Senin, 19 Juli 2021

Pengarang yang Menggandeng Jibril

Grathia Pitaloka
Jurnal Nasional 7 Sep 2008
 
Berbicara mengenai spiritualitas dalam karya sastra Indonesia, tak genap rasanya bila tak menyebut Danarto.
Membaca cerpen-cerpen Danarto, lelaki kelahiran Sragen, 27 Juni 1940 ini, seperti masuk ke sebuah dunia asing layaknya Alice in the Wonderland. Dengan cantik Danarto menyulap pohon, hantu, bahkan ayat suci Al Quran menjadi tokoh dalam ceritanya. Berlatarkan nuansa Jawa yang sangat kental, Danarto mengetengahkan cerita bergaya surealis lengkap dengan pilihan kata fantastis.
 
Coba tengok karya Danarto yang berjudul Pohon Rambutan. Cerita pendek yang dimuat dalam buku berjudul Kaca Piring ini bercerita tentang sebatang pohon rambutan yang tumbuh begitu saja di tepi jalan, di tepi sawah. Tak bertuan, tak berteman. Pohon rambutan itu sudah ada sejak zaman Jenderal Sudirman berperang melawan Belanda. Buahnya selalu lebat dari musim ke musim, dinikmati oleh siapa saja. Pohon ini menjalin persahabatan dengan seorang lelaki. Sebuah pertemanan yang abadi, sejak si lelaki masih belia hingga tua renta.
 
Dalam salah satu esainya, Korrie Layun Rampan menyebut Danarto sebagai pembaharu dalam khazanah sastra Indonesia. Pendapat tersebut diamini oleh sutradara sekaligus penulis Putu Wijaya.
 
Menurut Putu, gaya eksperimen telah digeluti Danarto sejak tahun 60-an, meski pada masa itu gaya eksperimen terbilang sesuatu yang tak lazim. “Kalau saat ini tulisan eksperimentalis bisa dibilang biasa, tetapi ketika itu Danarto telah memperkaya pembendaharaan cerpen lewat cerita-cerita yang surealis,” kata Putu kepada Jurnal Nasional, Selasa (2/9).
 
Senada dengan Putu, sastrawan Abdul Hadi WM juga menilai kalau Danarto telah membawakan corak baru dalam dunia sastra Indonesia. Danarto mengajak para pembacanya masuk ke dalam dunia lain yang tak mungkin terjangkau realitas sehari-hari. “Danarto menyajikan tema, gaya bercerita, serta tokoh-tokoh ceritanya seperti mendongeng. Ia menggerakkan imajinasi, tak peduli realitas atau bukan, bagi Danarto semua hal adalah realitas,” ujar Abdul Hadi.
 
Keberanian mengangkat nilai-nilai tradisi sebagai bahan baku tulisan merupakan salah satu keistimewaan pria lulusan Akademi Seni Rupa Indonesia ini. “Cerita-cerita Danarto dapat menyusup ke relung hati pembacanya,” kata Putu Wijaya, pentolan Teater Mandiri ini.
 
Putu mengatakan, ketika tokoh-tokoh pembaharu sastra lainnya banyak terpengaruh oleh aliran roman baru yang tengah berkembang di dunia Barat, Danarto justru berangkat dari nilai-nilai tradisi yang digali dari latar belakang budayanya.
 
Ketika kaum eksistensialis Barat bertolak dari rasio dan penalaran ilmiah yang bermuara pada sistem filsafat, maka Danarto lebih memilih merapat pada nilai-nilai mistik yang sulit dijabarkan lewat logika. “Danarto belajar dari tradisi Jawa. Ia menulis layaknya orang Jawa menulis, di dunia Barat tidak ada yang seperti dia,” kata pria yang pernah menjadi Dosen tamu teater dan sastra Indonesia modern di Universitas Wisconsin dan Universitas Illinois, AS ini.
 
Sisi mistik Jawa
 
Berbeda dengan Putu Wijaya, bagi Budi Darma, nilai-nilai kejawaan Danarto belum bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Tak seperti Pramoedya Ananta Toer atau Mangunwijaya yang mengangkat budaya Jawa secara realis, Danarto cenderung menyajikan sisi mistiknya.
 
Budi mengatakan, hal lain yang menjadikan Danarto penulis yang istimewa adalah kepiawaiannya menguntai plot cerita yang sederhana, namun membuat pembacanya paham tentang kehidupan lain. “Karya-karya Danarto sulit untuk dijabarkan, tetapi dengan mudah dapat dirasakan,” ujar penulis Nyonya Talis ini.
 
Selain sarat akan nilai-nilai mistik Jawa, karya-karya Danarto juga kental dengan doktrin sufi yang disajikan sebagai salah satu corak pemahamannya terhadap Tuhan. “Danarto adalah seorang Muslim yang taat, ia memasukkan nilai-nilai agama pada hampir semua tulisannya. Tentu saja melalui jendela pemahamannya yang tidak umum,” kata Putu.
 
Danarto berkenalan dengan dunia tasawuf dari buku-buku yang sering dibaca ayahnya, Jakio Harjodinomo. Ayahnya yang berprofesi sebagai mandor sebuah pabrik gula sering membaca buku-buku tasawuf Al-Ghazali, Agus Salim, bahkan Leadbiter. Maka tak heran jika Danarto lebih dulu akrab dengan dunia tasawuf ketimbang agama.
 
Penerima SEA Write Award dari Kerajaan Thailand ini juga mengaku tak pernah belajar tentang agama pada siapa pun. Ia bertutur jika kota yang didiaminya tidak terdapat pesantren maupun tempat untuk menuntut ilmu agama.
 
Danarto mengaku baru berkenalan resmi dengan agama ketika menginjak 27 tahun. Nah, Pengalaman-pengalaman spiritualnya dalam mencari sosok Tuhan itulah yang kemudian dicurahkan dalam karya-karyanya. “Karya-karya Danarto dipengaruhi oleh pengalaman batinnya. Di mana jalan ceritanya merupakan rekaan namun intisarinya merupakan kisah nyata,” kata Putu.
 
Pembelajaran hidup membuat Danarto tidak menyajikan nilai-nilai ketuhanan secara vulgar. Ia tidak mengobral dakwah melainkan memilih mengadopsi bias-bias realita dan menyajikannya melalui cerita-cerita fantastis.
 
Seperti dalam cerita pendek berjudul Anakmu Bukanlah Anakmu, ujar Gibran. Cerita tersebut berkisah tentang perempuan bernama Niken yang hamil tanpa melakukan hubungan seksual. Kemudian Niken memilih menikah dengan Tomo, lelaki miskin yang tak pernah dikenal sebelumnya.
 
Bukan Danarto jika tidak menyajikan kejutan dalam ceritanya. Pada pesta pernikahan Niken dan Tomo muncul pujangga Khalil Gibran – seorang tokoh sufi yang telah meninggal tahun 1931- yang datang untuk memberikan kado.
 
Dalam cerita yang sederhana, Danarto melakukan eksperimen sehingga terbentuklah cerita yang tak biasa, bahkan bisa terbilang absurd. “Danarto banyak terpengaruh tarekat Jawa yang kental akan nilai-nilai mistik. Namun karena dia Muslim yang baik maka semuanya tersalur dengan baik,” ujar Putu.
 
Latar seni rupa
 
Abdul Hadi menambahkan, gaya penuturan Danarto merupakan perpaduan antara sastra Melayu dan sastra Jawa. “Dengan semangat Jawa yang kental Danarto mencampuradukkan tokoh-tokoh mistik Islam dan non-Islam dalam sebuah cerita,” kata Abdul Hadi.
 
Latar belakang seni rupa yang digeluti Danarto juga berpengaruh pada karya sastra yang dihasilkannya. Ia pernah aktif di Sanggar Bambu Yogyakarta, sebuah perhimpunan pelukis yang biasa mengadakan pameran seni lukis keliling, teater, pergelaran musik, dan tari.
 
Danarto juga sempat berkecimpung dalam pementasan drama dan film sebagai penata dekorasi. Ia sempat membantu beberapa pementasan yang disutradarai Rendra dan Arifin C Noor. Beberapa film yang dekorasinya sempat dikerjakan Danarto yaitu, Lahirnya Gatotkaca (1962), San Rego (1971), Mutiara dalam Lumpur (1972), dan Bandot (1978).
 
Di mata Putu, Danarto merupakan seorang pelukis yang baik. Persingungan antara seni rupa dan sastra yang digelutinya tak dapat dihindari. “Karya-karya sastra yang dihasilkannya sangat dekat dengan seni rupa, sehingga ketika membaca tulisan Danarto bagai membaca lukisan yang diceritakan,” kata pria yang telah empat kali dinobatkan sebagai pemenang sayembara penulisan lakon Dewan Kesenian Jakarta itu.
 
Sementara, seiring berjalannya waktu, Budi Darma melihat Danarto mulai bisa memberi sekat antara dua dunia seni yang digelutinya. “Pada karya-karyanya yang sekarang nuansa seni rupa sudah tidak terlalu kentara, sepertinya Danarto sudah membedakan keduanya,” kata pria kelahiran Rembang, 25 April 1937 ini.
 
Putu mengatakan, dari segi konteks maupun cara penuturan Danarto mulai mengalami pergeseran. Jika dulu Danarto lebih konsern pada konteks transendetal, sekarang karya-karyanya cenderung konsern pada konteks sosial politik. “Jika dulu cara penuturannya kental dengan nuansa sufistik, sekarang cenderung lebih populer,” ujar pria asal Tabanan, Bali ini.
 
Dari puisi ke prosa
 
Budi juga memiliki pandangan serupa dengan Putu, menurutnya, karya-karya Danarto di masa lampau terasa lebih syahdu, sementara karya-karya saat ini lebih cenderung kearah realis. “Gaya bahasa Danarto dulu lebih mengena pada hati pembaca cenderung seperti puisi, kalau sekarang seperrti prosa biasa,” kata mantan Rektor IKIP Surabaya ini.
 
Budi melihat perubahan pada karya-karya Danarto disebabkan oleh perubahan realita sosial yang bergulir begitu cepat. Sementara dulu, ritmenya terbilang masih lebih lambat. “Dulu jumlah media dan bacaan tidak terlalu banyak seperti saat ini,” kata penulis Orang-Orang Blomingtoon ini.
 
Namun baik Budi maupun Putu sepakat jika Danarto merupakan penulis Indonesia terbaik untuk aliran realisme magis. “Jarang penulis seperti dia, Danarto masih yang terbaik saat ini,” kata Putu.
 
Danarto dapat dikategorikan sebagai seorang penulis bernapas panjang. Hingga menginjak kepala tujuh pria yang sempat mengajar di Institut Kesenian Jakarta ini masih produktif menghasilkan karya-karya berkualitas. “Untuk menilai produktivitas seorang penulis tak boleh hanya berdasarkan kuantitas karyanya, aspek kontinuitas juga harus diperhatikan,” ujar Putu.
 
Putu mengatakan, ada banyak penulis lain yang awalnya produktif menghasilkan karya, namun kini tak terdengar lagi kabarnya. “Tetapi Danarto masih tetap menulis dan melahirkan karya-karya berkualitas,” kata ayah satu orang anak ini.
 
Hal senada juga dilontarkan oleh Abdul Hadi, menurutnya, imajinasi Danarto semakin berkembang dan merajalela. “Kalau pengarang lain banyak yang memilih mengekang kebebasannya, tidak untuk Danarto. Bahkan ia tak peduli jika disebut kuno,” ujar Abdul Hadi.
***

http://sastra-indonesia.com/2008/09/pengarang-yang-menggandeng-jibril/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati