Minggu, 23 Oktober 2011

Bahasa, Penyair, dan Kreativitas

Rida K Liamsi
Riau Pos, 26 Des 2010

BAHASA adalah rumah, tanah air para penyair. Di sinilah dia lahir dan dibesarkan. Di sinilah dia tumbuh dan berkembang. Dari sinilah kemudian dia mengembara untuk memberi makna kehidupannya, sebelum pada akhirnya pulang kembali ke rumah keabadiannya. Bahasa adalah jati diri penyair. Karenanya, penyair yang kehilangan bahasanya, akan kehilangan segalanya. Kehilangan jati diri. “Yang tak berumah takkan menegakkan tiang,” begitu kata salah satu bait puisi penyair Rainer Maria Rielke “Di Batu Penghabisan ke Huesca” yang diterjemahkan Goenawan Mohammad, salah satu penyair besar Indonesia.

Karena itu pula, salah satu tugas penting seorang penyair adalah memelihara, memperkaya, dan mempertahankan bahasanya. Karena itu adalah perjuangan menegakkan jati dirinya. Apalagi, sekarang ini pada kenyataannya, bahasa adalah salah satu benteng terakhir nasionalisme yang masih bisa bertahan di tengah gempuran globalisasi dan kemajuan tekhnologi informasi. Fungsi, peran, dan posisi bahasa yang demikian ini, sejak dahulu sudah dilakukan oleh bahasa Melayu, baik sebagai bahasa ibu, maupun sebagai bahasa yang menjadi teras bahasa nasional Indonesia. Dan tetap kukuh sampai saat ini, sebagaimana kukuhnya jati diri para penyair Melayu.

Ibarat samudera, bahasa juga adalah sumber kreativitas para penyair, tak terkecuali bahasa Melayu. Di sinilah, di keluasan, di kedalaman, di kebiruan, di gelombang, di karang, di ribut, di badainya samudera bahasa itulah, para penyair mengekplorasi segala sumber misteri dan inspirasi yang terkandung di dalamnya, menjadi karya-karya, yang hakekatnya adalah untuk mengangkat dan mempertahankan harkat dan martabat kemanusiaan. Karya-karya inilah yang kelak menjadi kontribusi para penyair terhadap pembentukan kebudayaan bangsa dan tanah airnya. Karya-karya yang ujud dalam bentuk puisi, novel, roman, teater, dan karya budaya lainnya, yang hanya bisa lahir karena adanya bahasa dan seluruh inspirasi yang disediakannya.

Eksistensi seorang penyair, sastrawan, budayawan, adalah karena karyanya. Dan karya-karya itu hanya lahir dari proses kreativitas, dan kreativitas itu hanya bisa tumbuh dan berkembang, jika ada media ekspresinya yang hidup dan menggairahkannya, dan itu adalah bahasa. Dan kita belajar menulis puisi, belajar membangun kreativitas, sejak degub kehidupan manusia ini bermula. “Kun Fayakun” itulah kata pertama. Itulah puisi pertama. Itulah imaji pertama yang mengaliri darah dan napas para penyair. Dan karena itu pulalah, bahasa Melayu sebagaimana ujudnya, dan kesadaran awalnya, adalah bahasa yang sangat kreatif, imajinatif, dan menggairahkan.

Bahasa yang baik bagi penyair, adalah bahasa yang memberi kebebasan kepadanya untuk mengembangkan dan mengolahnya menjadi media komunikasi yang mudah, lancar, dan bermakna dalam karya-karyanya. Kondisi yang demikian diperlukan penyair untuk meghasilkan karya-karya yang kuat, termasuk karya sastra. Karya-karya yang besar hanya lahir dari bahasa yang merdeka, yang bebas, yang lentur, yang tidak terkurung dan terperangkap dalam berbagai aturan dan tata bahasa yang kaku dan beku.

Dalam hal ini, bahasa Melayu, adalah salah bahasa yang sangat apresiatif. Bukan hanya memiliki kemerdekaan dalam bentuk dan struktur bahasanya, juga memiliki keindahan dalam diksi, intonasi, dan ritmenya sehingga menjadi bahasa yang sangat puitis. Lihatlah syair-syair salah satu bentuk karya sastra Melayu. Atau gurindam seloka, dll. Membacanya, seakan kita bernyanyi. Berdendang. Karena itu, ada yang menyamakan keindahan bahasa Melayu itu dengan keindahan bahasa Spanyol.

Bahasa yang merdeka, yang bebas, adalah bahasa yang selalu memberi inspirasi, yang seakan tak pernah diam, terus menggelitik batin penyair untuk terus meluapkan ekspresi, yang terus mengajaknya untuk terus menggali mencari inti esensinya. Bahasa yang demikian sangat diperlukan untuk proses kreativitas menghasilkan karya-karya sastra, terutama puisi , karena bahasa yang merdeka itu sangat imajinatif. Menulis puisi itu adalah menulis metafor, menuangkan imajinasi. Dengan sepatah kata, serangkai hanya satu kata saja, penyair sudah bisa menghasilkan sebuah puisi yang penuh makna. Lihat puisi alit Sutarji yang berjudul “Luka”, atau sajak Chairil Anwar “Ibu”, dan beberapa sajak Sitor Situmorang, seperti “Malam Lebaran”, atau yang sangat terkenal puisi “Bunga di Atas Batu”: Bunga di atas batu, dibakar sepi… Karena itu, di Indonesia misalnya, karya-karya besar dan kuat, banyak lahir dari para penyair atau sastrawan yang berlatar belakang dan bertutur dalam bahasa Melayu, karena pengaruh dan keunggulan bahasa Melayu yang sangat imajinatif itu. Bahkan ada yang mengatakan, semua orang di Riau ini, bisa jadi penyair, karena memiliki bahasa Melayu, salah satu bahasa yang mempunyai semua aspek puitical terbaik sebagai bahasa puisi. Bandingkan dengan bahasa Inggris misalnya, yang aspek puitica-nya sangat sulit didapat, meski ditulis dalam bahasa ibu mereka.

Puisi-puisi Indonesia muthahir, punya kecendrungan kembali ke bahasa ibu, kebahasa asal, kekuatan lokal, ke pengucapan purba. Puisi-puisi mantra Sutarji, atau puisi-puisi historisnya Taufik Ikram Jamil, atau puisi-puisi rasnya Fakhrunnas MA Jabbar, atau puisi-puisi tradisi pada beberapa penyair Riau lain seperti Marhalim Zaini, untuk menunjukkan beberapa contoh, meski penamaan genrenya belum tentu tepat. Meskipun puisi-puisinya ditulis dalam bahasa Indonesia, tetapi di dalam puisi-puisi itu dapat dirasakan gaya pengucapan yang menampilkan semangat dan tradisi tuturan lokal,jejak awal sejarah dan budaya ibunya.

Muncul sejumlah kata-kata lokal, bahkan yang sudah termasuk kata-kata arkhais. Bentuk-bentuk pengucapan, terutama puisi, makin banyak yang kembali ke struktur syair, gurindam, dan berbagai bentuk lain. Puisi-puisi ini, akan semakin tampak kelokalan, keasalannya, bila sudah dibacakan. Dan pada kenyataannya, meskipun dominasi bahasa ibu, gaya penuturan lokal, karya-karya itu tetap komunikatif, bisa dirasakan, dapat dipahami, karena pada hakekatnya bahasa itu, bagaimanapun bedanya, rohnya adalah pada kesamaan rasa, yang dapat dibangkitkan dalam bentuk simbol-simbol, dalam isyarat-isyarat. Lihatlah bagaimana bahasa prokem itu masuk dan mengaduk-aduk karya sastra, termasuk puisi-puisi dan novel, terutama bahasa Betawi dan bahasa gaul. Juga bahasa Facebook, bahasa Twitter, dan yang sangat fenomenal adalah bahasa Blackberry, yang mampu membangun komunikasi secara luas, hanya dengan simbol-simbol (smiley), yang betapapun asing dan aneh, tetapi seakan dapat berbaur dan berkomunikasi dengan komunitas mereka yang berbeda.

Bahasa juga adalah bagian dari kesejarahan. Dalam pemahaman harfiah, bahasa memang berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi. Di mulai dengan simbol-simbol, lalu kata, lalu kalimat, dan seterusnya. Kini, bahasa komunikasi, kembali ke simbol-simbol, meskipun lebih universal. Bahasa Melayu sebagai bahasa yang merdeka, kreatif, imajinatif, dan sugestif, ada di dalam proses moderenisasi dan simplikasi komunikasi manusia dalam berbahasa, ikut membangun simbol-simbol universal itu. Karena itu, “takkan Melayu hilang di dunia”, sepanjang mereka masih memiliki bahasa, sepanjang masih memiliki simbol-simbol yang universal. Masih ada 300 juta orang Melayu di dunia. Maka tegakkanlah Melayu di atas pancang bahasanya. Sebab kalau orang Melayu sudah kehilangan bahasanya, maka mereka kehilangan segala-galanya. Jangan sampai yang tinggal hanya “u” saja. Seperti puisi ini:

U
Melayu
Hhhuuuuuuu
________________
Rida K Liamsi, sastrawan. Menulis sajak, novel, dan genre sastra lainnya. Tulisan ini berasal dari makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional Bahasa Indonesia, yang diselenggarakan di Pekanbaru, 22-23 Desember 2010.
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2010/12/bahasa-penyair-dan-kreativitas.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati