Jumat, 16 Juli 2021

Penodaan Islam dan Kasus Ki Panji Kusmin di Awal Orde Baru

Muhammad Subarkah *
 
Setelah rezim Sukarno tumbang seiring dengan tersungkurnya PKI dalam pentas politik Indonesia, rezim Soeharto yang menyebut diri sebagai Orde Baru, naik tahta menggantikannya.
 
Namun, sebelum ‘lengser keprabon’, pada 27 Januari 1965 Presiden Sukarno menerbitkan Penetapan Presiden Republik Indonesia (Pepres) Nomor 1 tahun 1965, tentang pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama. Perpres ini kemudian menetapkan menambahkan pasal penodaan agama di dalam bab yang mengatur tentang ketertiban umum, Pasal 156 a KUHP. Tujuannya diantaranya adalah untuk menjaga tertib sosial di masyarakat.
 
Tapi pertanyaannya kemudian: Apakah sinisme terhadap agama –di antaranya Islam– menjadi berhenti? Jawabannya ternyata tidak! Sinisme (bahkan bisa disebut phobia) terus berlanjut.
 
Sebagai ujian pertama ‘keampuhan’ pasal ini terjadi pada bulan Agustus 1968 atau justru di masa awal Orde Baru. Majalah sastra termuka yang diasuh H.B. Jassin –Majalah Sastra, Th. VI. No. 8, Edisi Agustus 1968 – mempublikasikan cermin kontroversial ‘Langit Makin Mendung’ karya sesorang yang menyebut dirinya sebagai Ki Panji Kusmin.
 
Saat itu kontroversi pun meledak hebat. Umat Islam saat itu merasa tersinggung dengan cerpen tersebut yang dianggap menghina Islam.
***
 
Dan memang, bila dibaca memang cerpen ini tampak bersikap pejoratif atau mengolok-olok kesucian Allah, ajaran Islam, Nabi Muhammad beserta sahabatnya. Selain itu, isinya tak jauh beda dengan kisah Gatoloco. Cuma yang membedakannya, cerpen ini dibat pada zaman yang lebih kontemporer.
 
‘Langit Makin Mendung’ bermasalah serius karena memuat hal-hal yang memantik atau berbau pejotaratif terhadap simbol agama Islam, yaitu posisi keberadaan Allah dan posisi malaikat Jibril. Di cerpen itu bahkan ada penggalan kisah suasana prostitusi di Pasar Senin kala itu meski tak vulgar.
 
Salah satu contohnya ada pada bagian tengah cerpen tersebut. Penggalan kisahnya seperti ini:
 
…..Muhammad segera naik ke punggung buraq – kuda sembrani yang dulu jadi tunggangannya waktu ia mi’raj. Secepat kilat buraq terbang ke arah bumi dan Jibrail yang sudah tua terengah-engah mengikuti di belakang. Mendadak, sebuah sputnik melayang di angkasa hampa udara.
 
“Benda apa di sana?” tanyanya keheranan.
“Orang bumi bilang sputnik! Ada tiga orang di dalamnya, ya Rasul.”
“Orang? Menjemput kedatanganku?” (Gembira)
“Bukan, mereka justru rakyat negara kapir terbesar di bumi. Pengikut Marx dan Lenin yang ingkar Tuhan. Tapi pandai-pandai otaknya.”
“Orang-orang malang. Semoga Tuhan mengampuni mereka. Aku ingin lihat orang-orang kapir itu dari dekat. Ayo buraq!”
 
Buraq melayang deras menyilang arah sputnik mengorbit. Dengan pedang apinya Jibrail memberi isyarat sputnik berhenti sejenak. Namun, sputnik Rusia memang tidak ada remnya. Tubrukan tak dapat dihindarkan lagi. Buraq beserta sputnik hancur jadi debu; tanpa suara, tanpa sisa. Kepala-kepala botak di lembaga aeronautic di Siberia bersorak gembira.
 
“Diumumkan bahwa sputnik Rusia berhasil mencium planet tak dikenal. Ada sedikit gangguan komunikasi…” terdengar siaran radio Moskow.
 
Muhammad dan Jibrail terpental ke bawah. Mujur mereka tersangkut di gumpalan awan yang empuk bagai kapas.
 
“Sayang-sayang. Neraka bertambah tiga penghuni lagi.” Bisik Muhammad sedih. Sejenak dilontarkan pandangannya ke bawah. Hatinya tiba-tiba berdesir ngeri.
“Jibrail, neraka lapis ke berapa di sana gerangan?”
“Paduka salah duga. Di bawah kita bukan neraka tapi bagian bumi yang paling durhaka, Jakarta namanya. Ibu kota sebuah negeri dengan seratus juta rakyat yang malas dan bodoh. Tapi ngakunya sudah bebas buta huruf.”
 
(Ki Panji Kusmin, Langit Makin Mendung: Majalah Sastra, Th. VI. No. 8, Edisi Agustus 1968).
***
 
Akibat cerpen itu, polemik atau kontroversi pun muncul. Uniknya, menghadapi kontroversi itu, HB Jassin yang diwaktu kemudian namanya dipatenkan’ dengan sebutan ‘Paus Sastra Indonesia’, tetap mau bersikap ksatria. Sadar telah menerbitkan masalah sosial akibat cerpen itu di dalam majalah yang diasuhnya tersebut, Jassin pun bersedia menjalani proses hukum serta hadir di depan persidangan yang mengusut kasus karya Ki Panji Kusmin itu. Dia hadir di sidang sebagai saksi yang meringankan di pengadilan di Sumatra Utara.
 
Pada sidang itu Jassin menyebut itu tak perlu cerita pendek (cerpen) ini dilarang karena menjadi bagian dari ‘kebebasan berekspresi’ yang dijamin dalam karya sastra. Sikap Jassin ini bisa dipahami karena dia tak ingin lagi mengulang tragedi perlakuan tragis kaum sastrawan seterunya yang dahulu tergabung dalam Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang kerap ‘membreidel’ karya sastra yang tak sepaham dengan ideloginya. Jassin pada awal 1960-an adalah tokoh sastrawan Manifes Kebudayaan (diplesetkan oleh ‘orang kiri’ menjadi sebutan ‘Manikebu’) yang menjadi ‘lawan tanding’ Lekra yang berafiliasi pada Partai Komunis Indonesia (PKI).
 
Namun, pengadilan kasus cerpen Ki Panji Kusmin digelar di PN Medan terus berjalan meski digelar melalu sidang in absentia karena terdakwa Ki Panji Kusmin tak dapat dihadirkan. Dan di forum itu HB Jassin diimnta majelis hakim untuk mengungkap identitas Ki Panji Kusmin. Tapi Jassin kokoh menolaknya dengan alasan menjunjung kebebasan berekpresi.
 
Meski begitu, di akhir persidangan putusan hakim tetap menvonis hukuman berupa berupa kurungan selama satu tahun dan masa percobaan dua tahun kepada seseorang yang menyebut dirinya dengan nama Ki Panji Kusmin tersebut. Ini artinya keputusan hakim menyatakan Jassin diputus tetap bersalah meski tak perlu sampai mendekam di pengadilan.
 
Dan, setelah peristiwa itu berlalu, Jassin berpuluh tahun kemudian pun tetap tak mau membuka identitas Ki Panji Kusmin. Tapi diujung hayatnya ia pun luluh dan bersedia memberi tahu mengenai identitas orang itu. Salah satu pengelola Gedung PDS HB Jassin Endo Sunggono sempat memberi tahu bila orang itu memang ada.
 
’’Dia laki-laki. Seingat saya kalau tidak orang Jawa ya orang Sumatra. Ada kok, Pak Jassin sudah pernah menyebutkan orang itu. Saya cari dulu catatanya,’’ kata Endo. Sayang ketika sekarang hendak menanyakan kembali soal itu ke Endo, ia masih dalam keadaan sakit.
 
Uniknya, seakan hendak menebus kesalahannya, HB Jassin pada pertengahan tahun 1970-an kemudian menerbitkan terjemahan ‘Alquran Berwajah Puisi’. Jassin terdorong menuliskan karya ini karena merasa terjemahan Alquran versi bahasa Indonesia terlalu kaku dan tidak puitis. Padahal, kata dia, Alquran itu dalam banyak hal juga bisa disebut sebagai sebuah karya agung yang memakai diksi layaknya puisi (puitis).
 
Namun sebenarnya ide Jassin menulis terjemahan Alquran berwajah puisi seperti itu, bukanlah ide yang pertama kali. Sebelumnya, di akhir 1960-an, penyair dan pendiri ‘Teater Muslim’, Mohammad Diponegoro, telah melakukannya. Dalam berbagai perayaan hari besar Islam terjemahan ini kerap dibawakan. Bahkan, sempat pula dibacakan di siaran Radio Australia (ABC).
 
Teater Muslim ini pun pada tahun 1960-an sangat kondang. Dia menjadi lawan dari teater rakyat yang saat itu banyak berafiliasi ke idelogi komunis dengan menggelar pentas bertema sinis atau anti Tuhan dengan menggelar lakon berjudul ‘Patine Gusti Allah’, ‘Gusti Allah Mantu, dan tema sejenis lainnya. Sutradara film legendaris asal Cirebon Arifin C. Noer adalah salah satu mantan anggotanya. Salah satu karya Arifin yang melegenda sampai sekarang adalah film tentang peristiwa ‘malam tragedi’ pembunuhan para jendral pada 3O September 1965: Film G30S/PKI.
 
Jadi itulah pengalaman sejarah di awal Orde Baru tentang penyelesaian kasus hukum penodaan agama. Sama dengan pemerintah Hindia Belanda ketika menangani kasus penodaan agama di tahun 1920-an, mereka ternyata juga tidak bisa main-main menyelesaikannya. Apalagi saat itu sudah terjadi rusuh sosial berupa munculnya kasus pembunuhan dan ada pembakaran rumah ibadah di sekitar Surabaya.
 
Belanda pun sangat trauma terhadap kasus berbau Sara. Dia teringat munculnya peristiwa perang Diponegoro dan perang Aceh yang meluluhlantakan semuanya. Sikapnya kemudian, apapun itu meski hanya sepercik bara dalam sekam, maka itu harus dipadamkan sebelum besar dan membakar seluruh gudang jerami!
 
*) Muhammad Subarkah, jurnalis Repubilka.

http://sastra-indonesia.com/2020/05/penodaan-islam-dan-kasus-ki-panji-kusmin-di-awal-orde-baru/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati