Senin, 02 Mei 2011

PANCANA, KAMPUNG PENULIS SASTRA TERPANJANG DI DUNIA

Jamrin Abubakar
http://www.kompasiana.com/jamrin_abubakar

MULANYA tidak begitu dikenal dan dianggap biasa saja, namun ketika Seminar Internasional I La Galigo digelar tahun 2002 yang dihadiri sejumlah seniman, budayawan dan peneliti dari berbagai Negara, praktis Desa Pancana begitu terkenal. Terbilang mengejutkan, sebelumnya tak banyak yang tahu kalau desa itu punya latar belakang sejarah dan budaya yang amat menarik. Bahkan merupakan salah satu pusat sastra dunia yang ditulis pujangga asli Bugis.

ejak itu Pancana bukan saja dikenal sebagai salah satu desa kecil (luasnya hanya 9,2 km) di ujung Kabupaten Barru yang berbatasan dengan Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, tapi kini dapat dikatakan sebagai desa internasional di ujung Barru. Padahal dibanding desa-desa tetangga sekitar Pancana tak jauh beda, secara kultural mayoritas penduduknya beretnis Bugis yang hidup dari pertanian kebanyakan menggarap sawah dan sebagian hidup menjadi nelayan.

Namun khusus Pancana, Kecamatan Tanete Rilau punya keistimewaan, bukan saja telah dikenal sebagai salah satu kawasan wisata budaya andalan di Sulawesi Selatan yang selalu mendapat perhatian dan sering dikunjungi wisatawan. Tapi dapat dikatakan ini merupakan daerah wisata sastra yang berawal dari seminar epos I La Galigo yang digagas Dr. Nurjayati Rahman seorang peneliti dari UNHAS. Kumpulan makalah-makalah (dalam bahasa Indonesia & Inggris, dan sedikit cuplikan dalam bahasa Bugis) telah diterbitkan dalam bentuk buku sebagai referensi yang menarik.

Selain itu, di Pancana sering dilaksanakan berbagai jenis pertunjukan seni dan kemah budaya antarpelajar dalam rangkaian acara Sastra Kepulauan salah satu event sastra di Sulsel yang selalu menghadirkan sejumlah sastrawan terkenal. Atraksi para bissu Bugis DARI Segeri (Pangkep) yang semuanya calabai (laki-laki berperilaku perempuan) dengan kekebalan tusukan keris dalam atraksi, beberapa kali tampil mempertunjukkan kemampuan ritualnya di Pancana. Kesenian para bissu yang merupakan tradisi perpaduan seni sastra lisan, seni tari, musik, seni rupa dan instalasi juga berakar dari tradisi yang terkandung dalam epos I La Galigo. Di antara spiritnya mencerminkan kedikdayaan tokoh Sawerigading sebagai tokoh sentral yang memiliki kekuatan-kekuatan supranatural, menguasai tiga dunia; bawah, tengah dan atas hingga berkomunikasi dengan “dewa-dewa.”

Dalam sebuah kunjungan penulis ke Pancana untuk menghadiri Sastra Kepulauan, sempat menyaksikan pertunjukan Puang Matoa Saidi seorang pemimpin kaum Bissu. Bagi komunitas seni tradisi di Sulsel, nama Puang Saidi sangat popular, sudah berkali-kali melakukan pementasan, termasuk ke Bali, bahkan dia menjadi salah satu bagian dari pementasan teater La Galigo untuk pentas keliling di panggung-panggung teater terkenal di dunia. Sebab dalam sureq I La Galigo peran bissu memiliki kedudukan cukup penting dalam berbagai upacara zaman dahulu kala. Namun ketika masa Orde Baru sempat vakum menyusul pemandegan kebudayaan-kebudayaan yang kadang disalahpersepsikan oleh penguasa.

Menuju Pancana

Untuk jalan-jalan ke desa Pancana sangat mudah, karena bukanlah desa yang terisolasi dan masyarakatnya sudah mengikuti perkembangan zaman. Secara geografis berada di tepi pantai berhadapan langsung dengan Selat Makassar, untuk menjangkaunya selain lewat perairan laut, paling mudah ditempuh dengan kendaraan sepeda motor atau roda empat dengan melalui jalan trans Sulawsi dari arah utara maupun dari arah selatan.

Pengalaman penulis yang pernah jalan-jalan ke Pancana dalam rangkaian mengikuti acara Sastra Kepulauan yang dihadiri sejumlah penyair, budayawan, koreografer dan pemerhati seni Indonesia, untuk menuju desa tersebut tidaklah sulit. Paling gampang dan cepat adalah lewat jalur dari arah Kota Makassar bisa ditempuh dengan kendaraan bus penumpang sekitar tiga atau empat jam. Cuma saja pusat permukiman Pancana tidak berada di tepi jalan trans Sulawesi, melainkan mesti berbelok ke arah kiri dari arah selatan sekitar satu kilometer untuk menuju pusat keramaian.

Kampung tua yang tata ruangnya sangat apik dan teratur ini memiliki keindahan alam yang betul-betul mencerminkan suasana pedesaan di tepi pantai yang eksotis. Di tengahnya mengalir sebuah sungai yang cukup deras mengalir membelah permukiman penduduk, namun yang cukup ramai adalah di belahan bagian selatan. Makam para bangsawan dan panrrita (ulama) yang berusia puluhan bahkan ratusan tahun silam masih terpelihara baik. Makam Datu We Tenrri Olle yang cukup besar dan eksotik di antara makam-makam lainnya menunjukkan kebesaran arung Pancana yang kini masih terpelihara baik sebagai salah satu obyek wisata religious.

Colliq Pujie

Populernya Pancana sebagai kampung wisata budaya internasional tidaklah datang begitu saja, melainkan punya latar belakang sejarah cukup panjang. Sekitar abad 19 di desa inilah pernah hidup seorang bangsawan wanita, dikenal sebagai pujangga Bugis yang sangat hebat bernama Ratna Kencana Colliq Pujie Arung Pancana Toa atau biasa disebut hanya Colliq Pujie. Namanya diabadikan pada salah satu jalan di desa Pancana dan nama sebuah Baruga sebagai bentuk penghargaan terhadap jasa-jasa intelektualnya.

“Colliq Pujie adalah penulis epos terpanjang di dunia dan kisah I La Galigo itu jauh lepih panjang daripada epos Mahabarat dan Ramayana dari India yang selama ini sangat dikenal. Padahal yang sebenarnya epos terpanjang di dunia itu adalah karya sastra yang ditulis orang Bugis,” ungkap Nurhayati Rahman di suatu seminar di Makassar.

Kisah legenda heroisme Bugis itu sangat melegenda telah diterjemahkan dalam bahasa Belanda sejak zaman kolonial dan beberpa tahun silam sebagian kecil episode I La Galigo telah dipentaskan keliling dunia dalam bentuk teater.

Pada zamannya Colliq Pujie punya peran besar sebagai sastrawan yang luar biasa melahirkan maha karya yang sulit dan takkan berulang saat zaman serba canggih ini. Kedudukannya dalam masyarakat bukan saja sebagai intelektual penjaga tradisi leluhur orang Bugis, tapi juga sebagai orang yang disegani punya kemampuan menulis gagasan saat serba keterbatasan alat tulis. Pujangga Pancana itu walau hanya menulis dengan tangan, ia mampu melahirkan kisah-kisah yang melegenda, namun dalam perkembangannya ketika penjajah Belanda masuk, Desa Pancana dan hampir seluruh desa lainnya di Sulsel berada dalam kungkungan, sementara karya-karya Colliq kemudian dibawa pemerintah kolonial ke Negara Belanda. Untungnya nasakah-naskah itu menurut sejumlah peneliti aksara Bugis termasuk Nurhayati Rahman, masih tersimpan dengan baik di Leiden. B.F. Matthes missionaris Belanda pada zaman produktif Colliq Pujie telah menyelamatkan naskah itu sehingga saat ini masih bisa dinikmati hasil salinannya.

Silaturahim budayawan

Dijadikannya desa budaya yang bertaraf internasional, Pancana ingin bangkit mengembalikan citranya yang pernah gemilang pada zamannya tempat lahirnya pujangga Bugis walau dengan semangat baru. Yaitu menjadi arena silaturahim para budayawan Indonesia maupun dari Negara lain dengan menjadi tuan rumah event seni budaya bertaraf internasional.

Sejumlah budayawan tanah air pernah mempresentasikan karya-karyanya di Pancana dalam bentuk pembacaan puisi, workshop dan orasi budaya. Di antaranya WS. Rendra, Ikra Negara, Zawawi Imron, Afrizal Malna,Halim HD dan sejumlah seniman dari Makassar. Setiap ada event selalu dipadati pengunjung terutama mahasiswa, masyarakat Pancana sendiri dan masyarakat desa tetangga selalu memberi dukungan.

Bahkan beberapa kali ada event budaya, penduduk desa Pancana selalu merelakan rumahnya dijadikan tempat penginapan bagi seluruh tamu dari luar. “Rumah saya sudah beberapa kali menjadi tempat tamu menginap setiap ada kegiatan kesenian di desa ini dengan permintaan kepala desa. Kita juga menyediakan makanan dengan biaya yang sudah diberikan dari panitia kegiatan atau pemerintah,” kata seorang pemilik rumah tempat penulis menginap.

Menurut beberapa warga yang dimintai tanggapannya, mengaku setiap ada kegiatan kesenian sangat senang, karena selain desanya ramai dikunjungi orang yang pasti berbelanja, juga desanya makin terkenal. “Hampir setiap tahun di desa Pancana ada kegiatan kesenian yang ramai dilaksanakan di baruga,” kata seorang penduduk Pancana.

Keistimewaan lain Pancana sebagai kampung budaya adalah dibangunnya sebuah baruga besar (Baruga Colliq Pujie) di tengah perkampungan masyarakat. Baruga tersebut dibangun atas dukungan pemerintah untuk dijadikan pusat kebudayaan berbagai aktivitas sosial masyarakat setempat. Bukan hanya untuk festival kesenian namun juga bagi kegiatan masalah pembangunan desa, bahkan pelantikan pejabat di jajaran Pemkab Barru juga biasa dilaksanakan di baruga.()

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati