Judul Buku : Perempuan dalam Dunia Kakawin, Perkawinan dan Seksualitas di Istana Indic Jawa dan Bali
Penulis : Helen Creese
Tebal : xiv + 316 hlm
Penerbit : Pustaka Larasan, Juni 2012
Penerjemah : Ida Bagus Putra Yadnya
Penyunting : I Nyoman Darma Putra
Peresensi : IDG Windhu Sancaya *
Bali Post, 24 Des 2012
Cinta dan Seksualitas dalam Dunia Kakawin
ADAKAH di antara kita yang tahu betul tentang apa itu kakawin dan dunia kakawin? Apa hubungannya dengan dunia perempuan serta bagaimanakah kehidupan cinta dan seksualitas perempuan dilukiskan di dalamnya? Apakah makna ungkapan alegoris cinta dan seksualitas dalam sastra kakawin? Buku yang merupakan terjemahan dari disertasi Helen Creese ini barangkali dapat menjawab sebagian dari pertanyaan-pertanyaan itu dengan baik. Namun bagaimanapun Helen Creese mencoba memahami cinta dan seksualitas dalam dunia kakawin dari perspektif dunia Barat tentang romantisme, sebagaimana diungkapkan pada halaman 1 dan 2 buku ini. Selain itu buku ini juga lebih menekankan aspek tekstual dan sosio-historis, bukan dari sudut pandang religio-poetae. “Kajian ini mencoba menjelajahi korpus kakawin sebagai sebuah sumber sejarah sosial dan budaya kerajaan Indic, dan mempertimbangkan masalah gender dalam teks, bukan saja karena kakawin mendukung kajian tersebut tetapi juga karena kajian seperti ini belum pernah dilakukan”, jelas Helen Creese.
Studi Jawa Kuna
Helen Creese kini adalah guru besar di School of Languages and Comparative Cultural Studies, Universitas Queensland, Brisbane, Australia. Ia adalah murid dari Prof. Dr. S. Supomo dalam studi bahasa dan sastra Jawa Kuna. Ketekunannya dalam studi sastra Jawa Kuna telah membawanya pada pemahaman dan penguasaan yang komprehensif dan mendalam tentang sastra Jawa Kuna, khususnya tentang karya-karya sastra Jawa Kuna yang diciptakan di Bali pasca Majapahit. Helen Creese berhasil menginventarisasikan lebih dari 150 karya sastra kakawin yang secara garis besar dapat digolongkan ke dalam jenis kakawin yang sebagian besar ditulis antara abad ke-17 hingga abad ke-20 di Bali dan Lombok. Sementara kakawin yang berasal dari periode abad ke-9 sampai ke-15 tercatat hanya sekitar 15 kakawin, yang ditulis di Jawa dan digolongkan sebagai kakawin mayor.
“Helen Creese dikenal secara internasional atas kajiannya tentang sastra Jawa dan Bali dari masa permulaan,” demikian komentar Barbara Watson Andaya, koleganya dari University of Hawaii. Anthony Reid seorang sejarawan di Asia Research Institute, Singapore, menambahkan, “Helen Creese adalah ahli sastra Jawa Kuna yang telah memberikan deskripsi yang kaya yang tidak pernah ada sebelumnya”. Komentar Anthony Reid tidaklah berlebihan, karena setelah P.J. Zoetmulder menulis buku “Kalangwan, A survey of Old Javanese Literature tahun 1974/1985”, belum ada lagi buku yang membicarakan sastra Jawa Kuna secara komprehensif, sampai terbitnya buku ini dalam edisi bahasa Inggris berjudul “Women in the Kakawin World, Marriage and Sexuality in the Indic Courts of Java and Bali” (1995) dan edisi bahasa Indonesia berjudul “Perempuan dalam Dunia Kakawin, Perkawinan dan Seksualitas di Istana Indic Jawa dan Bali” (2012). Sampai saat ini Helen Creese masih tetap menekuni studi sastra Jawa Kuna, meskipun di mana-mana minat ilmiah terhadap bahasa dan sastra Jawa Kuna kian menurun dari waktu ke waktu, baik di Belanda, Australia, maupun di Indonesia sendiri.
Di Bali sastra kakawin yang berasal dari Jawa ini masih hidup dan sangat fungsional dalam masyarakat Bali. Sampai saat ini sastra yang menggunakan dasar kavya India ini masih diciptakan, ditulis kembali, diapresiasi dengan baik di sejumlah desa terpencil Bali, baik sebagai bentuk penghayatan estetik maupun sebagai sumber nilai didaktik, filosofis dan religius.
Buku “Perempuan dalam Kakawin…” ini terdiri dari 7 bab. Perhatian utama buku ini adalah tentang pengalaman-pengalaman para wanita dalam dunia istana, sebagai mana dilukiskan dalam dunia kakawin. Perhatiannya terutama difokuskan pada kehidupan putra-putri bangsawan dan lingkungan pelayan serta para dayang yang bertempat tinggal di pusat kerajaan yang dijadikan sebagai setting cerita. Secara keseluruhan buku ini menjelaskan gaya hidup dan kegiatan sehari-hari para wanita kraton, dari awal kebangkitan dan tumbuhnya kesadaran seksual melalui proses hubungan romantic dari masa pacaran, perkawinan, dan penyaluran hasrat seksual (Bab 2). Di dalamnya juga diungkapkan tentang bentuk-bentuk kontrak perkawinan serta pentingnya persekutuan politik dan hubungan kekerabatan dalam memilih pasangan hidup (Bab 3), pendeskripsian berbagai upacara dan pesta perkawinan atas terlaksananya perkawinan yang melibatkan kerabat istana (Bab 4), serta sahnya sebuah perkawinan secara hukum dan konsep tentang seksualitas (Bab 5). Satu hal yang juga menjadi catatab penting Helen Creese adalah tentang nasib tragis yang dialami para wanita istana tatkala suami mereka meninggal dunia. Para wanita tersebut harus melakukan satya (sati) – menceburkan diri ke dalam api kremasi, atau mereka harus mengasingkan diri dari masyarakat untuk hidup sebagai pertapa (Bab 6).
Dunia Kakawin
Kakawin adalah satu bentuk atau jenis sastra yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuna. Bagi masyarakat Bali jenis sastra ini bukan merupakan sesuatu yang asing. Dalam setiap kegiatan mabebasan, naskah kakawin biasanya selalu tersedia untuk dibaca dan diterjemahkan secara bersama-sama. Aktivitas mabebasan di Bali ini diakui oleh A. Teeuw sebagai tradisi ilmiah pra-modern yang unggul. Kakawin merupakan salah satu jenis sastra yang paling kuna yang dikenal di Indonesia dan merupakan tradisi sastra yang paling bertahan hidup di Asia Tenggara. Kakawin Ramayana sebagai karya yang paling tua dari jenis ini ditulis pada pertengahan abad ke-9. Sementara di Bali tradisi kakawin yang disponsori oleh istana berkembang sampai abad ke-19. Tetapi apakah dunia kakawin itu sesungguhnya, barangkali tidak banyak menjadi pembahasan para anggota sekaa santi di Bali.
“Dunia kakawin adalah dunia yang penuh dengan warna aktivitas, dunia kemewahan dan kesenangan,” demikian Helen Creese menggambarkan dalam Bab 2 bukunya ini. Namun lebih tajam lagi Helen menggambarkan dunia kakawin sebagai sebuah dinamika kehidupan yang ditandai oleh perayaan siklus hidup dan pertunjukan arak-arakan megah, festival keagamaan dan pesta, rapat-rapat pemikiran tinggi tentang strategi diplomatik dan militer, persekutuan dan kontrak politik, perang dan penaklukan, dan yang paling penting adalah ihwal istana dan cinta. Mengenai ihwal istana dan cinta ini Helen lebih lanjut mengatakan, “Kakawin adalah sebuah dunia yang dihuni oleh para raja dan ratu, putra dan putri mahkota, serta mereka yang melayaninya, seperti para pendeta, petinggi istana, petinggi militer, dan pelayan wanita dari berbagai pangkat”. Demikianlah perspektif etik Helen Creese melihat dunia kakawin.
P.J. Zoetmulder (1985) lebih memandang kakawin sebagai suatu suatu yantra. Yantra adalah jalan yang dipakai oleh seorang yogi (praktisi yoga) untuk mencapai tujuan yoganya. Yantra itu merupakan sarana sejauh itu berguna sebagai obyek untuk memusatkan panca indra dan batinnya, tetapi sekaligus juga dapat menerima turunnya sang Dewa yang dipuja (ista dewata). Pemahaman konsep yoga akan membantu kita guna mencapai suatu pengertian yang lebih baik mengenai yoga literer. Oleh sebab itu syair (kakawin) menduduki tempat sentral dalam religio poetae, dalam apa yang lebih tepat disebut sebagai yoga seorang kawi.
Dunia Perempuan, Cinta dan Seksualitas
Kakawin melambangkan pujian umum terhadap kekuasaan istana dan capaian hegemoni melalui kemenangan dalam perang dan persekutuan lewat perkawinan. Wanita yang digambarkan dalam kakawin, setidaknya yang diceritakan dalam karya-karya epik kakawin yang didukung oleh istana dan masyarakat, merepresentasikan konstruksi yang diidealkan mengenai kaum elite istana yang sebagian besar laki-laki dan berkuasa secara politis.
Helen Creese menjelaskan, di luar tema perkawinan dan persekutuan kerajaan, semua wanita dalam kakawin adalah korban seksualitas. Keberadaan para wanita lebih digambarkan dari sisi seksualitasnya daripada sisi pencapaian spiritualitasnya. Bahkan wanita yang telah menarik diri dari istana untuk mengalami hidup sebagai pertapa digambarkan sama dengan mereka yang tidak menggalakkan kehidupan duniawi, bahkan dalam pertapaan mereka diperkosa sebagai bahan deskripsi puitik, dan untuk meningkat indahnya dunia alami. Para penyair kakawin menggambarkan wanita yang menjalani kehidupan religious serupa dengan menggambarkan wanita belum kawin yang umumnya sebagai makhluk sensual yang membutuhkan kontrol seorang laki-laki. Di dalam menggambarkan emosi dan pengaruh cinta, dan bahkan hubungan seksual, para kawi memusatkan perhatian pada perwujudan luar dari emosi jiwa di dalam. Tokoh wanita, tak terkecuali apakah sedang di taman, di kamar pengantin, atau ketika sedang bertempur di medan laga—reaksi mereka (wanita) digambarkan dalam bentuk respond an reaksi fisiknya.
Dalam bukunya ini Helen Creese telah menggambarkan berbagai citra wanita (women images) dalam karya sastra kakawin yang pada umumnya diciptakan oleh laki-laki. Teori feminism critic seperti ini merupakan salah satu pendekatan khas Barat tentang karya sastra. Wanita dalam dunia kakawin sebagian besar digambarkan dalam kaitannya dengan tugas dan kewajiban sosialnya dalam perkawinan dan persekutuan. Sumber-sumber kakawin, menurut Helen Creese, bermanfaat bagi eksplorasi atau pengungkapan konstruksi historis mengenai ide-ide tentang gender. Analisis kakawin dari perspektif gender tidak saja memberikan pemikiran baru dalam ideologi gender pada masa pramodern di Indonesia yang terus bergema dalam praktek-praktek sosial saat ini, juga memungkinkan kakawin dikaji dari perspektif baru. Namun sejauh manakah pendekatan kritik sastra feminis a la Barat ini tepat digunakan untuk memahami sastra kakawin? Itulah persoalannya.
*) IDG Windhu Sancaya, dosen Fakultas Sastra Unud
Dijumput dari: http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaminggu&kid=28&id=72749
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel GarcÃa Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar