Kamis, 16 Februari 2012

Kegairahan dan Estetika dalam Berpuisi [1]

Bagian pertama dari dua tulisan
Ahmadun Yosi Herfanda
_Republika, 30 April 2006

Poetry begins in delight And ends in wisdom.

Tesis singkat penyair AS, Robert Frost, di atas rasanya sangat pas untuk memulai pembicaraan tentang sajak-sajak karya 50 perempuan dalam Antologi Puisi Perempuan Penyair Indonesia (APPPI) 2005 (Risalah Badai dan Ksi, 2005) yang dieditori oleh Mathori A Elwa.

Sebagaimana terasa pada buku kumpulan sajak tersebut, dewasa ini kegiatan menulis puisi makin menjadi kesenangan (hobi) banyak orang yang dilakukan dengan penuh kegairahan dan kesukacitaan (delight). Puisi menjadi ‘media bermain’ banyak orang dan di ujung permainan itu orang dapat menemukan kebijaksanaan ataupun kearifan hidup (wisdom), yang tidak hanya berpotensi untuk mencerahkan diri sendiri tapi juga pembaca.

Kenyataannya, saat ini, puisi tidak selalu ditulis hanya untuk tujuan kesastraan, tapi juga sebagai media sosialisasi dan aktualisasi diri, serta sarana untuk bersilaturahmi. Bukan hanya penyair atau orang yang berobsesi menjadi penyair yang dewasa ini gemar menulis puisi, tapi siapa saja, sejak buruh pabrik sampai majikan, sejak pegawai rendahan sampai presiden, sejak penganggur sampai eksekutif yang super sibuk, sejak mahasiswa sampai dosen, sejak ibu rumah tangga sampai wanita karir.

Di Tangerang, misalnya, banyak buruh pabrik yang gemar menulis puisi, sementara di Kudus seorang direktur perusahaan rokok (Thomas Budi Santoso) juga hobi menulis puisi. Di Tegal ada seorang pegawai pamong praja (Lebe Penyair) yang getol menulis puisi, dan di Jakarta ada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga hobi menulis puisi. Banyak penulis puisi kita yang menurut kriteria Depnakertrans adalah penganggur, tapi ada juga eksekutif yang produktif menulis puisi. Dan, kalau menyimak buku-buku kumpulan puisi yang diterbitkan Risalah Badai itu, maka kita akan menemukan sejak ibu rumah tangga sampai wanita karir, misalnya saja Medy Loekito dan Santined.

Begitulah realitas perpuisian Indonesia kini, menjadi dunia yang dapat dimasuki oleh siapa saja. Sehingga, kata-kata Chairil Anwar, bahwa yang bukan penyair tidak ambil bagian, seperti tidak berlaku lagi, karena pada kenyataannya semua orang bisa ikut ambil bagian. Bahkan, di Jakarta ada komunitas penggemar menulis puisi Komunitas Bunga Matahari (KBM), yang anggotanya berasal dari berbagai kalangan, dan pada waktu-waktu tertentu berkumpul di kafe untuk membacakan karya-karya mereka, tanpa pretensi untuk melahirkan penyair ataupun pencapaian estetik yang tinggi. Kegiatan menulis puisi lebih menjadi media kesenangan, media silaturahmi, curahan pikiran dan perasaan. Kalaupun mereka menerbitkan buku kumpulan puisi — seperti KBM yang menerbitkan Antologi Bunga Matahari (Avatar Press, 2005) — lebih sebagai wadah aktualisasi diri.

Begitu juga, kurang lebih, orientasi penerbitan seri antologi puisi Surat Putih dan APPPI 2005 yang dimotori oleh Risalah Badai. Pada ‘tradisi bersastra’ seperti itu pula buku-buku Risalah Badai lebih pas untuk ditempatkan. Meskipun, kita tidak dapat menutup mata, bahwa di dalamnya ada sosok-sosok penyair yang menunjukkan kesungguhan dalam berproses, seperti misalnya Helvy Tiana Rosa, Diah Hadaning, Dianing Widya Yudistira, Akidah Gauzllah, Rukmi Wisnu Wardhani, Evi Idawati, Miranda Putri, dan Fatin Hamama, yang menampakkan orientasi kesastraan.

Di luar negeri, juga di media saiber (cybermedia), lembaga, komunitas dan individu, penggemar puisi yang tidak hanya berorientasi kesastraan dewasa ini juga semakin marak. Di tingkat internasional, misalnya ada The International Society of Poets (ISP) dan The International Library of Poetry (ILP) — keduanya bermarkas di AS. Secara periodik, ISP mengadakan pertemuan internasional para penggemar puisi dengan kemasan yang penuh kegembiraan disertai penerbitan buku kumpulan sajak. Sedangkan ILP tiap musim menerbitkan buku kumpulan sajak secara patungan dan dapat diikuti oleh siapa saja — tidak harus penyair. Meskipun ada tradisi kompetisi (lomba), semangat ILP lebih menghimpun siapa saja yang gemar menulis sajak melalui internet. Nyaris begitu juga sebenarnya semangat Cybersastra.net, yang membuka ruang selebar-lebarnya bagi siapa saja yang ingin berekspresi melalui sajak.

Berbagai kegiatan kesastraan di tingkat Asia Tenggara (Nusantara), terutama yang dimotori oleh para penulis Malaysia dengan Gapena-nya, semisal Pertemuan Sastrawan Nusantara (PSN) sebenarnya juga tidak sepenuhnya berorientasi kesastraan. PSN, misalnya, lebih terasa sebagai forum silaturahmi ketimbang forum sastra untuk memecahkan persoalan bersama secara lebih serius. Apalagi kalau kita mengikuti iven-iven kesastraan di Malaysia yang selalu bertabur pantun dan penuh kegembiraan — ngobrol, jalan-jalan, tidur di hotel, dan makan enak. Eksistensi karya sastra (puisi) tidak lagi dilihat bagaimana kualitas estetiknya, tapi bagaimana kemampuannya menyapa dan menggembirakan audiens.

Ciri utama yang dominan dari tradisi-tradisi bersastra seperti di atas adalah dinomorduakannya standar estetik ataupun kriteria-kriteria kesastraan yang ketat dalam memilih karya untuk dibukukan, ditayangkan dan ditampilkan di depan audiens. Sebab, yang terpenting bukanlah kualitas estetik tiap karya, tapi lebih kebersamaan, keguyuban, dan kegairahan untuk menulis, dimana setiap penulis puisi — siapapun mereka — mendapat kesempatan yang sama untuk mengaktualisasikan diri melalui sajak di ruang atau media yang sering mereka idolakan sebagai ‘ruang sastra yang paling demokratis’.

Memang sering ada editor yang melakukan proses seleksi, tapi rata-rata bersikap sangat longgar. Bahkan, keikutsertaan seseorang ke dalam sebuah antologi puisi, seperti diterapkan oleh ILP dan ISP, sering hanya ditentukan oleh kesanggupannya untuk membayar sejumlah dana tertentu sebagai ‘dana patungan’ untuk penerbitan buku dan penyelenggaraan acara. Sehingga, kalau kita ingin tampil di forum-forum penyair internasional saat ini — termasuk Forum Pengucapan Puisi Dunia di Kualalumpur dan beberapa eve internasional di Australia — tidak perlu menjadi penyair hebat dulu, tapi cukup peluang akses ke Panitia, kesediaan untuk membiayai diri sendiri atau membayar dana yang dipersyaratkan.

Jadi, kalau Risalah Badai menerapkan ‘metode gotong-royong’ yang kurang lebih demikian, maka ia tidak sendiri, karena metode serupa telah dimulai di AS, Australia, Malaysia, dan mungkin juga Eropa. Dalam mengikutkan karya-karya ke antologi puisi ILP dan ISP — mungkin juga antologi Risalah Badai — jangan berharap akan mendapatkan honor, karena yang diharapkan justru kedermawanan para ‘penghobi menulis puisi’ untuk berbagi beban. Maka, soal kualitas karya-karya yang ditampilkan pada akhirnya akan dikembalikan pada publik sastra untuk menilainya sendiri.

Menulis puisi tanpa orientasi kesastraan — tanpa pretensi untuk menjadi penyair atau mencapai prestasi estetik yang tinggi — tentu akan lebih banyak melahirkan sajak-sajak yang bersahaja, ala kadarnya, yang ‘pokoknya puisi’ — yang kadang-kadang gagap dalam pengucapan. Memang, bisa jadi sajak-sajak tersebut terasa indah dan bermakna, tapi bukan karena pergulatan kreatif yang intensif namun lebih karena kepekaan estetik oleh bakat alamnya. Meskipun begitu, bukannya tidak mungkin dari orientasi penciptaan seperti itu akan lahir sajak-sajak yang mengesankan dengan pencapaian estetik yang lumayan tinggi.

Pencapaian prestasi estetik memang tidak terlalu penting dalam tradisi penciptaan yang demikian, sebagaimana ketika para buruh pabrik di Tangerang menulis sajak tidak untuk prestasi kesastraan tapi lebih untuk kepentingan non-sastrawi, seperti media pembelaan, pembebasan, aspirasi dan kritik terhadap iklim perburuhan di Indonesia. Maka, rasanya kurang pas memaksakan pendekatan estetik dengan standar-standar kesastraan tertentu terhadap sajak-sajak dalam buku-buku antologi puisi yang diterbitkan Risalah Badai. Lebih arif kalau kita nikmati saja puisi-puisi dalam kedua buku tersebut sambil mencoba memahami apa yang sesungguhnya ingin mereka katakan.

*) Ahmadun Yosi Herfanda, Sastrawan
Dijumput dari: http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=UFhVAFcACA5X

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati