amingaminoedhin.blogspot.com, 7 Okt 2008
Awal Menulis Puisi
Dalam hal menulis karya sastra, saya, selain lingkungan keluarga yang sangat mendukung, karena banyaknya yang suka membaca dan menulis, juga karena aktivitas di sekolah. Sewaktu di sekolah tingkat SMAN Ngawi (1974-1976), saya aktif ikut membuat majalah dinding. Selain aktif sebagai penulis majalah dinding, beberapa karyaku berupa puisi, saya kirimkan ke berbagai majalah di Jakarta.
Pada awalnya saya hanya coba-coba-coba mengirimkan puisi-puisi, tanpa punya mimpi-mimpi. Apa lagi mimpi jadi seorang penyair. Tidak! Saya tidak punya impian itu. Bahkan pada awalnya saya mimpi masuk fakultas pertanian, biar jadi insinyur pertanian. Hanya sayangnya, ketika naik ke kelas dua SMA, saya masuk jurusan SOS atau sosial. Pupuslah harapan saya untuk kuliah di fakultas pertanian.
Berangkat dari jurusan SOS, yang mana teman-teman se-angkatan saya (Puguh Kadaryono, Widodo, Pitoyo, IGA Oka Kusumahadi) sering mengakronimkan sebagai ‘sekolah orang santai’ itulah, yang kemudian menjadikan saya sekolah seenaknya, alias suka pulang pagi sebelum jam pelajaran diakhiri.
Dari awal coba-coba kirim puisi itulah, salah satu puisiku, termuat di Majalah TOP Jakarta, tahun 1975, dan ini merupakan karya puisi pertama dimuat di sebuah majalah. Pada waktu itu, masih kelas II SMA, dan masih menggunakan nama asli Moh Amir Tohar. Dari majalah tersebut, saya mendapatkan honorarium penulisan melalui wesel yang dikirimkan ke sekolah, SMAN Ngawi. Lantas honorarium yang sebesar Rp750,00 (Tujuh Ratus Lima Puluh Rupiah) itulah, yang kemudian untuk mentraktir teman-teman saya sekelas. Berangkat dari sinilah, saya dijuluki teman-teman sekelas, sebagai penyair. Puisi saya yang termuat tersebut berjudul:
BENDERA
merah
putih
biru
hilang paling bawah
Indonesiaku
Ngawi, 1975
Pada waktu puisi itu termuat, nama Aming belum saya gunakan, tapi masih menggunakan nama aslinya Moh. Amir Tohar. Ketika itu masih berada di kota kelahiran, Ngawi, aktif kegiatan remaja masjid dan teater. Dunia bermain teater pernah mengantarkan saya jadi juara, sebagai aktor terbaik Lomba Drama se-Jawa Timur 1983 di Surabaya, dari kelompok Teater Persada Ngawi, pimpinan Mh. Iskan. Melalui komunitas Teater Persada inilah yang kemudian memberikan banyak masukan inspirasi dalam berkarya sastra, utamanya menulis puisi dan bermain drama.
Selepas lulus SMAN Ngawi, saya melanjutkan ke Fakultas Sastra – Universitas Sebelas Maret Surakarta, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Sewaktu kuliah di Fakultas Sastra inilah, saya berkompetisi menulis karya sastra dengan Wieranta (sekarang: Dosen Sastra Universitas Sebelas Maret Surakarta), Junaidi HS (sekarang: Guru SMAN 2 Ngawi), Kristanto Agus Purnomo atau Kriapur (almarhum), Moh. Imam Thobroni, Tito Setyo Budhi (sekarang: pengusaha di Sragen), Dedek Witranto, Bambang AeRTe, Anas Yusuf, Dedet Setiadi, dan Juhardi Basri. Tiga nama yang terakhir adalah generasi di bawah saya, sewaktu kuliah di Fakultas Sastra Sebelas Maret. Mereka bertiga teman berkompetitif antarmahasiswa dalam hal menulis di Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret di Surakarta.
Selain itu, ada juga nama-nama: Jil P. Kalaran, Akhudiat, Sirikit Syah, Tengsoe Tjahjono, Redi Panuju, Herry Lamongan, Surasono Rashar, Tan Tjin Siong, Zoya Herawati, Roesdi-Zaki, Pudwianto Arisanto, Shoim Anwar, Suhandayana, Tubagus Hidayathollah (almarhum), dan banyak lagi; yang merupakan teman-teman segenarasi dalam hal menulis karya sastra, ketika saya berada di Surabaya. Menulis sastra, khususnya puisi, seakan tanpa henti. Bahkan membuat pentas-pentas sastra, termasuk Malam Sastra Surabaya, baca puisi di DKS, IKIP Ketintang, dan Taman Budaya.
Prinsip Menulis Sastra
Bagi saya menulis sastra, khususnya puisi, seperti halnya menuliskan ‘wejangan’ atau ‘pitutur’ bagi pembacanya. Artinya, bahwa saya menulis puisi bermaksud menyalurkan pikiran-pikiran/ide-ide kreatif saya tentang bagaimanakah seseorang tersebut bisa berbuat baik, setelah membaca puisi itu. Tidak hanya wejangan dan pitutur atau petuah saja, tapi juga terkadang berisi kritik, agar manusia tergelitik dengan kesalahan yang ada dalam dirinya selama ini.
Menulis sastra puisi, bagi saya juga merupakan ibadah. Karena banyak puisi saya yang bicara soal tentang kebenaran nyata yang ada di dunia ini. Baik itu kebenaran yang berdasarkan Qur’ani atau pun hukum/norma sosial kemasyarakatan yang ada selama ini. Coba kita baca saja puisi-puisi berikut ini:
aming aminoedhin
BERJAMAAH DI PLAZA
kata seorang kyai, belajar ngaji
adalah amalan yang patut dipuji
dan sholat berjamaah
dapat pahala berkah
berlipat-lipat jumlah
tapi kenapa banyak orang
belajar nyanyi, belajar tari
dan baca puisi?
tapi kenapa banyak orang berjamaah
hanya di plaza-plaza
hamburkan uang berjuta-juta?
adakah ini dapat dipuji, dan
adakah plaza menyimpan pahala
berlipat ganda?
ah… barangkali saja, plaza-plaza
telah jadi berhala baru
yang dipoles gincu
begitu indah
dan banyak orang ikut berjamaah
Surabaya, 1992
aming aminoedhin
SURABAYA I*
pasar kini telah berubah di sini
pasar adalah lampu-lampu iklan
di mana dagangan ditawarkan
lewat lampu-lampu iklan
yang gemerlap tinggi mencuat
aku hanya bisa nelangsa menatap
orang-orang dimuntahkan oleh bis-kota
dan plaza-plaza bertingkat, dan
di kemudian hari ditelan kembali
dengan jumlah dan hitungan kian sarat
plaza-plaza bertingkat
kian semakin padat pengunjung
rumah-rumah ibadat
semakin kehilangan juntrung
oleh pengunjung
lupakah mereka?
Itulah soalnya aku bertanya
Surabaya, 1986
aming aminoedhin
LARUT MALAM SURABAYA*
mobil-mobil yang lintas jalan layang
seakan terbang tanpa sayap
lampu-lampu jalan layang
berjejer diam menyimpan penyap
bunga-bunga taman mayangkara
tidaklah terhitung lengkap
rumput-rumputnya hijau meluas
tanpa ada tersisa sampah-sampah membekas
dan pohonan hias menyejuk mata
di antaranya terselip cahaya
lampu-lampu merkuri menebar asri
lampu-lampu kota warna-warni
lampu-lampu mobil tak mau mati
kota tiada mau diam, meski jam
telah sampai larut malam
kota ini adalah buaya, yang
menelan segala perangkat teknologi
teknologi abad ini, tanpa
terseleksi (diseleksi?)
1989
aming aminoedhin
EMBONG MALANG*
menelusuri jalan embong malang sianghari
terasa jalanan mengambang kebak polusi
kendaraan mengali satu arah
keringatku mencair begitu gerah
memandang selatan jalan embong malang
terasa diriku hilang ditelan gedung menjulang
engkaukah yang telah mengubah
wajah kota begitu gagah
atau mungkin menyulap kota tampak begitu gagah
sementara di beberapa tempat
banyak orang mengumpat
soal pendapatan upah buruh taklagi diterima utuh
soal rumah leluhur menuimpan arsitektur lama
dengan pongah digusur-gusur, kota lama
seperti telah dikubur
embong malang jalan satu arah
tak memberi satu arah, bagi
arti kehidupan tanpa jurang pemisah
antara yang mewah dan lainnya berdarah
atau mungkin bernanah?
Surabaya, 1996
Kota Surabaya, merupakan kota ketiga saya dalam berkiprah menulis karya sastra. Sebab kota pertama dalam mengawali menulis puisi adalah Ngawi; yang merupakan kota kelahiran. Kota kedua adalah Surakarta, ketika saya menimba ilmu sastra di sana. Lantas di kota Surabaya, saya tidak hanya berkiprah dalam dunia tulis-menulis saja, tapi juga pernah menjadi Pengurus Dewan Kesenian Surabaya, Biro Sastra (1990-an), Koordinator Forum Apresiasi Sastra Surabaya (FASS) di PPIA Surabaya (1986-1990-an), Koordinator Himpunan Penulis Pengarang dan Penyair Nusantara (HP3N) Jawa Timur (1987-1990-an), dan Ketua Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) (Forum Sastra Bersama Surabaya).
Ketika berada di kota budaya, Surakarta atau Solo itu, banyak puisi saya termuat di majalah “Zaman” dan “Horison”, yang di antaranya adalah:
aming aminoedhin
SURAT DARI BLORA*
Rumah di atas bukit
bukit bukit berenang atas danau
jembatan kayu gantung menyeberang
dedaun merimbun, jalanan
membelah pohon-pohon
sebelas kilo utara kota
menapak tiga kilo langkah kaki
rumah di atas bukit
Sepi menggasing tanpa tv tanpa polusi
fajar menyingsing ceria mentari
langit jingga berselendang senja
kaki pertama perempuan mandi danau
alam menyapa rembang petang
duka yang kemarin ada
kau tangkap sebentuk sepi
peronda tak kunjung bersuara
kokok ayam tak juga-juga tiba
malam pun enggan menggeliat
hari-hari berlanjut kecut
duka, sepi dan malam kaucampakkan
Sore puluhan putih burung mengepak sayap senja itik berbaris riang pulang kandang
malam perahu di danau, ikan dalam bubu mati udang-udang danau kaucari
Bulan berenang di danau, sendiri
kaudayung perahu arah bulan
bulan pecah, kembali tergantung di awan
sepi mengangkat muka
engkau menatap akrab
sawah meninggi, kali di bawah kaki sawah
air kali tanpa kincir air
sawah kehausan, bak
bulan tanpa malam
siang tanpa mentari
saat waktu lusa kau terlena malam
hari ini bulan masih tersisa, jangan tunda perempuan selalu dihadang waktu
kunci yang kaubawa
kan berkarat nanti
air bagi sawah
malam bagi bulan
mentari bagi siang
adalah kunci-kunci manusiawi
Solo, 1981
Hidup di kota Surabaya inilah yang kemudian saya banyak menulis tentang kota Surabaya, dari persoalan kritik, sosial, dan bahkan kegelisahannya menatap kota metropolitan kedua Indonesia ini. Puisi-puisi saya banyak yang memotret keberadaan kota Surabaya tersebut.
Coba kita simak puisi berikut ini:
SURABAYA AJARI AKU TENTANG BENAR
aming aminoedhin
Surabaya, ajari aku bicara apa adanya
Tanpa harus pandai menjilat apa lagi berlaku bejat
Menebar maksiat dengan topeng-topeng lampu gemerlap
Ajari aku tidak angkuh
Apa lagi memaksa kehendak bersikukuh
Hanya lantaran sebentuk kursi yang kian lama kian rapuh
Surabaya, ajari aku bicara apa adanya
jangan ajari aku gampang lupa gampang berdusta
jangan pula ajari aku dan warga kota, naik meja
seperti orang-orang dewan di Jakarta
Surabaya, ajari aku jadi wakil rakyat
lebih banyak menimang dan menimbang hati nurani
membuat kata putus benar-benar manusiawi
menjalankan program dengan kendaraan nurani hati
Surabaya ajari aku. Ajari aku
Ajari aku jadi wakil rakyat dan pejabat
tanpa harus berebut, apa lagi saling sikut
yang berujung rakyat kian melarat kian kesrakat
menatap hidup kian jumpalitan di ujung abad
tanpa ada ujung. tanpa ada juntrung
Surabaya memang boleh berdandan
Bila malam lampu-lampu iklan warna-warni
Siang, jalanan tertib kendaraan berpolusi
Senja meremang, mentarinya seindah pagi
Di antara gedung tua dan Tugu Pahlawan kita
Surabaya ajari aku. Ajari aku bicara apa adanya
Sebab suara rakyat adalah suara Tuhan
Kau harus kian sadar bahwa berkata harus benar
Dan suara rakyat adalah suara kebenaran
Tak terbantahkan. Tak terbantahkan!
Surabaya ajari aku tentang benar. Tentang benar!
Surabaya, 21 November 2005
Saya juga merupakan penggagas adanya Malam Sastra Surabaya atau lebih dikenal dengan singkatan Malsasa, sejak tahun 1989-an hingga terakhir menggelar pada tahun 2007. Penggagas pula acara baca puisi peduli “Perang Irak” di Taman Budaya Jawa Timur, pentas seni kemanusiaan “Duka Aceh Duka Bersama” di Taman Budaya Jawa Timur. Terakhir, saya punya ide “baca puisi masuk teve”, lantas bulannya pas bulan Ramadhan, maka ide saya gelontorkan ke Imung Mulyanto yang kini jadi juragannya “Arek Teve – Surabaya Raya”. Ide itu ditangkap, lantas saya disuruh koordinir rekan-rekan penyair. Ternyata bisa! Rekaman dari habis tarawih hingga hampir imsak, jadilah rekaman itu dalam tiga episode, bertajuk “Tadarus Puisi”. Tidak hanya penyair dan penggurit yang tampil, ada juga KPJ (Kelompok Penyanyi Jalanan) Surabaya, pimpinan Bokir Surogenggong.
Sebagai penulis puisi, saya pernah ikut temu penyair jateng di Semarang (1983), temu penyair indonesia di Taman Ismail Marzuki Jakarta (1987), dan ikut memberikan pelatihan menulis dan baca puisi di berbagai kota di Jawa Tmur, antara lain: Batu, Lamongan, Madiun, Mojokerto, Lumajang, Banyuwangi, Tulungagung, Blitar, Probolinggo, dan banyak lagi kota.
Karya puisi saya banyak dimuat di koran dan majalah lokal dan ibu kota, antara lain: Surabaya Post, Berita Buana, Republika, Singgalang, Sriwijaya Post, Banjarmasin Post, Pikiran Rakyat, Kedaulatan Rakyat, Suara Merdeka, Bali Post dan banyak lagi. Sedang majalah yang memuat puisinya antara lain: Gadis, Putera dan Puteri Indonesia, Pusara, Bende, Media, Zaman, Majalah Sastra Horison, dan Majalah Kebudayaan Basis.
Kumpulan puisinya bersama rekan penyair lain, di antaranya: Husst, Nyenyet, Wajah Bertiga, Reportase Sunyi, Pagelaran, Malsasa ‘92, ‘94, ‘96, 2000, 2005, 2007; Surabaya Kotaku, Burung-Burung, Memo Putih, Tanah Kapur, Tanah Rengkah, Semangat Tanjung Perak, Kabar Saka Bendul Mrisi, Drona Gugat, dan banyak lagi. Kumpulan puisinya sendiri: Berjamaah di Plaza, Mataku Mata Ikan, Embong Malang, Kereta Puisi, dan Sketsa Malam. Kumpulan geguritan Tanpa Mripat, dan kumpulan sajak anak-anak ‘Sajak Kunang-Kunang dan Kupu-Kupu’, ” “Memutih Putih Begitu Jernih” (2008),
Sekarang aktif di PPSJS (Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya), Forasamo (Forum Apresiasi Sastra Mojokerto), Ketua FSBS (Forum Sastra Bersama Surabaya), ikut jadi motivator ARS (Alam Ruang Sastra) Komunitas Sastra Sidoarjo, dan kini masih bekerja di Balai Bahasa Surabaya di Sidoarjo.
Buku kumpulan puisi garapan Aming Aminoedhin:
Semangat Tanjung Perak, (editor, 1992).
Surabaya Kotaku (editor, Dewan Kesenian Surabaya, 1990).
Malsasa ’91 (editor, Dewan Kesenian Surabaya & Sufo, 1991)
Malsasa ’92 (editor, Penerbit Sintarlistra, 1992)
Malsasa ’94 (editor, Biro Sastra Dewan Kesenian Surabaya, 1994)
Bunga Rampai Bunga Pinggiran (editor, antologi puisi, 1995)
Malsasa ’96 (editor, Dewan Kesenian Surabaya, 1996)
Malsasa 2000 (editor, Balai Bahasa Surabaya, 2000).
Berjamaah di Plaza (kumpulan puisi, Mandiri Press Mojokerto, 2000).
Omonga Apa Wae (editor kumpulan puisi, Taman Budaya Jawa Timur, 2000)
Tanah Persada (editor, Teater Persada Ngawi, 1983)
Tanah Kapur (editor, Komunitas Teater Persada Ngawi, 1990)
Tanah Rengkah (editor, Komunitas Teater Persada Ngawi, 1997)
Mataku Mata Ikan (kumpulan puisi, DKJT, 2004).
Embong Malang ( kumpulan puisi, proses cetakan, 2005)
Sketsa Malam (kumpulan puisi, dalam proses, 2000)
Kereta Puisi (kumpulan puisi, Dewan Kesenian Surabaya, 1990)
Wajah Bertiga (editor, Sintarlistra Surabaya, 1987).
Burung-Burung (editor, Sintarlistra Surabaya, 1990)
Tanpa Mripat, kumpulan guritan (FSBS, 2005)
Malsasa 2005 (editor, kumpulan puisi bersama FSBS, 2005)
Surabaya 714, Malsasa 2007 (editor, kumpulan puisi bersama FSBS, 2007)
Sajak Kunang-Kunang dan Kupu-Kupu, kumpulan sajak anak-anak (FSBS. 2008)
MEmutih Putih Begitu Jernih, kumpulan sajak – dalam proses cetakan(FSBS, 2008)
Trilogi Tanah, dalam tahap proses cetak (2008)
Memutih Putih Begitu Jernih, dalam tahap proses cetak (2008)
Latar Belakang Keluarga
Aming Aminoedhin, adalah nama samaran dari nama asli Mohammad Amir Tohar. Lahir di Ngawi, 22 Desember 1957. Ayah saya seorang guru agama Islam di sebuah SMPN, ibu pun juga seorang guru SDN Ronggowarsito 2 Ngawi. Ayah bernama A.H. Aminoedhin (lahir tahun 1918), sementara ibu bernama Soeparijem (lahir tahun 1925).
Saya adalah anak kelima dari delapan bersaudara. Dari kedelapan saudara ini, kakaknya nomor dua, bernama M. Har Harijadi, juga seorang penulis, baik cerpen, puisi, cerita anak, dan esai (wafat: 27 September 2007). Begitu pula kakak saya nomor empat, bernama Yulia Amirulfata (samaran: Lia Aminoedhin), juga seorang penulis puisi (tidak diteruskan karena sudah disibukkan jadi guru SMP Muhammadiyah di Yogya dan bersuami). Sedangkan dua adik perempuan, Ummi Hanifah Hariyani (samaran: Yani Aminoedhin) dan Ummi Mukharomah Hariyanti (guru SMAN 2 Ngawi), sebenarnya juga menulis; hanya saja tidak diteruskan bakat menulisnya, karena sibuk pekerjaan dan rumah tangga. Secara keseluruhan saudara saya: Ummi Haniek,B.A. (guru SMPN 5 Ngawi), M.Harijadi(almarhum), M. Anies Harijono (TU SMK Muhammadiyah Ngawi), Yulia Amirulfata (Guru SMP Muhammadiyah, Stan, Sleman, Yogyakarta), M. Amir Tohar (alias Aming Aminoedhin), Ummi Hanifah Hariyani (Bu Kadus Krapyak – Yogyakarta), Ummi Mukharomah Hariyanti (Guru SMAN 2 Ngawi), dan M. Yusuf Arsyad (usaha travel di Yogya).
Bakat menulis saya berangkat dari lingkungan keluarga yang banyak menulis, seperti kakak-kakak dan adik-adik. Termasuk pula di antaranya, paman saya seorang sastrawan yang merupakan salah satu tokoh Angkatan ’66 versi HB Jassin, bernama M. Alwan Tafsiri. Begitu pula tetangganya ada juga seorang penulis naskah drama dan puisi, Mh. Iskan.
Istri saya bernama Sulistyani Uran. Mantan seorang perawat RS Darmo Surabaya, kelahiran Kediri, 27 September 1963. Bersama istri, saya mempunyai 4 anak, yaitu Ade Malsasa Akbar (Surabaya, 02-12-1992, laki-laki), Tegar Kartika Akbar (Surabaya, 10-07-1994, laki-laki), Amri Perkasa Akbar (Mojokerto, 30-08-2000, laki-laki), Mira Aulia Alamanda (Mojokerto, 02-04-2003, perempuan).
Latar Belakang Pendidikan
Pendidikan yang pernah saya tempuh adalah: TK Muhammadiyah Ngawi (1968-1969), SDN Ronggowarsito 2 Ngawi (lulus 1970), SMPN 1 Ngawi (lulus 1973), SMAN Ngawi, Jurusan Sosial (lulus 1976).
Selepas pendidikan SD dan SMA, melanjutkan ke Fakultas Sastra, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Sebelas Maret Surakarta (masuk kuliah tahun 1977). Lulus sarjana muda dengan gelar B.A. pada tahun 1982. Sebelum sarjana muda diraih, ia sempat kuliah D-III satu tahun, pada pada jurusan yang sama, fakultas keguruan di universitas yang sama, dengan mendapatkan ijazah Diploma dan Akta III, pada tahun 1981. Setelah itu melanjutkan kembali tingkat dotoralnya di fakultas sastra jurusan yang sama, dengan meraih sarjana sastra, jurusan bahasa dan sastra Indonesia dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, pada tahun 1987.
Latar Belakang Pekerjaan
Selepas kuliah dengan mendapat gelar sarjana muda, Aming Aminoedhin pulang ke kampung halamannya di Ngawi. Selama setahun saya sempat mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP PGRI 1 Ngawi.
Sewaktu masih kuliah pernah bekerja sebagai wartawan lepas di berbagai koran di Semarang, Surabaya, dan Jakarta. Pernah juga staf redaksi koran kampus ‘Sebelas Maret’ di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Menjadi PNS di Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur sejak tahun 1984. Bekerja di Sub Bagian Penerangan, Bagian Tata Usaha, pada bidang penerbitan majalah bulanan “Media” sebagai pemimpin redaksi. Pernah juga ikut membidani dan mengelola keredaksionalan “Tabloid Bekal” koran pelajar Jawa Timur, yang diprakarsai Harian Surabaya Post dan Kanwil Depdikbud Jawa Timur. Ikut pula menjadi Redaksi Majalah Kebudayaan Kalimas di Surabaya, lantas termasuk ikut dalam Staf Redaksi Buletin DKS (Dewan Kesenian Surabaya), serta Majalah Memorida Kanwil Depdikbud Jawa Timur.
Dalam bidang seni dan budaya, saya, pernah jadi koordinator Forum Apresiasi Sastra Surabaya (FASS), Himpunan Penulis, Pengarang dan Penyair Nusantara (HP3N) Jawa Timur, dan Forum Apresiasi Sastra Mojokerto (Forasamo). Menjadi pengurus Dewan Kesenian Surabaya, Biro Sastra (1990-an), Sekretaris Dewan Kesenian Kabupaten Mojokerto (2004- sekarang). Periode tahun 1995- sekarang masih jadi pengurus Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya (PPSJS). Dalam PPSJS, ia membidani terbitnya “Teplok-Dluwangwarta PPSJS” sebagai pemimpin redaksi. Saya juga pernah dikirim dalam Pertemuan Sastrawan Nusantara XII di Singapura, mewakili Jawa Timur (2003).
Jabatan yang masih diemban sampai sekarang Ketua FSBS (Forum Sastra Bersama Surabaya) yang telah dua kali penyelenggara pentas Malam Sastra Surabaya (2005-2007).
Sejak tahun 2000, saya, mutasi pekerjaan dari Kanwil Depdikbud Jawa Timur ke Balai Bahasa Surabaya, sebagai kandidat peneliti bahasa dan sastra Indonesia dan Jawa. Karena saya menganggap lebih cocok pada bidang penulisan dan penelitian, sesuai dengan ijazah sarjana sastra saya. Pada waktu itu, 2005, ia telah mengajukan jabatan fungsional sebagai peneliti ke Pusat Bahasa di Jakarta. Tapi hingga sekarang tak pernah turun jabatan fungsional sebagai peneliti. (Konon, umurnya terlalu tua jadi peneliti, ya,,, mau apa? Ya sudah, jadi penyair saja).
Ini hanya sebagian proses kreatif yang bisa saya tulis dengan tergesa-gesa, semoga besok-besok bisa mengedit lebih baik lagi. Salam budaya!
Desaku Canggu, 7 Oktober 2008
* termuat di Majalah Basis Yogyakarta, Agustus 1989
* termuat di Majalah Basis Yogyakarta, Agustus 1989
* termuat di Koran Memorandum – Surabaya, 30 Juni 1996
* dimuat di majalah Zaman Jakarta, 27 Desember 1981.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar