Rabu, 04 Juli 2012

YANG DIRENGKUH DAN BERLABUH

Suryanto Sastroatmodjo
http://sastra-indonesia.com/

1.
Sebuah roman adat istiadat Jawa yang ditulis alam bahasa Indonesia yang apik oleh Arti Purbani (nama samara BRAy. Siti Partini Djajadiniingrat) berjudul “Widyawati”(1949) mengisahkan seorang gadis jelita dari kalangan rakyat, Widyawati alias Widati, yang memiliki ketabahan luar biasa dan gemar berprihatin buat mencapai cita-cita luhurnya.
Dalam istilah “prihatin”, direngkuh dua anasir yang saling melengkapi, yakni : banyak menahan diri, tirakat dan mengendapkan duka, sehingga kehidupan hari nanti diliputi sinar surya. Anasir satunya adalah, bagaimana satu individu memandang manusia bukan menghambakan diri kepadanya, melainkan berusaha untuk menciptakan “rasa bakti nan terindah” dalam sukmanya. Karenanya, kisah cibta—sebagaimana Widati akhirnya sukses dalam kisah cintanya dengan bangsawan Kusumoprojo—adalah untaian bahagia yang disulam pada beludru perenungan masa kini mau mengkaji buku tersebut, kiranya akan banyak nilai yang bisa dipetik, seperti umpamanya kesabaran dalam berharap dan memetik rakhmatNya.

2.
Kelebihan dalam merengkuh, lebih kiranya dibandingkan dengan keberangkatan untuk berlabuh. Merengkuh, artinya menguasai sesuatu dengan sikap seperti melindungi, mengayomi dan membawanya pada gapaian nan sebaik mungkin. Sedangkan dalam istilah berlabuh, maka manusia dengan sendirinya menggalang pelayaran itu darisatu dermaga dengan tujuan pasti. Sedangkan pelabuhan yang dipahatkan di benak bisa disebutkan sebagai hal yang menggapai pulau-pulau terpencil. Kiat dalam perjalanan begini, dapat dipandang sebagai manifestasi sang pencahari yang memerlukan Bandar baru dalam penghidupan. Sekiranya orang memperhatikan, dalam pewartaan Kasih Antara Manusia, senantiasa terasa betapa terdapat sumber keberuntungan nan masih samar. Kita perlu menyelami hakikatnya. Sebuah bangsa, tatkala menuju kematangan, juga bertarung melawan angin rebut, nafsu-nafsi pribadi, bahkan juga egoism dan kenaifan. Tambahan lagi, pertatungan itu relatif panjang. Apalagi, jika yag diperjuangkan adalah pemantapan jatidiri berkebudayaan.

3.
Prof. Dr. Mr. Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan pada forum Kongres Filsafat Internasional (3-9 Januari 1990 di Jakarta), bahwa Indonesia seharusnya dapat mempelopori berdirinya satu institute yang melanjutkna pemikiran tentang kedua masalah ini, dalam rangka menarik minat banyak orang terhadap filsafat. Dikatakan lebih lanjut, teknologi hanyalah alat yang diciptakan manusia untuk kepentingan manusia sendiri, dan perlombaan teknologi akan menghilangkan tanggungjawab masa depan dan tujuan hidup manusia. Kini sudah saatnya manusia kembali pada dirinya sendiri. Filsafat akan mengembalikan manusia pada kedudukannya sebagaimana manusia yang bukan sebagai alat. Tetapi sebagai khalifah atau makhluk yang tertinggi derajatnya dan bertanggungjawab terhadap semua yang ada di dunia ini. Krisis yang paling benar sekarang ini, katanya—adalah dunia modern yang dengan kemajuan teknologinya dapat mencciptakan bom atom yang dapat membahayakan umat manusia. “Kita jangan hanyut dengan tidak punya kemauan, tidak punya pemikiran dan tidak punya tanggungjawab. Tetapi kita harus menentukan tanggungjawab masa depan untuk mencapai satu masyarakat dan kebudayaan manusia yang lebih baik”, turunya.

4.
Melagakan kepentingan—antara kelompok pemikir satu dengan yang lainnya, boleh dianggap wajah dari jaman penuh pergolakan ini. Suatu parade panjang yang melibatkan anak-anak manusia pada perayaan dimaksud, sudah barangtentu membawa serta keculasan yang tidak diharapkan. Tuan dapat juga menceritakan bahwa penentuan rasa berdikari dari suatu kaum, layaknya muncul dari beberapa dialog yang tersusun. Dengan kata lain, dialog ini adalah didorong oleh rasa ingin menjembatani sejumlah latar-kultural sekaligus. Oleh dorongan yang kuatlah maka manusia terbilang untuk masuk serta mengembangkan dimensi-dimensi kolegial. Pada prinsipnya, dengan membingkiskan aduan yang sehat kita bentuk kalangan yang memiliki persepsi humoniora—dan dengan rasa gempita ikut memberikan sumbangsihnnya kepada persada Pertiwi. Secara runtut, manakala dikisahkan tentang tolak-tarik yang memacu orang-orang yang baru memasuki gerbang kejuangan—dan karena itu, terlorong individual yang menjamin kesentausaan bangsa adalah dari dada ini.

5.
Sering kita menyebut tentang restu yang tersenbunyi, karena merasakan bahwa doa serta ucapan yang terlimpah adalah merupakan penunjuk terhadap luapan kasih di hati. Manusia menjalin kepentingan sebagai daulat yang dipertuan, manakala pada segi ini, dirinya benar-benar menjadi tiang, sekaligus atap (dari perumahan maknawi selama ini). Kongkritnya kehidupan, kurang lebih dijelmakan seperti burung rajawalidengan sayapnya, dan kemudian sayap ini meliputi pengertian serabut syaraf yang paling lembut yang diserapnya. Karenanya, jika rajawali terbang megah di angkasa biru, ia mengepakkan seluruh berkas bulu dan urat-urat dahsyat yang menstimulir ruang-ruang di dalam kait-helai peraba yang terpacak di situ. Pada pengertian filsafat suatu nation, maka jika dikatakan tentang alam pikirn serta tanggapan dunia ini, pertama-tama kita bicara tentang struktur budayawi, baru kemudian tentang kemotan-kemotan tradisi dialog yang menyumberinya. Daya-muat yang diendapkan oleh kekuatan filosofisnya benar-benar menyatu dengan kesempurnaan tubuh yang terus berkembang. Alam, selingkingan, gerak-geliat dan rasa yang mendewasa jadi sebingkis pakem di puncaknya.

6.
Barangkali saya boleh mengambil ungkapan, tentang dua figure kepahlwanan, masing-masing Raden Ajeng Kartini dan Tjut Nya’ Dhien yang dewasa ini sering diperbincangkan sebagai produk peradaban Nusantara yang mengkristal dalam sosok bangsawan putri yang melebiji kekuatan situasional. R.A Kartini, dengan segenap karya cipta sastranya, seseungguuhnya pejuang intelektual yang telah berbicara tentang suatu zaman yang seratus tahun lebih awal daripada kehadiran masa bersangkutan. Gerak dan elemen yang menyangkup filsafat hidupnya, terus terang, sarat dengan lambang kawicaksanaan dan kawaskithan, sehingga wujud dari wawasan ini adalah jatidirinya pula. Tjut Nya’ Dhien, kendati tiada berjuang di lapangan intelektual (karena dia tak punya impresi susastra seperti Kartini), toh melakukan krida juang di lapangan pembaharuan masa. Caranya adalah banyak mengikuti arus pembangunan kultur rakyat di mukim-mukim, gampong-gampong, madrasah-madrasah, sehingga perempuan (yang pernah jadi isteri Teuku Umar) ini mengenal lika-liku penghidupan suku Aceh dari dasarnya. Penghampiran (Approach) yang diambilnya—setelah kekuasaan ada di tangan—adalah berasal dari sejumlah bahan rujukan literer kuno, yang mengilhami pembaharuan negeri tersebut. Maka tatkala dia ambil ide mengasah rencong dan kelewang untuk melawan kekuatan kolonial yang bersimaharaja, dia tak terpeleset pada klise-klise sebelumnya. Seseorang yang mampu mengantisipasi lingkungan, tegar selalu!

7.
Maka,manakala saya berharap, bahwa Nusantara Masa kini, bahkan juga dalam istilah “Indonesia Futura” (Indonesia masa datang) adalah refleksi dari laku hidup para pejuangnya, dari gelombang ke gelombang, tiadalah salah kiranya. Pada liputan demikian, seorang pemikir, pejuang dan pemetik kecapi falsafah, berdiri di atas pulau yang terpencil di tengah samudera raya, sementara para pendengarnya nyaris tak terjamah. Tapi, setiap angin dan badai yang bertiup serta dibawa oleh gerak-arus samudra tersebut, kiranya mendukung dari jerit dan lontaran dari bibir sang pujangga. Dalam sisiran bianglal historis, seringkali harus dikatakan, bahwa tiada watas antara kemantapan rakyat “untuk menyergap nuansa-nuansa alamiah” dari kentongan sabda pujangga yang terluncurkan perlahan-lahan, dengan naluri “berpetuah” dari tokoh pemikir yang berdiri sebatangkara di tengah ruwet-kemelut sana. Titik berat ketekunan itu adalah pada sejauh mana dia menertawakan kebenaran yang shahih (bukan otoriter), dan betapa masyarakat menampungnya suara tadi. Tapi memang acapkali, lintasan suara-suara begini tiada sinkron..

8.
Tebalnya gris-garis anggitan dalam percakapan muslim, menurut hemat saya seperti berikut : pertama, bagaimana tiap sudut dalam kalbu kita ini bisa ter-elus oleh bayu yang bertiup, dalam waktu tertentu, hingga segi-segi yang terpagut di situ adalah menjadi ukuran tubuh yang bulat. Kedua, ada daya analisa pada tiap pribadi (yang mendengar dan mewjudkan nilaibudaya) itu, sehingga manusia merupakan situs sejarah dari zamansekarang yang bergerak leluasa dan dinamis ini (jadi: tiada yang kadaluwarsa). Ketiga, atau pungkasan, ada sdalam kefaktaan yang ideal ini, satu aspirasi yang terus menerus tumbuh, meninggi, melingkar, menjembar dan membelantar—sehingga tiada halangan apapun yang takkan bisa diberantasnya. Dan, jika kita tulis riwayat bangsa, aspek ini lekat pada andaran tersebut.

* Tanggungjawab posting atas PuJa [PUstaka puJAngga]

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati