Minggu, 14 Juni 2020

Metamorfosis (Die Verwandlung) Franz Kafka


Sigit Susanto

Tiga kali saya membaca novelet setebal 59 halaman ini. Pembacaan pertama membingungkan, kedua sedikit mengerti, ketiga geleng-geleng kepala. Seperti itukah kemauan Kafka? Novelet ini dibuka dengan kalimat menghentak yang legendaris:

Ketika Gregor Samsa pada suatu pagi terbangun dari mimpi buruknya, didapati dirinya di ranjang sudah berubah menjadi seekor kecoak raksasa.

Teks aslinya bahasa Jerman:
Als Gregor Samsa eines Morgen aus unruhigen Träumen erwachte, fand er sich in seinem Bett zu einem ungeheuren Ungeziefer Verwandelt.

Teks bahasa Inggris:
As Gregor Samsa awoke one morning from a troubled dream, he found himself transformed in his bed into a gigantic insekt.

Keterangan:
* ungeheure: makhluk raksasa, menakutkan.
* ungeziefer: binatang kecil yang mengganggu, menjijikan, (kumbang, kecoak, lalat)
* Nabakov membuat sketsa/lukisan binatang mirip kumbang atau kecoak.

Kejadian ini bukan dalam mimpi, melainkan sungguh diceritakan dalam hidup sang tokoh. Tapi mungkinkah realitas hidup manusia sehari-hari seperti itu?

Setelah novelet usai ditulis, Kafka mengirim surat pada pacarnya Felice Bauer, ”Saya barusan menulis cerita yang menakutkan, judulnya `Die Verwandlung` kamu pasti akan takut. Tapi toh kamu akan berterima kasih, karena surat-surat saya sehari-harinya untukmu juga berisi ketakutan.” Belakangan Kafka menyesali profesi Samsa sedang melakukan perjalanan bisnis. Dia menyebut, karyanya bukan menggambarkan saat dalam mimpi, juga tidak menggambarkan pada saat manusia sudah sadar di alam nyata. Namun karyanya dia bayangkan pada masa “transisi” antara mimpi dan sadar.

Apa yang menjadi motif Kafka menulis dengan cara senekat itu? Dia ungkapkan pada kawannya Gustav Janouch (Gustav Janouch: Gespräche mit Kafka), “...binatang dengan kita sebagai manusia itu hubungannya lebih dekat. Inilah terali penjara. Justru hubungan dengan sesama manusia menjauh, sebaliknya hubungan dengan binatang lebih mudah. Setiap manusia hidup dalam penjara. Dia harus paham lingkungannya, sebab itu sekarang banyak orang menulis tentang binatang. Ini sebagai bukti ada semacam kerinduan pada kehidupan yang bebas dan kehidupan di alam. Manusia terlalu banyak mengeluh, sehingga fantasinya perlu pembebasan diri.”

Fabel seperti ini mengingatkan kita pada George Orwell dengan novelet satirnya berjudul Animal Farm. Bedanya Orwell menghidupkan binatang piaran bisa berbicara satu sama lainnya dan memberontak tuannya sendiri. Mungkin ini satir yang ditujukan untuk menyindir Stalin kala itu. Sebaliknya Kafka mengubah tubuh Samsa menjadi serangga dan tubuh serangga itu masih bisa berdialog layaknya manusia biasa.

Kalau Nabakov menganalisis, bahwa Kafka terpengaruh pandangan psikoanalisis Freud, atas problem kompleksitas keluarga, utamanya dengan ayahnya. Saya tertarik mengaitkan dengan Zarathustra-nya Nietzsche. Judul novelet ini dalam bahasa aslinya, Jerman “Die Verwandlung", dan diterbitkan tahun 1912. Jauh sebelumnya Nietzsche pada tahun 1883 sudah menulis dalam buku Also Sprach Zarathustra ada bab yang mirip, berjudul “Von Den Drei Verwandlungen“ (Dari Tiga Kali Metamorfosis). Hanya saja pada buku Zarathustra ini, Nietzsche menceritakan tiga periode metamorfosis. Pertama, dari jiwa menjadi onta. Kedua, dari onta menjadi singa. Ketiga, dari singa menjadi anak-anak. Nietzsche menggambarkan kehidupan jiwa itu bebas, kemudian kehidupan onta itu penuh beban mengangkut barang, serta kehidupan singa itu perkasa dan buas, terakhir kehidupan anak-anak itu kembali ke awal yang tak bersalah dan terlupakan.

Selain kemiripan judul di atas, saya masih tertarik dengan tokoh bernama Zarathustra yang berusia 30 tahun untuk mengembara ke alam pegunungan dan hutan. Ada semacam kesamaan objek pelarian antara Metamorfosis dan Zarathustra. Menurut Kafka proses perubahan tokoh Samsa menjadi serangga, sebagai sebuah bentuk pelarian ke kehidupan alam atau binatang. Nietzsche juga membawa tokoh Zarathustra ke alam pegunungan dan hutan. Dari dua contoh di atas terlihat objek alam sebagai tempat pencarian inspirasi proses kreatif pengarang.

Selanjutnya Nietzsche yang sudah pernah belajar ajaran Buddha menghasilkan fantasi kritis, menurutnya manusia berasal dari cacing. Dan seharusnya manusia itu menjadi Übermensch. Tapi masih ada manusia yang tetap jadi cacing. Atau awalnya manusia itu dari kera, tapi sekarang manusia hidupnya melebihi kera dari kera manapun. Sosok manusia perkasa atau Übermensch yang diimpikan Nietzsche, semata-mata untuk meneguhkan kembali jiwa manusia supaya lebih kuat dan tegar. Berseberangan dengan itu, Kafka membuat tokoh Samsa justru terpuruk rapuh. Samsa bangun saja tidak mampu. Batok keras di pundaknya sangat berat. Samsa yang sudah berubah menjadi seekor serangga itu hanya berani menengok keluarganya, di saat malam hari. Singkat kata, Nietzsche menghendaki manusia itu kuat, sebaliknya Kafka menggambarkan betapa lemah hidup manusia mengikuti gejolak zaman. Tak heran, bila dua diktator fasis Mussolini dan Hitler, bukan mengidelokan Kafka, namun Nietzsche. Kedua diktator ini telah membiayai pemugaran rumah sekaligus museum Nietzsche di kota Weimar, Jerman. Mungkin kedua diktator itu menginginkan bangsanya menjadi Übermensch. Bangsa kelas unggul di antara bangsa-bangsa lain. James Joyce dalam Ulysses memelesetkan Übermensch menjadi Superman.

Kembali ke kisah tragis pada Metamorfosis. Nasib Samsa sungguh tersiksa dan makin tak berdaya. Samsa yang berubah wujud menjadi serangga ini tak mampu lagi berjalan. Kedua antena di kepala basah kena lendir. Punggungnya sakit luar biasa. Ketika jadwal kereta api mendekati berangkat, Samsa masih terus menyanggupi, ”sebentar, sebentar akan datang.”

Grete, adik perempuan Samsa, identik dengan adik perempuan Kafka bernama Ottla. Kafka sangat suka dengan adiknya, juga suka dengan ibunya. Tapi Kafka dalam hidupnya takut dengan ayahnya. Sebab itu pada cerita ini, ketika ayahnya Samsa mendekat kamar yang masih terkunci dari dalam, Samsa ketakutan. Sebaliknya, ketika Grete, adiknya atau ibunya mendekat, Samsa senang. Bukankah Kafka mengaku menulis berdasar buku harian? Niscaya kisahnya berangkat dari keluarga di buku harian.

Perasaan konyol yang dialami Samsa terus berkecamuk. Pada akhirnya Samsa sembunyi di bawah kolong sofa, karena kamarnya akan dibersihkan pembantu. Bahkan ketika para penghuni rumah tidur malam, Samsa yang sudah menjadi serangga itu keluar mencari makan roti di kamar lain.

Menariknya Kafka dalam cerita ini sama sekali tidak menghubungkan dengan dunia mistik, melainkan sampai akhir cerita, tetap bertahan, bila serangga itu tetap ada di kamar, sehingga semua keluarganya memahami akan peristiwa naas itu. Selama dua bulan makannya tak teratur dan tubuhnya terluka kena pecahan botol. Di sela-sela kisah yang mencekam, Kafka masih bisa membuat lelucon. Suatu saat datanglah pembantu membawa sapu menyodok tubuh Samsa yang terbungkus selimut. Tapi Samsa tak bergerak. Ternyata dia telah mati.

Ritme cerita sangat rapat dan dinamis. Bahkan seperti catatan perjalanan yang dikisahkan dari hitungan menit ke menit. Tak ada lompatan cerita yang besar dan jauh. Nuansa dibangun dengan konsentrasi satu arah ke sosok Samsa yang lemah. Lokasi tetap berada di rumah sendiri. Untuk membantu pemahaman novelet ini, ada baiknya membaca buku yang lain, utamanya berjudul Brief an den Vater (Surat untuk Ayah). Di buku itu akan terasa sekali, betapa Kafka sangat takut pada ayahnya.

Metamorfosis ini tercatat sebagai satu-satunya karya Kafka yang paling banyak mendapat sambutan publik. Tak sampai di situ, bahkan banyak penulis dunia terinspirasi oleh novelet ini. Salah satu karya yang benar-benar diakui meniru Metamorfosis berjudul “Salto Mortale” (Lompatan Kematian) karya Milo Dor, sastrawan Yugoslavia yang tinggal di Jerman. Milo Dor mengisahkan seorang pimpinan redaksi media, di suatu pagi bangun tidur, ruhnya lepas dari tubuhnya. Alhasil ruh itu terus berangkat kerja, namun kawan sekantor tak ada yang melihatnya.

Lepas dari pengaruh ketenaran Kafka. Saya merasakan, untaian kata per kata hampir tak ada yang sia-sia. Beberapa kalimat yang meninggalkan kesan lembut sebagai berikut:
Ibu bicara sangat pelan sekali, seperti orang berbisik.

Malam hari ibu menjahit pakaian untuk dijual di toko, dan adik belajar steno untuk keperluan kerjanya, sedang ayah bangun dan mengajak tertawa, tapi ibu dan adik capai untuk tertawa.
Mulutnya disumbat tangannya.
***

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati