Kamis, 16 Februari 2012

Kegairahan Perempuan dan Problem Estetika Sastra [2]

Bagian Terakhir dari Dua Tulisan
Ahmadun Yosi Herfanda
__Republika, 07 Mei 2006

Di tengah mencairnya ‘orientasi estetik’ (orientasi kesastraan) dalam berpuisi dewasa ini muncul sangat banyak penulis perempuan. Mereka memaraki komunitas-komunitas penggemar puisi, sejak komunitas saiber sampai penerbitan buku. Mereka bahkan menjadi motor utama komunitas-komunitas tersebut. Komunitas Bunga Matahari, misalnya, ditokohi Gratiagusti Chananya Rompas (Anya). Cybersastra.net dikomandani Medy Loekito. Sedangkan Risalah Badai — penerbit antologi-natologi puisi khusus karya perempuan — dimotori oleh Amdai Muth Siregar.

Dominannya kaum perempuan dalam tradisi berpuisi di atas ikut memperkuat fenomena kebangkitan kaum perempuan dalam dunia kepenulisan di tanah air dewasa ini, sejak pada mainstream ‘fiksi seksual’, chicklit, teenlit, sampai fiksi Islami yang dimotori oleh Forum Lingkar Pena (FLP), yang makin memaraki dunia pustaka kita.

Pada sajak-sajak yang lahir dari komunitas-komunitas penulis perempuan, yang menarik adalah kejujuran dan kebeningan mereka dalam ‘berekspresi dengan hati’. Meskipun di sisi lain masih sering tampak kurang menguasai metode pengucapan sajak (poetika), saya kira kekurangan itu dapat diatasi sambil berproses asal memang ada niat dari mereka untuk meningkatkan kualitas estetika karya masing-masing.

Khusus tentang Antologi Puisi Perempuan Penyair Indonesia (APPPI, Risalah Badai, 2005) — yang menghimpun karya 50 orang perempuan dari berbagai kalangan — secara kuantitatif menampakkan kemajuan yang cukup signifikan dibanding seri Surat Putih yang juga diterbitkan Risalah Badai. Antologi Surat Putih 1 (2001) hanya diikuti 13 penyair, Surat Putih 2 (2002) diikuti 25 penyair, Surat Putih 3 (2004) diikuti 37 penyair, dan APPPI 2005 (2005) diikuti 50 penyair.

Secara kualitatif, meskipun masih didominasi ‘sajak-sajak bebas’ yang lugu dan sederhana — tidak ditandai permainan imaji, simbol, majas maupun metafor yang mempesona — juga menampakkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Setidaknya, puisi-puisi yang dipilih sudah terkesan rapi dan cukup indah, serta tidak ada lagi ‘puisi yang bukan puisi’ (puisi yang hanya memenggal-menggal kalimat prosa agar tampak seperti puisi) seperti yang terdapat pada Surat Putih 3.

Dalam keluguan dan kebersahajaannya, sajak-sajak dalam APPPI 2005 berbicara tentang banyak tema, sejak cinta sampai kematian, sejak catatan sosial sampai keprihatinan tentang Indonesia. Dalam keluguan dan kebersahajaan mereka kita justru dapat menangkap suara bening nurani perempuan. Simaklah, misalnya sajak Aku Punya karya BM Siregar, dalam kata-kata sederhana dan permainan logika yang sederhana, namun cukup simbolik pada bait penutupnya, bahwa puisi dapat mengubah sesuatu yang kurang bermakna jadi sangat berguna:

Aku punya cita-cita
Mengubah kata
Jadi mutiara

Aku punya puisi
Mengubah besi
Jadi peniti

Atau sajak-sajak pendek Luluk Nur Hamidah, yang mencoba tampil simbolik dalam format pendek dan sederhana. Misalnya, sajak Untitle I:

Sepasang kuda putus asa
Pengantinnya tak pernah tiba

Dalam kesederhanaan ungkapan pula, Regina Malvinasrani Gitasari, dalam sajak Petuah Ibuku dan Hasrat Terpendam, mencoba membangun kearifan hidup. Dalam Hasrat Terpendam, Regina bahkan mencoba membangun kearifannya secara religius:

Sayang, pertemukan aku dengan Isa
Agar kutahu rasanya dikhianati
Sayang, pertemukan aku dengan Muhammad
Agar lurus hidupku
Sayang, pertemukan aku denganMu
Agar kubisa memelukMu

Di antara sajak-sajak yang lugu dan sederhana di atas, puisi-puisi karya mereka yang sudah cukup lama berproses, seperti Diah Hadaning, Helvy Tiana Rosa, Shantined, Agnes Veronika, Winarti, Tesalonika Lies Indrayantie, Tini Sastra Saleh, Ririe Rengganis, Retno Iswandari, Evi Idawati, Fatin Hamama, Medy Loekito, Rukmi Wisnu Wardani, Akidah Gauzillah, dan Miranda Putri, terkesan lebih matang dalam perenungan dan estetika. Simak, misalnya, sajak Rahasia Makrifatmu karya Rukmi Wisnu Wardhani berikut ini:

Menyelami rahasia makrifatmu
Sesungguhnya kau telah mengajari kami
Bagaimana cara melubangi perahu jasmani
Dengan tongkat musa (alif yang paling berharga)
Biar hanyut segala lalai di dalam diri…

Kutipan sajak-sajak di atas sudah cukup membuktikan bahwa kesederhanaan sebuah sajak tidak selalu berarti kedangkalan makna, karena kesederhanaan ungkapan bisa saja hadir secara sangat simbolik dengan makna yang sangat dalam dan luas. Lagi-lagi, contoh yang bagus untuk itu adalah sajak Tuhan, Kita Begitu Dekat karya Abdul Hadi WM, yang sederhana namun mengandung konsep tasawuf yang dalam dan kompleks:

Tuhan, kita begitu dekat
Bagai api dan panas
Aku panas dalam apimu

Penguasaan terhadap ‘metode penciptaan puisi’ sangat menentukan apakah seseorang dapat menghadirkan sajak sederhana dengan penuh makna yang dalam atau sekadar ungkapan polos yang dangkal maknanya. Seperti saran Sapardi Djoko Damono, jika ingin memperlihatkan sebutir kacang pada seseorang janganlah perlihatkan kacang itu secara telanjang, tapi masukkanlah ke dalam kaca prisma agar tampak lebih indah. Kacang itu adalah isi puisi, sedangkan kaca prismanya adalah bahasa yang indah.

Prolem estetik yang juga sangat terasa pada sajak-sajak karya sebagian perempuan penyair dalam APPPI 2005 adalah dalam membangun keutuhan imaji. Sering, kata-kata, jika tidak tampil telanjang, berserak begitu saja dengan imaji yang kurang utuh dan musikalitas yang tidak terjaga, sehingga ada kesan ‘sembarangan’ atau mirip catatan harian semata.

Ada kesan ‘memberontak’ dari kelaziman, tapi belum menemukan pola pengucapan baru yang lebih bernas, sehingga malah ada kesan ‘kesembarangan’. Bagaimanapun, seperti kata Subagio Sastrowardoyo, puisi adalah intisari persoalan yang dikemas dalam citraan-citraan yang utuh dan indah. Dari sinilah kekuatan estetik puisi akan memancar untuk mempesona pembacanya. Dalam koridor estetika itulah, kebebasan berekspresi bermain. Jadi, kebebasan berekspresi tidak berarti ‘kesembarangan’.

Peran penyair sebagai pembaharu memang juga membongkar estetika yang lazim, mencari ‘estetika baru’ bagi kehadiran sajak-sajaknya. Tanpa gairah untuk menemukan karakter ‘estetika baru’ seorang penyair hanya akan terjebak ke dalam tradisi reproduksi tanpa pembaharuan, ke dalam kejumudan estetik.

Tetapi, sebaiknya, dalam pencarian itu, penyair bersedia belajar pada para ‘pencari yang telah menemu’, seperti Hamzah Fansuri, Chairil Anwar, Goenawan Mohamad, Sutardji Calzoum Bachri, hingga Afrizal Malna. Sejarah dan nama-nama besar itu telah membuktikan, bahwa tiap penemuan ‘poetika baru’ tidak dapat lepas sepenuhnya dari koridor-koridor keindahan bahasa, atau isyarat-isyarat estetik, yang telah ada. Benar teori intertekstualitas Derrida maupun Julia Cristeva, bahwa kehadiran sebuah karya sastra tidak pernah terbebas sepenuhnya dari pengaruh teks-teks yang telah ada sebelumnya.

Ketika membebaskan diri dari pantun, Hamzah Fansuri mesti merujuk pada soneta. Ketika menempatkan diri sebagai ‘binatang jalang sastra’ Chairil tetap membutuhkan prinsip-prinsip dasar puisi — sejak diksi, keutuhan imaji, sampai keindahan bunyi. Seorang Goenawan pun masih perlu ‘berguru secara kreatif’ pada estetika Senja di Pelabuhan Kecil-nya Chairil Anwar. Begitu juga ‘pemberontakan estetik’ Sutardji justru memperlihatkan ‘kembalinya sang anak hilang’ pada ‘sang ibu poetika sastra Melayu’ yakni mantra. Sajak-sajak mosaik Afrizal, selain memodifikasi estetika seni mosaik, juga masih sangat mempertahankan irama bahasa.

Bahasa religius mengatakan, rasa keindahan, kepekaan estetik, adalah bagian dari fitrah manusia. Ke dalam diri tiap manusia, Tuhan meniupkan ruhnya, dan pada ruh itu terikut sifat-sifat Tuhan (99 Asmaul Husma), yang salah satunya adalah Al Jamil (Yang Mahaindah). Jika sifat Al Jamil itu dominan pada diri seseorang, maka itu berarti ia dianugerahi bakat alam untuk menjadi seniman (penyair).

Tetapi, bakat alam saja tidak cukup dan dibutuhkan intelektualitas untuk mempertajamnya. Bakat alam tidak akan bekerja sempurna jika tidak terus diasah melalui proses belajar yang terus menerus — dengan membaca, menulis, dan membaca (ber-iqra). Tentu saja tidak hanya perlu membaca konsep-konsep estetik yang bersifat teoretis, tapi juga contoh-contoh dan isyarat-isyarat estetik yang bertebaran di sekitar kita, sejak geliat sehelai daun di tepi jalan sampai teks-teks puitis di buku-buku sastra. Dari sanalah dapat ditimba berbagai sumber ide sekaligus puitika bagi tiap penyair untuk membangun kekuatan estetik pada tiap karyanya.

Tanpa kekuatan estetik, sebuah sajak hanya akan hadir sebagai sepenggal atau sekumpulan ide yang tidak memiliki kekuatan untuk berdialog dengan publiknya. Sebab, dengan kekuatan estetiklah sajak berdialog dengan pembaca. Tanpa kekuatan untuk berdialog, sebuah sajak akan cenderung ‘menjerit dalam sepi’ untuk mati sendiri.

Dalam kekuatan estetik pula — meminjam istilah penyair AS, Robert Frost — kegairahan (delight) sajak akan hidup dan terpancar untuk mewariskan kearifan hidup (wisdom) bagi peradaban umat manusia.

Artikel ini merupakan prasaran untuk diskusi peluncuran buku Antologi Puisi Perempuan Penyair Indonesia (Risalah Badai dan KSI, 2005) di PDS HB Jassin, TIM, Jakarta, April 2006.

*) Sastrawan dan wartawan Republika
Dijumput dari: http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=VQsDBFYPBgED

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati