Romo Jansen Boediantono
http://www.facebook.com/
Menurut istilahnya, filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia. “Philo” artinya cinta, sedangkan “Sophia” mengandung arti hikmah. Jadi philosophia memiliki pengertian cinta pada kebenaran atau hikmah. Filsafat biasa dianggap sesuatu yang abstrak dari seluruh pengetahuan manusia dan dan terpisah jauh dari lingkungan kehidupan. Hal ini disebabkan bayangan orang mengenai filsafat berupa pertanyaan – pertanyaan yang mencakup inti persoalan kehidupan, sementara dipihak lain manusia hanya sanggup meluangkan waktu dan tenaga untuk menjalani kehidupan itu sendiri.
Filsafat sering juga dianggap “ weltanschuung “ ( pandangan dunia ). Dengan demikian dapat dikatakan hampir seluruh manusia mempunyai “ wawasan filosofis “, baik yang disadari maupun tidak. Filsafat yang lengkap mencakup pandangan dunia atau konsep umum mengenai keseluruhan semesta dan suatu pandangan hidup yang berisi nilai – nilai, makna dan tujuan hidup manusia. Jadi filsafat merupakan dasar bagi sikap dan perbuatan manusia dalam mencapai tujuan hidupnya dan tercermin dalam kehidupan sehari–hari.
Oleh karena itu filsafat bukanlah suatu kegiatan yang hanya boleh dilakukan orang – orang tertentu melainkan dapat dilakukan semua orang. Filsafat merupakan dunia terbuka bagi setiap orang untuk merenungkan kembali peristiwa sehari – hari, mengenai diri sendiri dan semesta dalam bentuk pertanyaan. Filsafat bertitik pangkal pada pertanyaan dan diakhiri dengan pertanyaan. Itulah yang menyebabkan setiap persoalan yang dibicarakan dalam filsafat tidak pernah selesai
Dari berbagai macam aliran filsafat, terdapatlah filsafat eksistensi. Filsafat eksistensi atau yang sering disebut eksistensialisme adalah suatu gerakan protes dalam filsafat modern dan bukanlah suatu doktrin yang homogen. Ia merupakan gerakan filsafat yang menghimpun sejumlah pemikiran filsafat yang berlainan asumsi, konsep – konsep dan lingkup masalahnya. Tetapi sekalipun terdapat perbedaan besar pemikiran filsafat yang tergabung dalam aliran ini, arus dasarnya sama : berontak pada filsafat tradisional dan situasi kehidupan modern
Eksistensialisme merupakan reaksi terhadap pandangan filsuf – filsuf terdahulu yang menurut mereka telah menghancurkan ilusi tentang kebebasan manusia. Untuk itu misi gerakan ini melawan pandangan yang menempatkan manusia pada tingkat impersonal. Dalam filsafat tradisional pusat perhatian hampir semuanya diarahkan pada metafisika tentang ada, rasionalisme dan dunia objektif serta melupakan emosi manusia berupa pertanyaan mengenai makna hidup, penderitaan, kematian maupun problem eksistensial lainnya. Manusia individual dengan problem eksistensialnya yang unik dari keberadaannya sehari – hari telah ditinggalkan oleh filsafat tradisional. Untuk itu eksistensialisme mengadakan reaksi pada kekurangan filsafat tradisional dengan memusatkan perhatian pada manusia sebagaimana dia meng-ada dalam dunia, serta relasi manusia dengan manusia dan dunia
Di Eropa faktor penyebab utama yang menyebarluaskan aliran eksistensialisme adalah banyaknya kejadian tidak logis akibat dua kali perang dunia yang menyebabkan kegoncangan pada norma – norma yang ada. Disamping itu juga, kehidupan modern yang terlalu optimis tapi dangkal dan terlalu yakin akan kemajuan ikut memperbesar aliran ini. Para pendudukung aliran ini berusaha menyingkap makna baru dalam kehidupan manusia serta meninjau kembali posisinya sesudah ilusi tentang kehidupan hancur oleh malapetaka yang terlalu banyak dalam sejarah. Model – model pemikiran objektif dikesampingkan, mereka hanya mengandalkan metode fenomenologi yang menguraikan fakta – fakta pemikiran sesuai yang dihayati manusia
Adalah sangat sulit menyimpulkan eksistensialisme mengingat banyaknya perbedaan yang kompleks dari pemikir – pemikir eksistensialisme itu sendiri. Tapi secara umum dapat dikatakan bahwa eksistensialisme adalah filsafat yang memandang segala gejala berpangkal pada keberadaan dengan titik pusatnya manusia
Secara etimologis eksistensi berasal dari bahasa latin existere yang terdiri dari dua suku kata, yaitu ex “ ( keluar ) dan “ sitere “ ( membuat berdiri ). Jadi eksistensialisme berarti apa yang ada, apa yang dimiliki ( aktualitas ), apa yang dialami. Karena itu para eksistensialis memahami keberadaan manusia bukan semata – mata karena ada yang statis, melainkan dalam keadaan menjadi, berkembang dan berkesinambungan. Dan ini merupakan aksioma dasar yang dipakai para eksistensialis dalam menerangkan berbagai macam problem eksistensial yang dialami manusia. Pandangan eksistensialisme ini merentang dari ateisme sampai aristotelenisme. Sampai batas – batas yang luas dapatlah dikatakan sebagai hasil pemikiran yang bebas dari prasangka – prasangka kultural, sosial, historis maupun religius.
Kaitan Eksistensialisme dengan Sastra
Sebagaimana yang telah disinggung diatas, filsafat eksistensi banyak dilatarbelakangi suasana kehidupan modern. Suasana kehidupan modern tersebut juga banyak dicerminkan karya sastra. Jadi seringkali jawaban yang diberikan sastra pararel dengan jawaban yang filsafat eksistensi terhadap situasi kehidupan modern. Eksistensialisme adalah jawaban yang diberikan filsafat dan sastra terhadap apa yang disebutnya sebagai situasi kehidupan modern
Hal itu bukan berarti seorang sastrawan sebelum memulai proses kreatifnya harus mempelajari filsafat lebih dulu. Bisa saja jawaban tersebut dihasilkan melalui penghayatan intens pengarang dalam menggumuli kehidupan. Setiap manusia yang sungguh – sungguh menghayati kehidupan akan selalu merasakan momen – momen atau segi – segi eksistensialnya. Sastra merupakan alat untuk mengucapkan pemikiran pengarang dalam memahami eksistensi manusia secara konkret, estetik dan imajinatif, bukan manusia dalam pemikiran yang bertakik – takik ( sophisticated thinking ). Simone de Bauvoir mengatakan, “ A Philosopher who make subjectivity concrete, human existence, central to this viewpoint, is man conditions in its full concrete reality”.
Mengingat sastra ( sastra eksistensial ) merupakan ungkapan pengarang dalam menggumuli kehidupan secara intens, sementara juga menjadi bentuk pengucapan manusia yang mempunyai tujuan pada dirinya sendiri, maka antara sastra eksistensial dan eksistensialisme saling mempengaruhi sebagai sesuatu yang bersifat existensial par excellence. Sastra eksistensial terkadang tidak hanya dipengaruhi eksistensialisme, tetapi juga alat bagi pemikir eksistensialisme dalam menyampaikan gagasannya yang pada gilirannya nanti menjadi referensi bagi pemikiran ekstensialisme itu sendiri. Keduanya, baik sastra eksistensial maupun eksistensialisme mempunyai tujuan yang sama yaitu memberikan kesadaran pada manusia akan kondisi kemanusiaannya. Jadi sastra eksistensial ( seperti halnya juga eksistensialisme ) merupakan reaksi terhadap pandangan yang menempatkan manusia bersama orang lain sehingga melupakan manusia sebagai individu dengan berbagai persoalan eksistensial yang dialaminya
Sastra eksistensial dan eksistensialisme adalah dunia bagi penghayatan manusia pada segi – segi eksistensial yang menjadi problem dirinya. Yang disampaikan olehnya bukanlah gagasan abstrak tentang manusia melainkan kedudukan manusia pada situasi tertentu yang konkret, yang selalu didesak antara kefanaan dengan keabadian, yang selalu ditarik antara kehidupan dengan kematian, ataupun yang selalu dihadapkan pada keberhasilan dengan kegagalan.
Tarik menarik antara sastra eksistensial dengan eksistensialisme dapat dijelaskan melalui tiga tahapan yang berjalan berbeda. Tahap pertama eksternalisasi, yaitu proses dimana sastrawan menuangkan hasil renungannya mengenai segi – segi eksistensial kedalam karyanya sehingga lambat laun karya sastra tersebut menjadi dan nampak seperti pemikiran eksistensialisme. Apabila pemikiran yang dibentuk oleh eksternalisasi tersebut kemudian mengukuhkan diri dan sastrawan kembali menghadapi karya sastra sebagai suatu faktisitas, maka pada saat itu proses tersebut memasuki tahapan objektivikasi. Dalam pada itu agar pemikiran yang telah diobjektivikasi tidak menjadi asing bagi pengarang yang menciptakannya, ia harus diusahakan kembali menjadi bagian dari subjektivitas pengarang. Inilah tahapan internalisasi
Tiga tahapan tersebut mempunyai perbedaan – perbedaan dalam rangka penyampaian segi – segi eksistensial dalam karya sastra. Oleh eksternalisasi segi – segi eksistensial dalam karya sastra menjadi pemikiran eksistensialisme dan merupakan produk kegiatan subjektivitas pengarang. Oleh objektivikasi segi – segi eksistensial dalam karya sastra menjadi realitas sui generis, terlepas dari subjektivitas pengarang yang mengemukakannya. Oleh internalisasi pemikiran eksistensialisme mendapat giliran mempengaruhi subjektivitas pengarang dalam memahami segi – segi eksistensial.
Tahapan eksternalisasi dapat dilihat pada karya – karya Chairil Anwar. Betapapun sulitnya membuktikan bagaimana modus masuknya eksistensialisme dalam karya - karyanya, banyak kritikus menganggap adanya pemikiran eksistensialisme dalam karya Chairil Anwar. Dalam tahap objektivikasi, pengarang terasing oleh ide dan gagasannya sendiri sehingga dalam proses kreatifnya ia tidak mengetahui apa yang terjadi pada manusia ketika berhadapan dengan segi – segi eksistensial. Pengarang – demikian seperti yang dikatakan Sartre - tidak berperan menjadi Tuhan bagi tokoh – tokoh dalam novelnya. Sedangkan pada tahap internalisasi, eksistensialisme terang – terangan dipakai pengarang dalam memahami segi – segi eksistensial manusia. Hal ini dapat dilihat dalam proses kreatif iwan simatupang yang menggunakan sastra sebagai alat pemikiran eksistensialisme seperti yang dikatakannya sendiri, “ sastra bukan melahirkan konsepsi tertentu, melainkan dilahirkan dari konsepsi tertentu “
Dalam uraian yang serba singkat ini, kita dapat melihat adanya dilematis bagi sastra eksistensial akibat adanya keterikatan yang kuat dengan eksistensialisme. Seperti pilihan melihat dirinya sebagai bagian dari eksistensialisme atau karya seni ? Tanpa memasuki pemikiran tertentu karya sastra menjadi kering dan kurang mempunyai peranan penting dalam kehidupan. Tetapi begitu ia mandeg dan puas dalam pemikiran tertentu, seringkali karya sastra menyangkal dirinya sebagai bagian dari seni yang mempunyai nilai estetis dan imajinatif. Karya sastra hanya sekedar alat untuk menyampaikan slogan pemikiran pengarang yang menciptakannya
01 Oktober 2011
*) Diolah dari berbagai sumber. Merupakan ringkasan dari makalah yang disampaikan pada seminar Sastra dan Filsafat medio oktober 1992 yang diselenggarakan oleh mahasiswa fakultas sastra se-Indonesia di Jakarta. Ditulis kembali atas permintaan seorang perempuan terkasih yang menghadapi derita hidup dengan senyum dan hati yang bersih.
Dijumput dari: http://www.facebook.com/notes/romo-jansen-boediantono/catatan-catatan-kaki-mas-udiantono-romo-jansen-boediantono-/258164194228507
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar