaran kami?"
 
Salman tergeragap membenahi letak duduk lebih tegak. Ia tak mau kelihatan bodoh di depan pimpinan gerombolan orang bertopeng yang bisa berakibat fatal, ucapannya tidak dipercaya lagi. Harus menyakinkan. Harus percaya diri. Harus pura-pura pintar.
 
"Suka. Saya senang dengan tawaran Bapak. Tapi apakah tawaran Bapak bisa saya percaya? Apa jaminannya?"
 
"Kenapa tidak? Aku tak pernah main-main dengan setiap kata yang keluar dari mulutku."
 
"Sungguh?"
 
Lagi-lagi, pimpinan gerombolan orang bertopeng itu tertawa pelan. "Untuk apa aku bohong? Sekarang kita teman. Kita kerjasama."
 
Salman seperti masih belum percaya sepenuhnya dengan omongan laki-laki tinggi besar didepannya sehingga ia lebih banyak mendengar saja.
 
"Oke, sekarang begini saja, kau kuberi waktu tiga hari untuk mengambil keputusan. Hanya tiga hari. Tapi ingat, nyawamu sepenuhnya ada di tangan kami. Kami bisa membunuhmu kapan saja. Bahkan saat ini kami bisa melenyapkanmu. Jadi, sebaiknya ambil keputusan bijaksana yang menguntungkan kita bersama. Kami untung, kau juga untung. Bukankah sekarang kita teman?"
 
Salman mengangguk-angguk. Pimpinan gerombolan orang bertopeng kemudian menyalami Salman.
 
Tapi, malam ini, bukan persoalan itu yang merisaukan hati Salman. Bukan. Jelas nanti ia akan mengatakan pada pimpinan gerombolan orang bertopeng itu di mana tempat persembunyian Zaini Paleun. Itu tinggal menunggu waktu saja. Yang jadi persoalan, yang masih mengganjal di hati Salman sekarang adalah soal Hasan. Ya, Hasan, laki-laki lugu polos itu kini menjadi masalah besar baginya. Kenapa? Sulit dijelaskan. Yang pasti setiap malam Salman selalu teringat Fatma. Bayang-bayang Fatma begitu lekat dalam ingatannya seperti lekatnya prangko dengan amplop. Salman jatuh cinta pada Fatma!
 
Sebentar lagi aku akan bebas. Menghirup udara segar. Sedang Hasan entah bagaimana nasibnya. Cepat atau lambat mungkin gerombolan orang bertopeng itu akan menghabisinya. Betapa sia-sia hidup Hasan. Betapa tidak berguna. Batin Salman menguatkan hatinya.
 
Begitulah. Bayang-bayang Fatma terus menari-nari di kelopak mata Salman.  Dan, Salman tahu persis sebentar lagi salah seorang gerombolan orang bertopeng akan datang menjemput dirinya untuk saling mengadakan 'kerjasama'. Ya, ia akan segera bebas menghirup udara segar. Sedang Hasan? Hasan? Bagimana nasibnya? Dibunuhnya rasa kasihan dan perasaan berdosa yang selama ini menyelimuti hati Salman. Lalu diambilnya serbuk putih yang ia ambil di ruang pimpinan gerobolan orang bertopeng beberapa waktu lalu, dibubuhkan ke dalam gelas minuman Hasan ketika pemuda lugu itu sedang buang air di wc.
 
Salman tahu betul reaksi apa yang bakal terjadi jika serbuk putih itu masuk ke dalam lambung Hasan.
 
Terdengar langkah sepatu mendekat disusul suara gerendel pintu dibuka. Salman terkejut. Untung pekerjaannya sudah selesai.
 
"Keluar!" Orang itu bersuara sambil membuka pintu lebih lebar.
 
Salman keluar mengikuti langkah orang itu setelah sebelumnya diwajibkan menutup mata dengan kain hitam. Memang begitulah biasanya. Salman, Hasan, dan mungkin masih banyak lagi yang lain, seolah tidak diperkenankan melihat ruangan-ruangan yang ada di tempat itu. Karenanya dalam perjalanan menuju ruang pemeriksaan, menutup mata dengan kain hitam adalah wajib. Baru ketika sudah berada di ruang pemeriksaan kain itu boleh dibuka. Tapi tetap saja ia tak bisa mengenali orang-orang yang ada di ruangan itu karena mereka mengenakan topeng atau kain hitam.
 
(bersambung)
***

http://sastra-indonesia.com/2021/08/novel-orang-orang-bertopeng-11/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati