Salamet Wahedi
Jawa Pos, 11 sep 2011, judul "ingatan di sini, kekuasaan di sana"
Dalam bukunya, The Book of Laughter and Forgetting (1978), Kundera, pengarang Ceko yang tinggal di Paris, menuliskan paragraf terkenal: kini tahun 1971, dan Mirek mengatakan bahwa perjuangan manusia melawan kekuasaan adalah perjuangan manusia melawan lupa. Berpuluh tahun lamanya, ungkapan ini hanya sebagai ‘kata lain’ dari berbagai peristiwa kekuasaan yang tak pernah mengindahkan maksud dan tujuan awalnya. Bahkan, meminjam istilah ini, era reformasi yang didengungkan 1998 pun hanya sebatas usaha melawan kelupaan orde baru terhadap nilai-nilai UUD 1945 dan Pancasila yang dihambur-hamburkan. Lalu apa hubungan lupa dan kuasa? Kok seolah-olah keduanya memiliki kaitan yang kuat?
Inilah cerita yang menarik: Yukio Hatoyama, mantan Perdana Menteri Jepang, pada tahun 2010 terpaksa mengundurkan diri. Alasannya cukup sederhana: dia ingat, kalau dia –waktu kampanye pemilu- berjanji untuk ‘mengusir’ marinir AS Futenma dari pangkalan Oikinawa. Tapi setelah pemerintahannya berjalan sembilan bulan lamanya, marinir AS ternyata masih ongkang-ongkang kaki di Okinawa. Andai dia lupa dengan janjinya, mungkin 17 ribu orang dengan formasi rantai 13 kilometer, akan terus melawan kelupaannya. Sayangnya, Hatoyama ingat, dan merasa dirinya gagal. Karena gagal, ia memtuskan mengundurkan diri dari kursi empuk perdana menteri. Karena kekuasaan tidak lupa, maka tak perlu ada perlawanan berlarut-larut.
Lain lagi cerita tentang Si Pawang ular di sebuah arena pasar malam yang mati karena ‘lupa’. Awalnya dia ingat nasihat moyangnya: ular memiliki racun yang mematikan. Berusahalah ia menjinakkan ular tersebut. Atas usahanya ini, Si Pawang menjelma penguasa ular. Sayangnya kekuasaan yang puluhan tahun dijalaninya membuatnya lupa: ular tetaplah ular. Konon, di suatu pementasan: ular yang ‘dikuasainya’ dimasukkan dari mulutnya dan dikeluarkan lewat hidungnya. Adegan ini menghibur sekaligus penuh tantangan. Tapi karena Si Pawang sudah lupa, ia pun terlena. Pada satu pertunjukan Si Ular pun tidak keluar dari hidungnya. Si Ular lebih memilih masuk ke dalam kerongkongan Si Pawang dan menancapkan patukannya tepat di dalam dada Si Pawang. Tamatlah riwayat kekuasaan Si Pawang karena ‘lupa’.
Di era-SBY, kata-kata tokoh Mirek-nya Kundera di atas menemukan cerita konkret: saya minta kepada Bapak SBY jangan sakiti istri saya. Saya tidak akan ngomong apa-apa. Saya lupa semuanya, kata Nazaruddin. Entah benar atau tidak omongan Nazaruddin, tapi yang terjadi Nazaruddin memang ‘lupa’ tentang nyanyiannya. Beberapa waktu lalu, Nazaruddin lewat video skype mengungkapkan: bahwa banyak teman-teman sejawatnya di Partai Demokrat: Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, ‘ibu-artis’ Angelina Sondakh, Mirwan Amir, ‘Putra-Mahkota’ Ibas, dan lainnya, merupakan para pemain sandiwara nomor wahid. Bersama mereka proyek-proyek penghisap uang negara lahir dan berjalan dengan santun. Tidak hanya itu, O.C. Kaligis yang beberapa waktu lalu sempat menemui Nazaruddin di Singapura, juga menegaskan: yang tersimpan dalam memori Nazaruddin sangat menyeramkan. Andai berapa persennya saja dibuka ke publik, Negara Kesatuan Republik Indonesia akan goncang. Mungkin lagu “Untuk Bumi Kita” tak akan sempat diperdengarkan di sela upacara bendera tujuh-belasan? Apalagi penghargaan untuk ibu Negara Ani Yudhoyono yang berjasa atas perannya sebagai ‘simbol-aplaus’ Presiden di berbagai acara, mungkin tak akan sempat disematkan.
Lupanya Nazaruddin pada nyanyiannya; pada orang-orang yang seharusnya menemaninya di Rutan Mako Brimob, bisa jadi karena Nazaruddin sudah mendapat salinan buku Kundera di atas. Dengan membaca buku itu, mungkin Nazaruddin sadar, ingatannya ternyata melawan kekuasaan. Mungkin ia juga sadar, presiden kita yang sekarang bukanlah Abdurrahman Wahid, atau Megawati, atau Habibie yang ‘rakyat-sipil’. Presiden kita sekarang yang dihadapinya alumni “korps-loreng”. Ia pun mungkin ingat cerita ‘mendebarkan’ Orde Baru yang juga dikomandoi alumni “korps-loreng”. So, Nazaruddin akhirnya sadar melawan kekuasaan, berarti mengancam keselamatan anak-istrinya. Ia pun memutuskan, menjadi pelupa adalah jalan terbaik untuk menyelamatkan semuanya. Mungkin setelah mengidap penyakit lupa, Nazaruddin berharap menjadi sakti lagi. Serupa Nunun Nurbaeti, yang pernah diisukan mengalami penyakit pikun akut, dan sampai sekarang belum tertangkap. Atau Nazaruddin juga berkeinginan menjadi tokoh Mirek, tapi dalam dongengan buku Cikeas dan mengatakan: cara terbaik menyelamatkan diri jadi ancaman kekuasaan adalah menjadi manusia pelupa.
Alangkah baiknya, untuk sekadar melupakan yang teringat, kita kembali membolak-balik kitab ramalan. Bukan karena apa, di kitab ramalan kita tidak akan mengalami lupa atau ingat, apalagi ingin berkuasa. Sebab semakin kita ‘mengingat’ semakin banyak ruang-ruang kosong yang semestinya kita isi dengan golak perlawanan. Apalagi para elite politik hari ini semakin gencar berakrobat: ada yang blusukan ke pasar-pasar rakyat; ada yang menggelar buka bersama; ada yang getol bersuara biarkan hukum yang memproses. Semua akrobat itu hanya satu tujuannya: agar kita semua lupa. Lupa akan yang kita ingat: Lapindo masih mengepul dan siap ngebor lagi; Century hangat-hangat tahi ayam; Gayus yang cengengesan diganjar tak sebanding akal bulusnya; dan tentunya Nazaruddin yang tiba-tiba jadi anak shaleh dan pendiam.
Sekali lagi, menerawang suasana dan kondisi Kundera menuliskan paragraf terkenalnya di atas, penulis mendapati wajah-wajah elite politik negeri ini yang suka berkelakar dan berbisik: di negeri ini, Anda –siapa pun dan di mana pun- jangan sok ingat. Ingatlah ala kadarnya, lalu lupakan secepatnya. Kalau tidak, Anda akan diingat sebagai orang yang memiliki penyakit pikun akut, dan akan dilupakan sebagai pengingat yang sia-sia. Sebab ini kekuasaan!
*) Salamet Wahedi, Lahir di Sumenep, 03 Mei 1984. Menulis puisi, cerpen, dan esai. Karya-karyanya pernah dipublikasikan di berbagai media, antara lain: Majalah Sastra Horison, Radar Madura, Suara Pembaruan, dan Batam Pos. Juga dalam beberapa antologi: Nemor Kara (antologi puisi Madura, Balai Bahasa Surabaya, 2006), Yaa-sin (antologi puisi santri Jawa Timur, Balai Bahasa Surabaya, 2007), dan lain-lain. Tinggal di di Lidah Wetan, Gang VI No. 24 Surabaya.
Sumber: http://www.facebook.com/notes/set-loka-atena/ingatan-yang-dilupa/10150379054397275
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar