Sabtu, 23 Maret 2013

Perempuan dalam Dunia Kakawin, Perkawinan dan Seksualitas

Judul Buku : Perempuan dalam Dunia Kakawin, Perkawinan dan Seksualitas di Istana Indic Jawa dan Bali
Penulis : Helen Creese
Tebal : xiv + 316 hlm
Penerbit : Pustaka Larasan, Juni 2012
Penerjemah : Ida Bagus Putra Yadnya
Penyunting : I Nyoman Darma Putra
Peresensi : IDG Windhu Sancaya *
Bali Post, 24 Des 2012
Cinta dan Seksualitas dalam Dunia Kakawin

ADAKAH di antara kita yang tahu betul tentang apa itu kakawin dan dunia kakawin? Apa hubungannya dengan dunia perempuan serta bagaimanakah kehidupan cinta dan seksualitas perempuan dilukiskan di dalamnya? Apakah makna ungkapan alegoris cinta dan seksualitas dalam sastra kakawin? Buku yang merupakan terjemahan dari disertasi Helen Creese ini barangkali dapat menjawab sebagian dari pertanyaan-pertanyaan itu dengan baik. Namun bagaimanapun Helen Creese mencoba memahami cinta dan seksualitas dalam dunia kakawin dari perspektif dunia Barat tentang romantisme, sebagaimana diungkapkan pada halaman 1 dan 2 buku ini. Selain itu buku ini juga lebih menekankan aspek tekstual dan sosio-historis, bukan dari sudut pandang religio-poetae. “Kajian ini mencoba menjelajahi korpus kakawin sebagai sebuah sumber sejarah sosial dan budaya kerajaan Indic, dan mempertimbangkan masalah gender dalam teks, bukan saja karena kakawin mendukung kajian tersebut tetapi juga karena kajian seperti ini belum pernah dilakukan”, jelas Helen Creese.

Studi Jawa Kuna

Helen Creese kini adalah guru besar di School of Languages and Comparative Cultural Studies, Universitas Queensland, Brisbane, Australia. Ia adalah murid dari Prof. Dr. S. Supomo dalam studi bahasa dan sastra Jawa Kuna. Ketekunannya dalam studi sastra Jawa Kuna telah membawanya pada pemahaman dan penguasaan yang komprehensif dan mendalam tentang sastra Jawa Kuna, khususnya tentang karya-karya sastra Jawa Kuna yang diciptakan di Bali pasca Majapahit. Helen Creese berhasil menginventarisasikan lebih dari 150 karya sastra kakawin yang secara garis besar dapat digolongkan ke dalam jenis kakawin yang sebagian besar ditulis antara abad ke-17 hingga abad ke-20 di Bali dan Lombok. Sementara kakawin yang berasal dari periode abad ke-9 sampai ke-15 tercatat hanya sekitar 15 kakawin, yang ditulis di Jawa dan digolongkan sebagai kakawin mayor.

“Helen Creese dikenal secara internasional atas kajiannya tentang sastra Jawa dan Bali dari masa permulaan,” demikian komentar Barbara Watson Andaya, koleganya dari University of Hawaii. Anthony Reid seorang sejarawan di Asia Research Institute, Singapore, menambahkan, “Helen Creese adalah ahli sastra Jawa Kuna yang telah memberikan deskripsi yang kaya yang tidak pernah ada sebelumnya”. Komentar Anthony Reid tidaklah berlebihan, karena setelah P.J. Zoetmulder menulis buku “Kalangwan, A survey of Old Javanese Literature tahun 1974/1985”, belum ada lagi buku yang membicarakan sastra Jawa Kuna secara komprehensif, sampai terbitnya buku ini dalam edisi bahasa Inggris berjudul “Women in the Kakawin World, Marriage and Sexuality in the Indic Courts of Java and Bali” (1995) dan edisi bahasa Indonesia berjudul “Perempuan dalam Dunia Kakawin, Perkawinan dan Seksualitas di Istana Indic Jawa dan Bali” (2012). Sampai saat ini Helen Creese masih tetap menekuni studi sastra Jawa Kuna, meskipun di mana-mana minat ilmiah terhadap bahasa dan sastra Jawa Kuna kian menurun dari waktu ke waktu, baik di Belanda, Australia, maupun di Indonesia sendiri.

Di Bali sastra kakawin yang berasal dari Jawa ini masih hidup dan sangat fungsional dalam masyarakat Bali. Sampai saat ini sastra yang menggunakan dasar kavya India ini masih diciptakan, ditulis kembali, diapresiasi dengan baik di sejumlah desa terpencil Bali, baik sebagai bentuk penghayatan estetik maupun sebagai sumber nilai didaktik, filosofis dan religius.

Buku “Perempuan dalam Kakawin…” ini terdiri dari 7 bab. Perhatian utama buku ini adalah tentang pengalaman-pengalaman para wanita dalam dunia istana, sebagai mana dilukiskan dalam dunia kakawin. Perhatiannya terutama difokuskan pada kehidupan putra-putri bangsawan dan lingkungan pelayan serta para dayang yang bertempat tinggal di pusat kerajaan yang dijadikan sebagai setting cerita. Secara keseluruhan buku ini menjelaskan gaya hidup dan kegiatan sehari-hari para wanita kraton, dari awal kebangkitan dan tumbuhnya kesadaran seksual melalui proses hubungan romantic dari masa pacaran, perkawinan, dan penyaluran hasrat seksual (Bab 2). Di dalamnya juga diungkapkan tentang bentuk-bentuk kontrak perkawinan serta pentingnya persekutuan politik dan hubungan kekerabatan dalam memilih pasangan hidup (Bab 3), pendeskripsian berbagai upacara dan pesta perkawinan atas terlaksananya perkawinan yang melibatkan kerabat istana (Bab 4), serta sahnya sebuah perkawinan secara hukum dan konsep tentang seksualitas (Bab 5). Satu hal yang juga menjadi catatab penting Helen Creese adalah tentang nasib tragis yang dialami para wanita istana tatkala suami mereka meninggal dunia. Para wanita tersebut harus melakukan satya (sati) – menceburkan diri ke dalam api kremasi, atau mereka harus mengasingkan diri dari masyarakat untuk hidup sebagai pertapa (Bab 6).

Dunia Kakawin

Kakawin adalah satu bentuk atau jenis sastra yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuna. Bagi masyarakat Bali jenis sastra ini bukan merupakan sesuatu yang asing. Dalam setiap kegiatan mabebasan, naskah kakawin biasanya selalu tersedia untuk dibaca dan diterjemahkan secara bersama-sama. Aktivitas mabebasan di Bali ini diakui oleh A. Teeuw sebagai tradisi ilmiah pra-modern yang unggul. Kakawin merupakan salah satu jenis sastra yang paling kuna yang dikenal di Indonesia dan merupakan tradisi sastra yang paling bertahan hidup di Asia Tenggara. Kakawin Ramayana sebagai karya yang paling tua dari jenis ini ditulis pada pertengahan abad ke-9. Sementara di Bali tradisi kakawin yang disponsori oleh istana berkembang sampai abad ke-19. Tetapi apakah dunia kakawin itu sesungguhnya, barangkali tidak banyak menjadi pembahasan para anggota sekaa santi di Bali.

“Dunia kakawin adalah dunia yang penuh dengan warna aktivitas, dunia kemewahan dan kesenangan,” demikian Helen Creese menggambarkan dalam Bab 2 bukunya ini. Namun lebih tajam lagi Helen menggambarkan dunia kakawin sebagai sebuah dinamika kehidupan yang ditandai oleh perayaan siklus hidup dan pertunjukan arak-arakan megah, festival keagamaan dan pesta, rapat-rapat pemikiran tinggi tentang strategi diplomatik dan militer, persekutuan dan kontrak politik, perang dan penaklukan, dan yang paling penting adalah ihwal istana dan cinta. Mengenai ihwal istana dan cinta ini Helen lebih lanjut mengatakan, “Kakawin adalah sebuah dunia yang dihuni oleh para raja dan ratu, putra dan putri mahkota, serta mereka yang melayaninya, seperti para pendeta, petinggi istana, petinggi militer, dan pelayan wanita dari berbagai pangkat”. Demikianlah perspektif etik Helen Creese melihat dunia kakawin.

P.J. Zoetmulder (1985) lebih memandang kakawin sebagai suatu suatu yantra. Yantra adalah jalan yang dipakai oleh seorang yogi (praktisi yoga) untuk mencapai tujuan yoganya. Yantra itu merupakan sarana sejauh itu berguna sebagai obyek untuk memusatkan panca indra dan batinnya, tetapi sekaligus juga dapat menerima turunnya sang Dewa yang dipuja (ista dewata). Pemahaman konsep yoga akan membantu kita guna mencapai suatu pengertian yang lebih baik mengenai yoga literer. Oleh sebab itu syair (kakawin) menduduki tempat sentral dalam religio poetae, dalam apa yang lebih tepat disebut sebagai yoga seorang kawi.

Dunia Perempuan, Cinta dan Seksualitas

Kakawin melambangkan pujian umum terhadap kekuasaan istana dan capaian hegemoni melalui kemenangan dalam perang dan persekutuan lewat perkawinan. Wanita yang digambarkan dalam kakawin, setidaknya yang diceritakan dalam karya-karya epik kakawin yang didukung oleh istana dan masyarakat, merepresentasikan konstruksi yang diidealkan mengenai kaum elite istana yang sebagian besar laki-laki dan berkuasa secara politis.

Helen Creese menjelaskan, di luar tema perkawinan dan persekutuan kerajaan, semua wanita dalam kakawin adalah korban seksualitas. Keberadaan para wanita lebih digambarkan dari sisi seksualitasnya daripada sisi pencapaian spiritualitasnya. Bahkan wanita yang telah menarik diri dari istana untuk mengalami hidup sebagai pertapa digambarkan sama dengan mereka yang tidak menggalakkan kehidupan duniawi, bahkan dalam pertapaan mereka diperkosa sebagai bahan deskripsi puitik, dan untuk meningkat indahnya dunia alami. Para penyair kakawin menggambarkan wanita yang menjalani kehidupan religious serupa dengan menggambarkan wanita belum kawin yang umumnya sebagai makhluk sensual yang membutuhkan kontrol seorang laki-laki. Di dalam menggambarkan emosi dan pengaruh cinta, dan bahkan hubungan seksual, para kawi memusatkan perhatian pada perwujudan luar dari emosi jiwa di dalam. Tokoh wanita, tak terkecuali apakah sedang di taman, di kamar pengantin, atau ketika sedang bertempur di medan laga—reaksi mereka (wanita) digambarkan dalam bentuk respond an reaksi fisiknya.

Dalam bukunya ini Helen Creese telah menggambarkan berbagai citra wanita (women images) dalam karya sastra kakawin yang pada umumnya diciptakan oleh laki-laki. Teori feminism critic seperti ini merupakan salah satu pendekatan khas Barat tentang karya sastra. Wanita dalam dunia kakawin sebagian besar digambarkan dalam kaitannya dengan tugas dan kewajiban sosialnya dalam perkawinan dan persekutuan. Sumber-sumber kakawin, menurut Helen Creese, bermanfaat bagi eksplorasi atau pengungkapan konstruksi historis mengenai ide-ide tentang gender. Analisis kakawin dari perspektif gender tidak saja memberikan pemikiran baru dalam ideologi gender pada masa pramodern di Indonesia yang terus bergema dalam praktek-praktek sosial saat ini, juga memungkinkan kakawin dikaji dari perspektif baru. Namun sejauh manakah pendekatan kritik sastra feminis a la Barat ini tepat digunakan untuk memahami sastra kakawin? Itulah persoalannya.

*) IDG Windhu Sancaya, dosen Fakultas Sastra Unud
Dijumput dari: http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaminggu&kid=28&id=72749

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati