Rabu, 04 Juli 2012

Melampaui Kritik Sastra Baru yang Terbaru

Hasnan Bachtiar *
http://sastra-indonesia.com/

Aku ingin meletakkan sekuntum sajak di makam nabi, supaya sejarah menjadi jinak dan mengirim sepasang merpati – Kuntowijoyo –

UPAYA susastra seorang sastrawan, adalah aktivitas sejarah. Betapapun di era kontemporer ini marak dikumandangkan karya sastra yang dianggap otonom, maka penulis sastra tidak pernah terbang dari bumi di mana ia berpijak.

Dari sekian banyak kritikus sastra Indonesia, Nurel Javissyarqi adalah salah satu penulis yang ternaungi oleh berkah buminya. Ia mencoba menimbang syair-syair, puisi, prosa dan kritik sastra yang lahir dan tumbuh dari negerinya sendiri, khususnya penjelasan-penjelasan sastra dan kebudayaan oleh Ignas Kleden.

Dalam konteks ini, tidak ada sastra yang hanya sastra. Yang ada adalah sastra yang ditulis oleh latar belakang sejarah yang jelas dan untuk masa depan sejarah yang jelas pula. Jika seorang sastrawan seorang yang baik, maka kemungkinan besar karyanya tentu baik dan mencerminkan kebaikan.

Hal yang sama diungkapkan oleh Mursal Esten (1988) bahwa kreativitas bukanlah hal yang berdiri sendiri. Di samping merupakan aktivitas seorang seniman, kreativitas adalah suatu proses yang kompleks, menyangkut lingkungan sosiokultural. Subadyo Haryati dalam karyanya yang bertajuk “Seniman dan Seni di Indonesia” (1983) menegaskan bahwa seorang penyair sesungguhnya merupakan unsur masyarakat. Sebagai unsur, ia menghadapi lingkungan dan sejarah yang dihadapi oleh seluruh masyarakatnya.

Dengan kata lain, penulisan esai panjang “Membaca ‘kedangkalan’ logika Dr. Ignas Kleden? (bagian XX kupasan keenam dari paragraf tiga dan empat)” oleh Nurel, adalah aktivitas yang “penting” dalam sejarah sastra Indonesia. Dikatakan penting, karena memiliki maksud-maksud dan tujuan-tujuan tertentu. Dan harus dimaklumi sejak awal bahwa, karya-karya kritik Nurel bukanlah anak-anak rohani yang terlepas dari konteks di mana ia lahir. Inilah pandangan alternatif di era kontemporer dewasa ini yang menganggap bahwa sastra atau kritik sastra melampaui teks dan permainan teks.

Melampaui Kritik Sastra Baru yang Terbaru

Dewasa ini, “kritik sastra baru” menjadi kiblat kritik sastra di mana pun. Siapa yang keluar dari arus utama, berarti dianggap tidak menganggap penting trend dan pastilah akan tersisih sebagai anggota masyarakat sastra (teralienasi). Harap dimaklumi, dalam pengertian tertentu, salah satu jenis sastra kontemporer ini dapat juga dianggap sebagai gaya hidup.

Kritik sastra baru ini jelas berbeda dari sekedar aturan estetis Aristoteles dalam poetika. Michael Rifaterre secara gamblang menyebut bahwa sastra (puisi) hanyalah permainan belaka (this is an extreme case but exemplary, for it may tell us much about poetry’s being more of a game than anything else) (1984: 13-14). Umberto Eco, novelis dan pakar semiotika mengatakan hal yang sama bahwa sastra adalah kebohongan. Sedangkan teori sastra adalah teori tentang kebohongan. Persoalan ini jelas melebihi kerumitan tentang bahasa dan benda yang dibahasakan.

Dalam ungkapan Rifaterre, sastra adalah konstruksi dari hasil eksperimen senam kata-kata indah (a calisthenics of words), suatu kesibukan menenun kata-kata (a verval stting-up exercise). (Rifaterre, 1984: 13). Pada jalur ini, Roland Barthes merumuskan hakikat sastra dengan mengesampingkan roman-roman yag bercorak realisme, khususnya dari abad XIX di Eropa. Malahan ia menaruh minat pada Finnegans Wake. Ia menganggapnya sebagai hal yang sulit dimengerti dan tidak pernah bermakna pasti. Dari ketidakpastian inilah, kemudian ia menyimpulkan bahwa sastra seharusnya tidak punya kepastian akhir. Selama teks terus dibaca, – dengan demikian pembaca adalah produsen sastra yang baru – maka akan terus menjadi teks yang baru tanpa henti.

Atas nama obyektifitas, Barthes melanjutkan bahwa tidak mungkin memulai sejarah sastra yang baru, tanpa meninggalkan hak istimewa pengarang. Ia berargumen bahwa, “Kita harus memisahkan sastra dari individu.” (Roland Barthes, On Racine, 1963: 162). Sebaliknya, kendati Barthes menitikberatkan pada obyektivitas pembaca, di seberang jalan Rene Wellek mengingatkan agar pembaca pun, tidak perlu hingga melakukan anarki nilai dan akhirnya menuai skeptisisme yang kering. Pembicaraan yang impresionistis dan subyektif hendaknya dihindari. (Rene Wellek, Literary Theory, 1983: 74). H.R. Jauss, Wolfgang Iser, Norman Holland, Harold Bloom dan Stanley Fish mungkin adalah sederet kritikus yang sealiran.

Sementara itu, aliran sastra yang berkomitmen pada ikhtiar penemuan makna dalam benak pengarang ada pada karya E.D. Hirsch, Validity in Interpretation (1976). Dalam tradisi filsafat, mungkin hal ini lebih dekat pada tradisi fenomenologi. Praktik-praktik kritik sastra dalam bingkai fenomenologis bisa disimak pada Georges Poulet dan Jean-Pierre Richard.

Di luar itu semua, berkembang aliran dekonstruksi. Nama-nama yang patut dijadikan sebagai rujukan adalah Jacques Derrida, J. Hillis Miller dan Paul de Man. Inilah aliran yang paling tidak bisa dipahami, nilistik dan selalu berlari dalam kubangan teks yang mengalami pembaruan abadi.

Kendati demikian, di luar hutan rimba aliran kritik sastra yang ada, ada komentar yang sangat masuk akal dari William E. Cain bahwa, kontestasi teoritis sastra telah keluar dari jalurnya. Kritik sastra terlalu lepas menjulang ke langit dalam perdebatan filsafat. (William E. Cain, the Crisis in Criticism, 1987) Ia tidak pernah lagi tahu bagaimana cara menikmati karya sastra dengan penghayatan yang sederhana. Seolah terlupa bahwa di samping teks-teks yang terajut, ada manusia hidup yang mencicipi masakan, berhubungan seksual dan memiliki empati kepada sesamanya, bahkan mereka yang religius bisa merasakan ketenangan batin dari Yang Ilahi.

Penegasan ini mendapatkan pembelaan dari Steven Knapp dan Walter Ben Michaels. Keduanya mengingatkan bahwa perdebatan filsafat menyangkut teori sastra, membuat para kritikus sastra tidak lagi bekerja sebagai seorang kritikus. Dengan kata lain, konstalasi teoritis hanya melalaikan banyak orang dari upaya berkarya. Padahal, perdebatan teoritis itu, hanyalah upaya coba-coba belaka, tidak lebih. (W.J.T. Mitchell, ed., Againts Theory, 1985: 30).

Jika pelbagai rimba teoritis sastra itu dipetakan, maka kritik sastra lawas diwakili oleh aturan estetis Aristoteles. Sementara, kritik sastra baru, hadir sebelum Roland Barthes. Pasca Barthes, muncullah tradisi teori sastra yang “seksi” bernama dekonstruksi. Melampaui itu semua, marilah kita semua kembali pada penghayatan sastra yang paling tradisional, bebas dan terlepas dari jeratan bias-bias teoritis. Dalam konteks inilah kritik sastra Nurel menempati ruangnya.

Kritik sastra Nurel terhadap teks-teks Ignas Kleden, di luar dari substansi filolosofis, teologis, sosio-kultural dan estetika sastra, sebenarnya hanya ingin menunjukkan bahwa, tradisi dekonstruksionis dan relativisme interpretasi Kledenian bukanlah puncak gunung. Karya-karya Kleden, adalah karya yang patut diapresiasi dalam posisi yang sama di hadapan pengetahuan. Dengan kata lain, Nurel hendak menawarkan sedikit nilai etis egalitarianisme.

Ia sangat konsekuen terhadap pendiriannya, imannya. Egalitarianisme membawanya pada aktivitas kreatif yang melampaui upaya-upaya akademik civitas academia. Nurel sebagai kritikus, adalah pekerja keras yang disiplin, tekun dan punya etos intelektual yang sudah sangat jarang ditemui. Kesedarajatan kemanusiaan membawanya pada kesimpulan pentingnya kebebasan intelektual tanpa tendensi gelar akademik apapun. Dengan pelbagai catatan terhadap teks-teks Ignas Kleden, ia membuktikan bahwa, “Semua manusia memiliki derajat yang sama di hadapan pengetahuan. Semua manusia adalah murid di hadapan ilmu.”

Seperti yang diungkapkan sebelumnya, upaya “melampaui” bukanlah permainan teks belaka oleh Nurel. Kehendak untuk berbicara, berkampanye, mencoba membuat jernih persoalan dengan maksud-maksud dan tujuan yang mulia, keadilan, egalitarianisme dan kemanusiaan, semua itulah yang membuat karya kritik sastra Nurel adalah karya yang sangat penting dan berbobot.

Bukan hanya itu, artikulasi kritik Nurel sangat mudah dipahami jika dibaca secara utuh dan menyeluruh. Dengan bahasa yang manis dan meliuk-liuk, ia seperti para pujangga zaman kuno, pujangga kerajaan-kerajaan besar di Jawa. Mengambil pesan moralnya, maka akan menemukan betapa kritik sastra ini sangat tinggi nilainya. Tidak sembarang kritikus sastra, – bukan pembuat prosa, novel atau syair – dapat menciptakan ulasan atas teks sastra tanpa meninggalkan kekhasan bahasa yang dimilikinya, bahkan secara berani, ia sengaja memainkan kualitas estetis yang unik.

Secara akademik, dengan sedikit sosiologis, Nurel sebagai kritikus dapat dikatakan sebagai penulis yang turut menuliskan karyanya pada buku harian sejarah. Bahwa pembelaannya dalam mengapresiasi Ignas Kleden – yang menurutnya perlu direvisi dengan kearifan Islam-Jawa – adalah manifestasi teologisnya dalam memahami agama, kebudayaan dan dunia. Singkat kata, kritik sastra Nurel adalah ibadah. []

*) Anggota the Reading Group for Social Transformation, PSIF-UMM. Aktivis Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah.

Dijumput dari: http://www.facebook.com/notes/hasnan-bachtiar/melampaui-kritik-sastra-baru-yang-terbaru/10151844182965702?ref=notif&notif_t=note_reply

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati