Sabtu, 01 Oktober 2011

CATATAN KAKI TENTANG EKSISTENSIALISME DAN SASTRA *

Romo Jansen Boediantono
http://www.facebook.com/

Menurut istilahnya, filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia. “Philo” artinya cinta, sedangkan “Sophia” mengandung arti hikmah. Jadi philosophia memiliki pengertian cinta pada kebenaran atau hikmah. Filsafat biasa dianggap sesuatu yang abstrak dari seluruh pengetahuan manusia dan dan terpisah jauh dari lingkungan kehidupan. Hal ini disebabkan bayangan orang mengenai filsafat berupa pertanyaan – pertanyaan yang mencakup inti persoalan kehidupan, sementara dipihak lain manusia hanya sanggup meluangkan waktu dan tenaga untuk menjalani kehidupan itu sendiri.

Filsafat sering juga dianggap “ weltanschuung “ ( pandangan dunia ). Dengan demikian dapat dikatakan hampir seluruh manusia mempunyai “ wawasan filosofis “, baik yang disadari maupun tidak. Filsafat yang lengkap mencakup pandangan dunia atau konsep umum mengenai keseluruhan semesta dan suatu pandangan hidup yang berisi nilai – nilai, makna dan tujuan hidup manusia. Jadi filsafat merupakan dasar bagi sikap dan perbuatan manusia dalam mencapai tujuan hidupnya dan tercermin dalam kehidupan sehari–hari.

Oleh karena itu filsafat bukanlah suatu kegiatan yang hanya boleh dilakukan orang – orang tertentu melainkan dapat dilakukan semua orang. Filsafat merupakan dunia terbuka bagi setiap orang untuk merenungkan kembali peristiwa sehari – hari, mengenai diri sendiri dan semesta dalam bentuk pertanyaan. Filsafat bertitik pangkal pada pertanyaan dan diakhiri dengan pertanyaan. Itulah yang menyebabkan setiap persoalan yang dibicarakan dalam filsafat tidak pernah selesai

Dari berbagai macam aliran filsafat, terdapatlah filsafat eksistensi. Filsafat eksistensi atau yang sering disebut eksistensialisme adalah suatu gerakan protes dalam filsafat modern dan bukanlah suatu doktrin yang homogen. Ia merupakan gerakan filsafat yang menghimpun sejumlah pemikiran filsafat yang berlainan asumsi, konsep – konsep dan lingkup masalahnya. Tetapi sekalipun terdapat perbedaan besar pemikiran filsafat yang tergabung dalam aliran ini, arus dasarnya sama : berontak pada filsafat tradisional dan situasi kehidupan modern

Eksistensialisme merupakan reaksi terhadap pandangan filsuf – filsuf terdahulu yang menurut mereka telah menghancurkan ilusi tentang kebebasan manusia. Untuk itu misi gerakan ini melawan pandangan yang menempatkan manusia pada tingkat impersonal. Dalam filsafat tradisional pusat perhatian hampir semuanya diarahkan pada metafisika tentang ada, rasionalisme dan dunia objektif serta melupakan emosi manusia berupa pertanyaan mengenai makna hidup, penderitaan, kematian maupun problem eksistensial lainnya. Manusia individual dengan problem eksistensialnya yang unik dari keberadaannya sehari – hari telah ditinggalkan oleh filsafat tradisional. Untuk itu eksistensialisme mengadakan reaksi pada kekurangan filsafat tradisional dengan memusatkan perhatian pada manusia sebagaimana dia meng-ada dalam dunia, serta relasi manusia dengan manusia dan dunia

Di Eropa faktor penyebab utama yang menyebarluaskan aliran eksistensialisme adalah banyaknya kejadian tidak logis akibat dua kali perang dunia yang menyebabkan kegoncangan pada norma – norma yang ada. Disamping itu juga, kehidupan modern yang terlalu optimis tapi dangkal dan terlalu yakin akan kemajuan ikut memperbesar aliran ini. Para pendudukung aliran ini berusaha menyingkap makna baru dalam kehidupan manusia serta meninjau kembali posisinya sesudah ilusi tentang kehidupan hancur oleh malapetaka yang terlalu banyak dalam sejarah. Model – model pemikiran objektif dikesampingkan, mereka hanya mengandalkan metode fenomenologi yang menguraikan fakta – fakta pemikiran sesuai yang dihayati manusia

Adalah sangat sulit menyimpulkan eksistensialisme mengingat banyaknya perbedaan yang kompleks dari pemikir – pemikir eksistensialisme itu sendiri. Tapi secara umum dapat dikatakan bahwa eksistensialisme adalah filsafat yang memandang segala gejala berpangkal pada keberadaan dengan titik pusatnya manusia

Secara etimologis eksistensi berasal dari bahasa latin existere yang terdiri dari dua suku kata, yaitu ex “ ( keluar ) dan “ sitere “ ( membuat berdiri ). Jadi eksistensialisme berarti apa yang ada, apa yang dimiliki ( aktualitas ), apa yang dialami. Karena itu para eksistensialis memahami keberadaan manusia bukan semata – mata karena ada yang statis, melainkan dalam keadaan menjadi, berkembang dan berkesinambungan. Dan ini merupakan aksioma dasar yang dipakai para eksistensialis dalam menerangkan berbagai macam problem eksistensial yang dialami manusia. Pandangan eksistensialisme ini merentang dari ateisme sampai aristotelenisme. Sampai batas – batas yang luas dapatlah dikatakan sebagai hasil pemikiran yang bebas dari prasangka – prasangka kultural, sosial, historis maupun religius.

Kaitan Eksistensialisme dengan Sastra

Sebagaimana yang telah disinggung diatas, filsafat eksistensi banyak dilatarbelakangi suasana kehidupan modern. Suasana kehidupan modern tersebut juga banyak dicerminkan karya sastra. Jadi seringkali jawaban yang diberikan sastra pararel dengan jawaban yang filsafat eksistensi terhadap situasi kehidupan modern. Eksistensialisme adalah jawaban yang diberikan filsafat dan sastra terhadap apa yang disebutnya sebagai situasi kehidupan modern

Hal itu bukan berarti seorang sastrawan sebelum memulai proses kreatifnya harus mempelajari filsafat lebih dulu. Bisa saja jawaban tersebut dihasilkan melalui penghayatan intens pengarang dalam menggumuli kehidupan. Setiap manusia yang sungguh – sungguh menghayati kehidupan akan selalu merasakan momen – momen atau segi – segi eksistensialnya. Sastra merupakan alat untuk mengucapkan pemikiran pengarang dalam memahami eksistensi manusia secara konkret, estetik dan imajinatif, bukan manusia dalam pemikiran yang bertakik – takik ( sophisticated thinking ). Simone de Bauvoir mengatakan, “ A Philosopher who make subjectivity concrete, human existence, central to this viewpoint, is man conditions in its full concrete reality”.

Mengingat sastra ( sastra eksistensial ) merupakan ungkapan pengarang dalam menggumuli kehidupan secara intens, sementara juga menjadi bentuk pengucapan manusia yang mempunyai tujuan pada dirinya sendiri, maka antara sastra eksistensial dan eksistensialisme saling mempengaruhi sebagai sesuatu yang bersifat existensial par excellence. Sastra eksistensial terkadang tidak hanya dipengaruhi eksistensialisme, tetapi juga alat bagi pemikir eksistensialisme dalam menyampaikan gagasannya yang pada gilirannya nanti menjadi referensi bagi pemikiran ekstensialisme itu sendiri. Keduanya, baik sastra eksistensial maupun eksistensialisme mempunyai tujuan yang sama yaitu memberikan kesadaran pada manusia akan kondisi kemanusiaannya. Jadi sastra eksistensial ( seperti halnya juga eksistensialisme ) merupakan reaksi terhadap pandangan yang menempatkan manusia bersama orang lain sehingga melupakan manusia sebagai individu dengan berbagai persoalan eksistensial yang dialaminya

Sastra eksistensial dan eksistensialisme adalah dunia bagi penghayatan manusia pada segi – segi eksistensial yang menjadi problem dirinya. Yang disampaikan olehnya bukanlah gagasan abstrak tentang manusia melainkan kedudukan manusia pada situasi tertentu yang konkret, yang selalu didesak antara kefanaan dengan keabadian, yang selalu ditarik antara kehidupan dengan kematian, ataupun yang selalu dihadapkan pada keberhasilan dengan kegagalan.

Tarik menarik antara sastra eksistensial dengan eksistensialisme dapat dijelaskan melalui tiga tahapan yang berjalan berbeda. Tahap pertama eksternalisasi, yaitu proses dimana sastrawan menuangkan hasil renungannya mengenai segi – segi eksistensial kedalam karyanya sehingga lambat laun karya sastra tersebut menjadi dan nampak seperti pemikiran eksistensialisme. Apabila pemikiran yang dibentuk oleh eksternalisasi tersebut kemudian mengukuhkan diri dan sastrawan kembali menghadapi karya sastra sebagai suatu faktisitas, maka pada saat itu proses tersebut memasuki tahapan objektivikasi. Dalam pada itu agar pemikiran yang telah diobjektivikasi tidak menjadi asing bagi pengarang yang menciptakannya, ia harus diusahakan kembali menjadi bagian dari subjektivitas pengarang. Inilah tahapan internalisasi

Tiga tahapan tersebut mempunyai perbedaan – perbedaan dalam rangka penyampaian segi – segi eksistensial dalam karya sastra. Oleh eksternalisasi segi – segi eksistensial dalam karya sastra menjadi pemikiran eksistensialisme dan merupakan produk kegiatan subjektivitas pengarang. Oleh objektivikasi segi – segi eksistensial dalam karya sastra menjadi realitas sui generis, terlepas dari subjektivitas pengarang yang mengemukakannya. Oleh internalisasi pemikiran eksistensialisme mendapat giliran mempengaruhi subjektivitas pengarang dalam memahami segi – segi eksistensial.

Tahapan eksternalisasi dapat dilihat pada karya – karya Chairil Anwar. Betapapun sulitnya membuktikan bagaimana modus masuknya eksistensialisme dalam karya - karyanya, banyak kritikus menganggap adanya pemikiran eksistensialisme dalam karya Chairil Anwar. Dalam tahap objektivikasi, pengarang terasing oleh ide dan gagasannya sendiri sehingga dalam proses kreatifnya ia tidak mengetahui apa yang terjadi pada manusia ketika berhadapan dengan segi – segi eksistensial. Pengarang – demikian seperti yang dikatakan Sartre - tidak berperan menjadi Tuhan bagi tokoh – tokoh dalam novelnya. Sedangkan pada tahap internalisasi, eksistensialisme terang – terangan dipakai pengarang dalam memahami segi – segi eksistensial manusia. Hal ini dapat dilihat dalam proses kreatif iwan simatupang yang menggunakan sastra sebagai alat pemikiran eksistensialisme seperti yang dikatakannya sendiri, “ sastra bukan melahirkan konsepsi tertentu, melainkan dilahirkan dari konsepsi tertentu “

Dalam uraian yang serba singkat ini, kita dapat melihat adanya dilematis bagi sastra eksistensial akibat adanya keterikatan yang kuat dengan eksistensialisme. Seperti pilihan melihat dirinya sebagai bagian dari eksistensialisme atau karya seni ? Tanpa memasuki pemikiran tertentu karya sastra menjadi kering dan kurang mempunyai peranan penting dalam kehidupan. Tetapi begitu ia mandeg dan puas dalam pemikiran tertentu, seringkali karya sastra menyangkal dirinya sebagai bagian dari seni yang mempunyai nilai estetis dan imajinatif. Karya sastra hanya sekedar alat untuk menyampaikan slogan pemikiran pengarang yang menciptakannya

01 Oktober 2011
*) Diolah dari berbagai sumber. Merupakan ringkasan dari makalah yang disampaikan pada seminar Sastra dan Filsafat medio oktober 1992 yang diselenggarakan oleh mahasiswa fakultas sastra se-Indonesia di Jakarta. Ditulis kembali atas permintaan seorang perempuan terkasih yang menghadapi derita hidup dengan senyum dan hati yang bersih.

Dijumput dari: http://www.facebook.com/notes/romo-jansen-boediantono/catatan-catatan-kaki-mas-udiantono-romo-jansen-boediantono-/258164194228507

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati