Rabu, 01 Juli 2020

Perpustakaan Bergerak Nirwan Ahmad Arsuka

Linda Christanty
Majalah Dewi edisi April 2016

Pencinta kuda ini menginisiasi cara baru dalam mengantar bacaan untuk anak- anak di daerah terpencil dan menghidupkan budaya yang hampir punah.

SEORANG LELAKI menunggang kudanya, jenis unggul dari persilangan sandel Sumba dan Thoroughbred, untuk menempuh perjalanan dari Pamulang di Banten sampai Parongpong di Jawa Barat. Mereka kerap menyusuri jalan-jalan setapak, dari bulan Agustus hingga September 2014. “Setiap kali kami singgah, anak-anak kecil datang berkerumun. Mereka antusias membantu saya mencari rumput untuk kuda. Anak-anak ini memberitahu saya tentang kondisi setempat, nama ataupun letak lokasi yang sedang saya cari,” kenang Nirwan Ahmad Arsuka, penulis dan penggiat di bidang kebudayaan.

Namun, anak-anak tersebut membuatnya cemas. Mereka tak dapat menjawab pertanyaannya tentang sejarah kampung mereka sendiri. “Kalau dibiarkan, kita akan punya generasi yang sama sekali tidak tahu tentang sejarah dan kebudayaan mereka. Saya berkuda juga bukan sekadar untuk melihat pemandangan atau bertemu orang, tapi untuk menyerap kebudayaan yang berkembang di tempat tertentu sekaligus menghimpun cerita-cerita menarik agar perjalanan saya lebih kaya,” kisahnya saat kami bertemu pada pertengahan Februari lalu.

Ketika ia mengakhiri perjalanan berkuda kali itu lembaga tempatnya bekerja, Freedom Institute, telah dibekukan. Alih-alih memikirkan diri sendiri, ia malah mengkhawatirkan kondisi anak-anak di kampung tadi. Ia bertekad membuat perpustakaan bergerak dengan memanfaatkan sebagian uang pesangon. “Buku- buku harus mendatangi anak-anak dan harus dengan cara yang menarik. Kuda itu salah satu binatang yang selalu menarik perhatian anak-anak,” katanya.

Kuda dan buku, dua kata penting bagi Nirwan. Pertama kali mengenal kuda, ia masih kanak-kanak. Kakeknya dari sebelah ibu memelihara kuda. Jika tidak pergi bersama ke sungai untuk menangkap ikan, ia diajak kakeknya naik kuda menyusuri bukit-bukit. Pengalaman itu amat membekas. Namun, kecintaan Nirwan terhadap buku tidak berakar dari kebiasaan dalam keluarga. Buku-buku pertamanya adalah buku-buku pinjaman dari para mahasiswa yang tinggal di rumah orangtuanya dan para tetangga. Buku-buku tentang alam semesta menjadi favorit. “Mungkin karena pola asuhan yang dilakukan Kakek. Dari kenangan yang indah tentang sungai, gunung dan bintang-bintang, jaraknya sudah sangat dekat dengan apresiasi terhadap alam semesta. Saya kira, semua anak yang sehat pasti punya keterpukauan pada langit, laut, dan obyek-obyek alam yang memang memukau ini.” Gairahnya terhadap alam semesta tersebut berlanjut hingga ia dewasa.

Bagi Nirwan, jagat raya tak lain dari sekumpulan narasi. Tidak asing atau berjarak, melainkan bagian dari eksistensi manusia. Ia berharap, “Suatu saat orang bisa memahami black hole atau bintang sebagaimana orang membangun hubungan dengan bunga atau kucing, atau kuda." Namun, pengetahuan ilmiah seringkali berbenturan dengan pandangan-pandangan yang konservatif, sempit, dan tertutup. Kali ini ia memihak pemikiran Karl Popper, filsuf Inggris kelahiran Austria, “Dia menganjurkan ‘open society’. Keterbukaan dan demokrasi itu penting, agar kebenaran bisa diperiksa bersama.”

Nirwan sengaja memilih tempat-tempat yang sukar dijangkau sebagai tujuan perpustakaan bergerak, yang di sana akses terhadap buku memang tak ada, “Di daerah seperti itu tentu hanya transportasi kuda yang terbaik.” Pada November 2014, ia membuat pengumuman di Facebook tentang keinginannya membeli kuda yang unik, berwarna belang. Kuda semacam ini tentu menarik perhatian anak- anak. Ridwan Sururi, perawat kuda di kaki Gunung Slamet, Purbalingga, menjawab keinginannya. “Kebetulan dia punya dan mau menjual.” Kelak kuda tersebut dinamai Kutub Dunia. Lama-kelamaan pembicaraan mereka berkembang. Ridwan ternyata tertarik membuat perpustakaan bergerak di kampungnya. Nirwan dengan senang hati mengiriminya buku-buku.

Meski ‘kuda pustaka’ telah terwujud di Gunung Slamet, ia masih gelisah, “Anak-anak di gunung kesulitan mencari buku, tapi jauh lebih sulit lagi anak-anak di pulau dan di pesisir. Waktu masih SD sampai SMA di Makassar, saya sering melihat situasi anak-anak di kampung nelayan lebih buruk.”

Ia lantas menghubungi teman-temannya di Makassar pada bulan Maret 2015, meminta mereka mencari perahu bekas. Kali ini ia ingin membeli perahu untuk membawa buku-buku. Ia kemudian terhubung dengan Kamaruddin Aziz, seorang sarjana kelautan, dan Muhammad Ridwan Alimuddin, peneliti kelautan dan penulis buku Orang Mandar, Orang Laut, yang bersamanya mendiskusikan jenis perahu yang tepat untuk kondisi daerah yang akan didatangi. Mereka pun sepakat menggunakan jenis perahu yang sudah hampir punah di Sulawesi, yakni perahu kargo, agar mampu masuk ke sungai atau perairan dangkal. Lambung lebar. Lunas tidak terlalu dalam. Orang Mandar menyebutnya baqgo. “Sudah menghilang dari pelabuhan-pelabuhan. Perahu ini tenar di tahun 1970- an ketika pelayaran tradisional masih hidup,” ujar Nirwan. Sebuah perahu bekas jenis ini akhirnya ditemukan. Tapi perbedaan harga yang tak terlampau jauh antara perahu bekas dan perahu baru membuat Nirwan memutuskan membeli perahu baru saja. Keputusannya menandai sebuah sejarah baru, “Kami menghidupkan kembali tradisi yang hampir punah, lengkap dengan upacara memilih pohon sampai meluncurkan perahu.” Ridwan mengusulkan nama untuk perahu itu: Pattingalloang. Karaeng Pattingalloang adalah perdana menteri kerajaan Makassar pada abad ke-17. Nirwan menuturkan kecintaan lelaki ini terhadap ilmu pengetahuan dalam esainya di "Edisi Millenium" harian Kompas, 1 Januari 2000 dan pidato kebudayaannya, Percakapan dengan Semesta, yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta pada 5 November 2015.

Pattingalloang telah beroperasi sejak bulan Juni tahun lalu, menjangkau beberapa kabupaten di Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Ia terdengar makin bersemangat, “Perahu kedua sedang dibuat dan akan bergerak ke Maluku, sementara Pattingalloang akan beroperasi di Selat Makassar.” Perahu pustaka ini mengilhami Ridwan mendirikan Nusa Pustaka, museum dan perpustakaan di kampungnya.

Berkat Facebook, ia sempat berkenalan dengan Sugeng Haryono di Lampung, tukang tambal ban yang pernah mengenyam kuliah diploma di jurusan perpustakaan, "Dia juga mempraktikkan apa yang kami lakukan. Dia mengendarai sepeda motor untuk membawa buku-buku." Nirwan menganjurkan Sugeng memanfaatkan media sosial untuk menggerakkan partisipasi masyarakat.

Manokwari, Papua menjadi wilayah sasaran terakhir perpustakaan bergerak. Melalui seorang teman, Nirwan terhubung dengan Misbah, seorang guru di sana yang menyambut gagasannya karena memiliki keprihatinan yang sama. Sejumlah relawan membantu Misbah, termasuk dua atlet nasional, yang menggiatkan ‘noken pustaka’. Noken adalah tas tradisional Papua, terbuat dari serat kayu.

Gerakan pustaka terus menjalar ke wilayah-wilayah lain. Para penggeraknya terdorong oleh rasa peduli dan suka rela. Kendala justru bersumber dari ulah oknum-oknum pemerintah. Nirwan teringat pengalaman seorang temannya, “Mereka mempertanyakan perizinan atau berupaya memanfaatkan kegiatan ini untuk kepentingan pribadi.”

Perpustakaan bergerak hanya salah satu cara Nirwan menanggapi situasi yang ada di depan mata. Ketika masih mahasiswa, ia memutuskan menjadi aktivis dengan prinsip yang sama, “Saya menyaksikan sesuatu, sehingga harus berbuat sesuatu.” Di Yogyakarta, lelaki kelahiran Makassar ini tidak hanya sibuk kuliah di Teknik Nuklir, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, melainkan turut membantu Romo Mangunwijaya mengurus anak-anak jalanan di Kali Code, antara tahun 1986 sampai awal 1989. “Tugas utama saya menemani mereka, mengajari membaca dan kebersihan.“ Ia terlibat aksi-aksi mahasiswa, mulai dari membela petani di Cilacap dan Madura yang kehilangan tanah hingga memprotes pembreidelan tabloid Detik, majalah Tempo dan Editor, yang dilakukan pemerintah Soeharto.

Sekarang ia tengah mencari cara agar Kutub Dunia pergi ke Papua, “Supaya ada ‘kuda pustaka’ di sana. Yang penting Si Kutub bertemu orang yang menyayangi dan merawat dia, bagi saya itu sudah cukup.” Setiap hari Minggu ia menengok Kutub di suatu tempat, di Bogor. Merah Putih, kuda yang dulu menemaninya dalam perjalanan antara Pamulang dan Parongpong, kini berada di Yogyakarta. Merah tengah menjadi model karya seni rupa Ugo Untoro, seniman dan seorang teman baiknya, “Ugo juga penggila kuda. Kalau rindu Si Merah, saya tengok dia di Yogya."
***

https://www.facebook.com/notes/linda-christanty/perpustakaan-bergerak-nirwan-ahmad-arsuka-oleh-linda-christanty/10153422583811496/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati