K.H. A. Azis Masyhuri
http://sastra-indonesia.com/
Indahnya Menuangkan Gagasan dalam Tulisan
“Menulis adalah sebuah eksotisme, bahkan membuat segala sesuatu menjadi indah”. Begitulah kata Tahar Ben Jelloun. Dan memang aktifitas menulis pada dasarnya merupakan salah satu pilihan berkreatifitas yang cukup menantang dalam rangka aktualisasi diri bagi mereka yang bergelut dengan dunia pengetahuan dan intelektualitas. Termasuk di dalamnya masyarakat pesantren, yang sejak awal sejarahnya memang memfokuskan diri pada kajian keislaman. Dalam konteks ini, setidaknya ada dua alasan penting mengapa aktifitas menulis menjadi hal yang menarik.
Pertama, realitas menunjukkan bahwa tradisi lisan masih tetap dominan, terutama sekali terjadi pada masyarakat pesantren. Masih kuatnya tradisi lisan daripada tradisi tulis ini menjadikan pesantren terasa miskin dengan karya-karya dan publikasi-publikasi ilmiah. Meskipun, tentu saja, tidak bisa kita nafikan bahwa masih ada masyarakat pesantren, baik kiai maupun santri, yang tetap mempunyai perhatian besar terhadap hal ini.
Namun demikian, kalau kita cermati lagi secara sungguh-sungguh, tampak sekali bahwa pesantren yang pada awalnya memiliki perhatian terhadap dunia tulis menulis dan pemikiran ini masih kurang memadai. Dalam artian, jumlah mereka yang begitu banyak jauh tidak berimbang dibandingkan karya-karya tulis yang dilahirkan.
Semestinya dunia pesantren menjadi lumbung berbagai pemikiran dan karenanya pula seharusnya menjadi lumbung kreatifitas. Ini diwujudkan dengan memperbanyak bermunculannya pemikiran-pemikiran. Jika itu terjadi maka pesantren akan menjadi ajang tukar pikiran, debat dan polemik, hal yang sangat kondusif bagi perwujudan masyarakat ilmiah.
Untuk menuju arah itu, kegiatan yang paling relevan dilakukan adalah dengan membudayakan tradisi menulis di kalangan masyarakat pesantren.
Kedua, iklim pesantren sekarang ini masih membatasi santri untuk berkreatifitas optimal, khususnya lagi dalam aktifitas mengasah kepekaan dan kepedulian sosial politik mereka. Kendala ini memang ideologis sifatnya, karena pesantren memang sengaja diciptakan untuk mempertahankan tradisi, menjunjung tinggi ulama dengan berbagai regulasinya.
Hal lain yang juga menarik adalah menurut pengakuan beberapa intelektual, menggeluti dunia tulis menulis ini juga menjadi jenjang yang harus ditempuh oleh seorang intelektual. Dan rasanya memang betul, tidak ada seorang intelektual yang akan dikenal pemikirannya oleh banyak orang, tanpa ia menuliskan ide-idenya dan mempublikasikannya. Bagaimana mungkin seorang intelektual akan teruji intelektualnya kalau belum pernah melemparkan ide-idenya kepada publik.
Memang cara ini bukanlah satu-satunya, akan tetapi sepertinya cara ini cukup efektif untuk mensosialisasikan suatu gagasan sekaligus mengaktualisasikan diri.
Menghidupkan Tradisi Menulis di Pesantren
Tak seperti dipahami orang awam yang kadang membatasi masyarakat pesantren sekadar sebagai agamawan, mereka ternyata juga penulis andal dan bahkan mampu melahirkan karya-karya yang monumental. Tidak hanya tentang agama, tapi juga mahir menulis tentang sastra, anekdot, cerita dan persoalan-persoalan sosial budaya.
Jangan tanya soal shalawat dan madaih nabawiyah (pujian kepada nabi) mereka gudangnya. Dari Qosidah Al Burdah karya Al Bushir, yang sangat imajinatif dan puitis, hingga beraneka prosa dan puisi maulid, terutama karya Ja’far Al Barzanji. Malah ada karya genuine yang mereka gubah sendiri, seperti Shalawat Badar karya Kiai Ali Mansur Tuban yang amat populer dan menjadi shalawat wajib bagi kaum sarungan.
Tentu saja tak boleh dilewatkan karya berupa tembang, cerita, dan anekdot yang juga banyak ditulis oleh para kiai. Siapa yang tak kenal dengan syair ‘Tombo Ati’ yang amat populer itu. Begitu populernya karya ini nyaris jadi bacaan wajib di surau-surau di pedalaman Jawa. Belum lagi lir-ilir gubahan Sunan Kalijogo yang tak kalah kesohor.
Belakangan, tidak sedikit para kiai yang biasa berceramah menyusun sendiri tembang jawa yang dirangkaikan bacaan shalawat dan digunakan sebagai selingan dalam pengajian. Soal cerita dan anekdot, Kiai Bisri Musthofa mungkin biangnya. Ayah Kiai Mustofa Bisri ini mengumpulkan banyak sekali anekdot dalam buku berjudul Kasykul. Kiai Abdurrahman Ar Roisi juga menerbitkan belasan jilid kumpulan cerita yang diberi judul ’30 Kisah Teladan’.
Keakraban dengan bahasa Arab, menyebabkan karya intelektual yang lahir dari tangan para santri/kiai tak lepas dari rumpun bahasa semit ini. Dari sebelas judul karya Kiai Hasyim Asy’ari yang pernah saya baca, misalnya, hanya empat buah yang menggunakan bahasa Jawa bertulisan Arab Pego. Sisanya berbahasa Arab.
Menantu Kiai Siddiq, yaitu Kiai Abdul Hamid Pasuruan, tak kalah kreatif. Ia mensyairkan Sullam At Taufiq – sebuah kitab fikih sufistik yang bercorak ghozalian dan menjadi mainstream pemahaman Islam Sunni Indonesia – dalam 553 bait. Selain itu, ia juga menyairkan 99 nama Allah yang dikenal dengan Al Asma’ Al Husna. Masih banyak lagi contoh lain yang bila diungkap satu persatu, akan membuat tulisan ini jadi terlalu panjang.
Di sini, terbaca jelas bahwa para masyarakat pesantren terdahulu tak cuma agamawan, melainkan juga penulis handal di bidang sastra, budaya dan lainnya, sehingga kiai dahulu juga disebut budayawan dan sastrawan. Tidak berlebihan jika Eric Wolf menyebut peran kiai sebagai “cultural broker” alias agen budaya yang menjembatani perubahan akibat pengaruh luar terhadap dunia pesantren dan komunitas Muslim tradisional yang relatif tertutup. Selain lewat pendidikan gaya pesantren, peran itu mereka implementasikan melalui proses kreatif di jalur budaya. Kiai dahulu memiliki apresiasi yang tinggi terhadap budaya serta mampu melahirkan karya-karya bermutu. Tradisi menulis seolah menjadi rutinitas sehari-hari setelah mengajar santri. Tiada hari tanpa mengajar dan menulis, mungkin itu motto hidup kiai di masa lalu.
Tapi, sayangnya tradisi menulis dan kerja-kerja budaya kiai telah hilang dan tidak (kurang) diwarisi oleh para santri sekarang. Apalagi, beberapa tahun belakangan, terlalu banyak aktivitas di luar yang mereka geluti, terutama di kancah politik. Sebagian besar potensi dan energi terkuras di medan perebutan kekuasaan. Proses kreatif yang dulu mampu menghasilkan karya-karya monumental tak ada lagi, sehingga tradisi menulis kiai mandek atau bahkan telah mati.
Kenyataan tersebut memunculkan ironi. Banyak lulusan pesantren yang beralih profesi dari ‘cultural broker’ menjadi ‘political broker’ alias makelar politik yang (maaf) ujung-ujungnya duit. Padahal, kekuasaan dan uang seringkali melenyapkan akal budi, menumpulkan hati nurani dan pada akhirnya menghentikan proses kreatif masyarakat pesantren.
Maka, tak mengherankan bila pesantren belakangan ini cenderung kering dari sentuhan buku atau tulisan, karena para kiai dan ustadz tidak lagi produktif menulis buku. Memang ada beberapa nama yang pantas disebut, tapi jumlahnya bisa dihitung dengan jari, jauh dibanding jumlah kiai yang jadi politisi.
Kini tak banyak lagi kiai atau gus atau ustadz ayng memiliki malakah (naluri berekspresi), apalagi ikhtira’ untuk menciptakan karya. Bahkan tingkat apresiasi mereka terhadap tradisi menulis bisa dibilang sangat rendah. Ini merupakan sebuah ironi.
Mungkin ‘para masyarakat’ pesantren kini telah lupa, atau boleh jadi memang tak tahu akan ungkapan yang begitu populer dari mantan Presiden AS, John F. Kennedy, “jika politik mengotori, maka buku mencucinya”. Pergeseran kecenderungan dari menulis buku ke politik ini merupakan kenyataan pahit yang patut disesali.
Semoga bermanfaat,
Denanyar, Jombang, 25 Juni 2008
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar