Media Indonesia, 30 April 2017
Minta Disangkar Tubuhmu
kalau cinta tak direkayasa
buah mengkudu pahit rasanya.
dari mata, jatuh ke mata
dari hati, jatuh ke hati.
karena cintamu, Jem
burung dalam diriku berontak
minta disangkar tubuhmu.
sebab cinta dongeng belaka
maka hatiku menolak ditidurkan oleh
kecantikanmu.
begitulah cinta, Jem
muslihat para pemimpi
karena itulah aku datang
sebagai kodrat laki-laki
membangkitkan kecantikan dalam dirimu.
maka sangkarkan aku dalam tubuhmu
agar cinta menemukan tempat istirahnya.
Cincin Kawin
cincin yang disematkan Wasta
di hari pernikahannya
adalah hasil istrinya menjadi
buruh tani sebulan.
dulu Warjem pernah menanam cinta
di sawah orang lain
maka ia pun hanya mendapatkan
setengah bagian cintanya.
tapi setengah gila ia dengan madahan
syair sang pujangga
sebab itu, lepas segala yang diikatnya
lepas pula hatinya.
Wasta, lidahnya terbuat dari mawar
digandrungi perempuan-perempuan
berhati pupus.
maka ia burung sang pembawa kabar
mengirim musim baik bagi yang berhati
tandus.
eh… eh… Warjem yang hatinya sekeras batu
minta diserbu ciuman beribu.
Warjem, gadis yang kini berhati mawar
menggali dua lubang di halaman rumahnya
untuk dua mawar yang dibelinya.
maka Wasta pun memasuki lubang WarjemWarjem
tenggelam di lubang Wasta.
dan mereka resmi masuk ke dalam lubang
yang mereka gali dari cinta
pandangan pertama.
Mimpi Baju Ada yang Meminjam
“Setiap Kang Wasta selesai memakai baju,
ia menaruhnya kembali dalam lemariyang
dibeli dari hasil pernikahan kami.”
tapi ketika malam bukan milikmu, Warjem
ketika lemari dibuka oleh mimpi.
seorang perempuan tak dikenal
meminjamnya lewat tangan suamimu.
“Sini, Kang Wasta! biar aku bersihkan
kesepianmu.
akan aku pel tubuhmu dengan lidahku.
lihat Kang Wasta, sangkarku telah kubuka
untukmu.
masuki aku dari pintu belakang,
sebab di kebun belakang itu aku menanam
rindu.”
Warjem kini terbang ke pelupuk malam
sebab dulu ia disangkar bulan.
bulan yang pernah menemaninya
bersama Wasta.
tapi Warjem yang kini di Taiwan
lupa kapan rindu dikawinkan.
“Kang Wasta, sudah kubilang kunci lemari!
sekalipun dalam mimpi.
aku takut jika lemari terbuka
ada lemari lain yang dikunci.”
tapi sepi tak pernah bisa dikunci
maka hati jangan dibiarkan terbuka.
Kedung Darma Romansha, lahir pada tanggal 25 Februari 1984 di Indramayu, Jawa Barat. Alumni jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY, 2009) serta pascasarjana Ilmu Sastra di Universitas Gajah Mada (UGM, 2017). Sebagai sastrawan, karya-karyanya dipublikasikan di pelbagai media massa, baik lokal maupun nasional serta antologi bersama. Ia juga aktif dalam seni peran, teater dan film. Pada Agustus 2018, bersama Saturday Acting Club diundang oleh Asia Theatre Directors Festival TOGA, Toyama, Jepang, membawakan “The Decision” karya Bertold Brecht. Novelnya “Kelir Slindet” merupakan buku pertama dari dwilogi Slindet/Telembuk (2014), dinobatkan karya terbaik Tabloid Nyata. Novel keduanya “Telembuk, Dangdut dan Kisah Cinta yang Keparat,” masuk short list Kusala Sastra Khatulistiwa 2017, serta menjadi buku yang direkomendasikan majalah Tempo kategori prosa, 2017. Novel itu juga salah satu yang terpilih dalam Market Focus, London Book Fair (Komite Buku Nasional, 2019). Dua buku puisinya, “Uterus” (2015), dan “masa lalu terjatuh ke dalam senyumanmu” (Rumah Buku, 2018). Yang segera terbit, buku kumcer perdananya “Rab(b)i”, dikonsep tidak seperti kumcer pada umumnya. Ia mengelola gerakan literasi di Indramayu, Jamiyah Telembukiyah, yang beberapa anggotanya terlibat dalam gerakan literasi jalanan, penyuluhan, dan pendataan terhadap Pekerja Seks Komersial di Indramayu. Anggota yang lain terlibat dalam gerakan sastra dan budaya di Indramayu. Program ini atas kerjasama dengan Universitas Wiralodra, telah mengundang beberapa sastrawan dalam negeri dan luar negeri, di antaranya Joko Pinurbo, Katrin Bandel, Afrizal Malna, Sosiawan Leak, dan Mubalmaddin Shaiddin dari Malaysia. Ia juga mengelola komunitas Rumah Kami/Rumah Buku di Yogyakarta.
https://klipingsastra.com/id/puisi/2017/04/minta-disangkar-tubuhmu-cincin-kawin.html
Minta Disangkar Tubuhmu
kalau cinta tak direkayasa
buah mengkudu pahit rasanya.
dari mata, jatuh ke mata
dari hati, jatuh ke hati.
karena cintamu, Jem
burung dalam diriku berontak
minta disangkar tubuhmu.
sebab cinta dongeng belaka
maka hatiku menolak ditidurkan oleh
kecantikanmu.
begitulah cinta, Jem
muslihat para pemimpi
karena itulah aku datang
sebagai kodrat laki-laki
membangkitkan kecantikan dalam dirimu.
maka sangkarkan aku dalam tubuhmu
agar cinta menemukan tempat istirahnya.
Cincin Kawin
cincin yang disematkan Wasta
di hari pernikahannya
adalah hasil istrinya menjadi
buruh tani sebulan.
dulu Warjem pernah menanam cinta
di sawah orang lain
maka ia pun hanya mendapatkan
setengah bagian cintanya.
tapi setengah gila ia dengan madahan
syair sang pujangga
sebab itu, lepas segala yang diikatnya
lepas pula hatinya.
Wasta, lidahnya terbuat dari mawar
digandrungi perempuan-perempuan
berhati pupus.
maka ia burung sang pembawa kabar
mengirim musim baik bagi yang berhati
tandus.
eh… eh… Warjem yang hatinya sekeras batu
minta diserbu ciuman beribu.
Warjem, gadis yang kini berhati mawar
menggali dua lubang di halaman rumahnya
untuk dua mawar yang dibelinya.
maka Wasta pun memasuki lubang WarjemWarjem
tenggelam di lubang Wasta.
dan mereka resmi masuk ke dalam lubang
yang mereka gali dari cinta
pandangan pertama.
Mimpi Baju Ada yang Meminjam
“Setiap Kang Wasta selesai memakai baju,
ia menaruhnya kembali dalam lemariyang
dibeli dari hasil pernikahan kami.”
tapi ketika malam bukan milikmu, Warjem
ketika lemari dibuka oleh mimpi.
seorang perempuan tak dikenal
meminjamnya lewat tangan suamimu.
“Sini, Kang Wasta! biar aku bersihkan
kesepianmu.
akan aku pel tubuhmu dengan lidahku.
lihat Kang Wasta, sangkarku telah kubuka
untukmu.
masuki aku dari pintu belakang,
sebab di kebun belakang itu aku menanam
rindu.”
Warjem kini terbang ke pelupuk malam
sebab dulu ia disangkar bulan.
bulan yang pernah menemaninya
bersama Wasta.
tapi Warjem yang kini di Taiwan
lupa kapan rindu dikawinkan.
“Kang Wasta, sudah kubilang kunci lemari!
sekalipun dalam mimpi.
aku takut jika lemari terbuka
ada lemari lain yang dikunci.”
tapi sepi tak pernah bisa dikunci
maka hati jangan dibiarkan terbuka.
Kedung Darma Romansha, lahir pada tanggal 25 Februari 1984 di Indramayu, Jawa Barat. Alumni jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY, 2009) serta pascasarjana Ilmu Sastra di Universitas Gajah Mada (UGM, 2017). Sebagai sastrawan, karya-karyanya dipublikasikan di pelbagai media massa, baik lokal maupun nasional serta antologi bersama. Ia juga aktif dalam seni peran, teater dan film. Pada Agustus 2018, bersama Saturday Acting Club diundang oleh Asia Theatre Directors Festival TOGA, Toyama, Jepang, membawakan “The Decision” karya Bertold Brecht. Novelnya “Kelir Slindet” merupakan buku pertama dari dwilogi Slindet/Telembuk (2014), dinobatkan karya terbaik Tabloid Nyata. Novel keduanya “Telembuk, Dangdut dan Kisah Cinta yang Keparat,” masuk short list Kusala Sastra Khatulistiwa 2017, serta menjadi buku yang direkomendasikan majalah Tempo kategori prosa, 2017. Novel itu juga salah satu yang terpilih dalam Market Focus, London Book Fair (Komite Buku Nasional, 2019). Dua buku puisinya, “Uterus” (2015), dan “masa lalu terjatuh ke dalam senyumanmu” (Rumah Buku, 2018). Yang segera terbit, buku kumcer perdananya “Rab(b)i”, dikonsep tidak seperti kumcer pada umumnya. Ia mengelola gerakan literasi di Indramayu, Jamiyah Telembukiyah, yang beberapa anggotanya terlibat dalam gerakan literasi jalanan, penyuluhan, dan pendataan terhadap Pekerja Seks Komersial di Indramayu. Anggota yang lain terlibat dalam gerakan sastra dan budaya di Indramayu. Program ini atas kerjasama dengan Universitas Wiralodra, telah mengundang beberapa sastrawan dalam negeri dan luar negeri, di antaranya Joko Pinurbo, Katrin Bandel, Afrizal Malna, Sosiawan Leak, dan Mubalmaddin Shaiddin dari Malaysia. Ia juga mengelola komunitas Rumah Kami/Rumah Buku di Yogyakarta.
https://klipingsastra.com/id/puisi/2017/04/minta-disangkar-tubuhmu-cincin-kawin.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar