Sabtu, 04 Agustus 2012

Sastra Indonesia Terkini di Bali dalam Lanskap Nasional dan Global

Riki Dhamparan Putra
http://www.journalbali.com/

Banyak pengamat mengatakan bahwa sastra Indonesia kontemporer di Bali terus mengalami kemajuan semenjak tahun 1980-an. Hal itu tak terlepas dari kerja keras para pejuang sastra yang ada di Bali, baik sebagai individu, komunitas maupun sebagai institusi formal seperti lembaga pendidikan dan lembaga bahasa. Perlu juga kita sebut di sini peran surat kabar lokal yang masih menyediakan halaman sastra.


Hingga akhir tahun 1990-an, peran komunitas sebagai motivator perkembangan sastra kontemporer di Bali masih merupakan yang terutama. Bagi sesiapa yang pernah secara langsung mengalami pergesekan kreatif di daerah ini tentu tahu kalau hampir di semua kota kabupaten di propinsi Bali ada terdapat banyak komunitas komunitas sastra yang tidak pernah lelah menghidupkan iklim kreatif di daerahnya. Mereka ini biasanya militan, hidup secara swadaya dan saling berhubungan satu sama lain melalui sebuah pola sosial alamiah yang populer disebut gradag grudug.

Gradag grudug adalah sebuah istilah yang spontan. Setengah artinya berasal dari spirit budaya komunitas lokal tradisional seperti semangat menyama braya, semangat ngumpul ngumpul, keikhlasan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa dan karena itu setiap kerja kebudayaan juga mengandung nilai spritual di dalamnya. Sementara setengah arti gradag grudug yang lain merupakan perwujudan dari kesadaran atas zaman nan terus berkembang yang pada gilirannya mengisi semangat lokal tradisional itu dengan nilai nilai budaya yang lebih progresif, kompetitif dan egaliter. Berdasarkan pengertian ini tahulah kita, sekalipun gradag grudug tersebut sering diucapkan secara spontan dan terimplementasi sebagai tindakan spontan, ia tidaklah datang tiba tiba tanpa rencana seperti hantu. Sebaliknya, ia adalah sebuah strategi kebudayaan. Ada visi dan cita di dalamnya

Itulah sebabnya sastrawan pinisepuh semacam Frans Nadjira, Ketut Suwidja alm, Nyoman Tusthi Edi maupun Umbu Landu Paranggi dan lainnnya selalu menekankan pentingnya untuk terus menjaga semangat gradag grudug ini dalam kesinambungan dinamika sastra kontemporer di Bali. Tak sekedar bicara, mereka juga telah memberi teladan kepada generasi penerus bagaimana menerapkan pola gradag grudug itu dalam pergaulan sastra.

Dan sebagaimana yang telah kita lihat, selama lebih dari 30 tahun melalui gradag grudug ini, kehidupan sastra di Bali tumbuh dengan pesat sebagai bagian dari pembangunan SDM yang berkualitas dan telah mampu tampil di panggung kesusastraan nasional bahkan internasional. Melalui gradag grudug ini pula sastra memberikan harapan kepada kehidupan yang lebih reflektif di tengah menggilanya kehidupan bendawi di Bali.

Namun orang kebanyakan jarang menyadarinya. Hal itu terlihat dari masih lemahnya dukungan lembaga resmi pemerintahan maupun kebijakan kebijakan institusional lainnya dalam meningkatkan kemajuan sastra kontemporer di Bali. Dengan kata lain, para pengambil kebijakan kebudayaan resmi di Bali itu masih kurang pengetahuannya terhadap pentingnya meningkatkan kemajuan sastra sebagai arsenal penting dalam pembangunan SDM di Bali. Mereka masih berpikir sastra itu hanyalah kerumunan remaja yang suka nulis puisi dan cerpen saja, tidak layak jual dan karena itu mungkin mereka tidak menganggap penting.

Jangankan kepada kantong kantong budaya informal semacam komunitas sastra, terhadap institusi resmi semacam fakultas sastra saja, tidak jelas kebijakan pemerintah daerah itu. Beda jauh kalau dibanding perhatian kepada fakultas fakultas ilmu yang lain seperti kedokteran atau tekhnik.

Untunglah sastra tidak pernah terpengaruh oleh ada tidaknya perhatian itu. Sastra tetap jalan tanpa didukung oleh kebijakan kebijakan daerah yang resmi. Di mana mana tetap ada lomba baca puisi, lomba menulis puisi, diskusi puisi dan kegiatan kegiatan serupanya yang dilakukan secara spontan. Sastra sama sekali tidak terpengaruh oleh naiknya turunnya jumlah turis yang mengunjungi Bali. Dengan kata lain, perkembangan pariwisata Bali sama sekali tidak berperan terhadap perkembangan sastra Indonesia kontemporer di Bali. Gak ada artinya.

Ke Era Proposal

Memasuki tahun 2000, keadaan mulai berbeda. Aktifitas sastra kontemporer Bali mulai beradaptasi dengan pola nasional dan pola global sebagai hasil pergaulan para sastrawan tertentu dengan pola Jakarta dan pola global internasional yang berciri industri serta bersifat budaya massa. Acara acara sastra memang masih berlangsung, namun sudah tidak dalam semangat gradag grudug lagi. Melainkan sebagai bagian dari agenda nasional atau agenda yang diklaim sebagai internasional dan memiliki tujuan – tujuan industri di dalamnya. Dalam pola ini, komunitas komunitas lokal lebih banyak muncul dalam kapasitas sebagai pengikut atau penyelenggara, bukan perencana dari kegiatan itu.

Demikianlah misalnya festival sastra internasional Utan Kayu diselenggarakan di Bali dengan bantuan orang Utan Kayu di Bali, melibatkan para sastrawan yang ada di Bali, namun harus disesuaikan dengan minat penyelenggara pusat. Festival penulis internasional diselenggarakan di Ubud, meminta bantuan para sastrawan yang tinggal di Bali namun di bawah pengawasan orang Utan Kayu juga. Dalam proses proses awalnya malah hanya sekedar melibatkan peserta lokal untuk sekedar mendapatkan legitimasi lokal dari event itu. Misal lainnya, sastrawan Horison jalan jalan buat ketemu para penggemar, para sastrawan di Bali ikut di dalamnya. Namun siapa yang ikut tergantung siapa yang di telepon oleh orang dari Horison. Demikianlah sekedar contoh.

Sejalan dengan fenomena tersebut, keahlian baru pun harus dipelajari. Yakni membuat proposal yang adaptif dengan program program kubu nasional penyelenggara itu. Dan biasanya lebih baik berbahasa Inggris. Undangan undangan ditentukan berdasarkan rapat juri dan diseleksi dengan ketat. Tidak cukup lagi sekedar di halo halo di halaman ApreBud Bali Post. Semua jadi serba tekhnokrasi.

Dari gradag – grudug ke era proposal, demikianlah alur singkat perubahan penyelenggaraan kegiatan sastra di Bali kalau dicermati. Mungkin tak ada yang salah dengan fenomena ini Namun itu terjadi di tengah melemahnya daya kreatif komunitas komunitas lokal dalam menyelenggarakan acara sesuai dengan karakter yang sudah tercipta selama ini. Hingga tahun 2009 ini kita tidak mendengar lagi ada sebuah hajatan besar sastra di Bali yang benar benar menjadi agenda komunitas komunitas yang ada di Bali. Semua kegiatan tampaknya tergantung pada ada tidaknya kegiatan dari jaringan nasional atau global.

Blog

Fenomena terbaru adalah blog. Sepinya aktivitas sastra di dunia nyata dan terbatasnya ruang publikasi media massa mendapat solusinya pada dunia cyber. Meskipun tergolong ketinggalan dari kota kota lain seperti Yogyakarta dan Bandung, para sastrawan di Bali akhirnya memasuki juga wilayah cyber ini untuk merayakan era komunikatif di dalam sastra. Setidaknya semenjak dua tahun lewat, sejumlah sastrawan di Jembrana dan Denpasar telah memilih Cyber sebagai ruang publikasi mereka.

Lebih dari sekedar ruang publikasi, blog pun telah menjadi sarana berhubungan antar para sastrawan dan pencinta sastra. Melalui blog mereka bahkan juga membuat perkumpulan di dunia maya, merencanakan kegiatan kegiatan sastra dan terlebih penting menurut hemat saya adalah rasa percaya diri yang tumbuh kembali melalui ruang cyber ini. Sebab hanya di ruang cyber saja setiap orang dapat membagi karyanya kepada pembaca tanpa melalui seleksi redaktur dan tanpa harus menunggu sebuah penerbit menerbitkan karya mereka.

Blog adalah terobosan tekhnologi komunikasi paling penting dalam abad ini di bidang jurnalisme individu. Tak terkecuali di dunia sastra. Ia menghancurkan kuasa media cetak dan dominasi generasi tertentu di panggung sastra. Sebab melalui blog seorang dapat mengunggah apa saja yang mau ia katakan tanpa harus melalui izin redaktur sebuah media cetak. Namun kebebasan semacam itu sekaligus menjadi kelemahan dunia blog. Kecenderungannya adalah kita jadi manusia yang tidak selektif dan bisa jadi tidak tahu mana karya yang bermutu dan mana yang tidak. Sebab pada saat sebuah karya dipublikasi secara massal, tanggapan orang bisa berbeda beda sesuai dengan tingkat kemampuan mereka membaca persoalan yang disuguhkan dalam karya tersebut. Bayangkan jika yang menanggap karya kita adalah orang orang yang sebenarnya tidak memahami persoalan yang dituju karya itu. Tentu kita ikut menyangka karya tersebutlah yang bagus.

Jadi diperlukan suatu disiplin pribadi yang sangat ketat untuk dapat menjadikan kebebasan cyber melalui blog ini sebagai ruang yang positif bagi pendewasaan pemikiran dan kreatifitas. Tanpa itu blog akan menjadi sekedar halaman bermain saja dan kita tidak memperoleh manfaat berarti dengannya. Malah akan semakin memperburuk mental generasi kita.

Denpasar, Januari 2009
Dijumput dari: http://penyairbali.blogspot.com/2009/08/sastra-indonesia-terkini-di-bali.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati