Jumat, 22 April 2011

SUNRISE

AS Sumbawi *
http://forum-sastra-lamongan.blogspot.com/

“Yap. Selesai sudah.” Kucoba mengangkat tas ransel yang memuat segala kebutuhan. Lumayan berat. Dari luar kudengar Bondan memanggil. Aku keluar.

“Bagaimana? Sudah beres?” katanya.
“Sip. Beres.”
“Ayo, sudah ditunggu yang lain!” katanya memberi isyarat menunjuk ke jalan. Di sana kulihat sebuah mobil van parkir.

“Ya, sebentar.” Aku kemudian mengambil tas ransel di kamar. Sebentar kami sudah berjalan menuju mobil.

Siang ini langit cerah. Matahari nyalang bersinar. Udara terasa gerah membuat tubuhku segera berkeringat. Dari kaca mobil yang terbuka aku melihat beberapa orang berada di dalamnya.

Kemarin ketika aku berada di kostnya, Bondan mengatakan dirinya akan mendaki gunung Lawu bersama teman-temannya.

“Kebetulan kami masih berlima. Dua laki-laki dan tiga perempuan. Kalau kau ikut berarti pas tiga pasang. Bagaimana, mau tidak?” Bondan tertawa sejenak, kemudian menghisap rokoknya.

“Ya, aku ikut,” kataku. Dalam kepalaku, acara mendaki ini akan memunculkan suasana yang baru. Refreshing bagiku. Ya, beberapa hari ini pikiranku bleng. Aku tak bisa mengerjakan apa-apa yang sudah menjadi pekerjaan sehari-hari. Kuliah? malas. Menulis? pikiran buntu. Mau membaca? tiba-tiba langsung tertidur. Main game? aku tak begitu suka. Sepanjang hari aku hanya duduk dan mataku terus menerawang. Hanya kehabisan rokok yang membuat aku tersentak. Aku kemudian menyulut sebatang lagi. Dan lagi. Lantas pergi ke warung membeli lagi. Dan lagi. Sementara asbak sudah menyerah tak mampu memuat lagi putung-putungnya. Akhirnya berserakan di lantai kamar. Begitu juga dengan sepai-sepai abunya berjatuhan ke mana-mana.

Aku juga sudah mencoba pergi ke mana-mana. Ke kost teman-teman, ke bioskop, ke alun-alun kota, ke toko buku, ke mall. Namun, setiap berada di tempat-tempat tersebut, sebentar kemudian aku sudah merasa bosan. Kemudian pindah ke tempat lain. Akan tetapi, rasa bosan segera mendera lagi. Terus berulang-ulang. Begitu juga dengan ketika aku berada di kost Bondan. Setelah ngobrol-ngobrol sebentar, aku lantas pamit pergi.

“Jangan lupa, besok habis Dzuhur,” katanya.
“Ya,” kataku kemudian pergi.

Sepanjang perjalanan pulang ke kost, kurasakan rencana mendaki gunung Lawu menguasai pikiranku. Aku cukup senang. Ya, paling tidak aku sudah punya rencana menghabiskan waktu di hari besok. Dua hari. Sabtu dan minggu. Di samping itu, apa yang dikatakan Bondan tentang kami yang menjadi tiga pasang itu, tiga laki-laki tiga perempuan pun memberi semangat tersendiri.

Sebelumnya aku dan beberapa orang teman sudah pernah mendaki gunung Lawu. Sayang, dini hari itu, saat kami berada di pos terakhir sebelum mencapai puncak, kami terserang hujan deras disertai angin yang cukup kencang. Memang saat pagi tiba dan arloji menunjukkan sekitar pukul delapan, langit masih mendung, matahari bersinar lebih baik daripada purnama di malam hari, dan angin kencang sudah reda. Namun, hujan masih mengguyur deras sehingga kami kemudian sepakat menggagalkan perjalanan ke puncak. Kami memilih turun daripada kedinginan di tengah gunung dengan baju-baju yang basah. Saat itu aku semester 2. Sejak saat itu, aku belum pernah mendaki gunung lagi. Dan kini, aku sudah semester 6.
*

Aku masuk mobil dan berkenalan dengan mereka satupersatu. Tiga perempuan itu masing-masing bernama Shofa, Diah, dan Meyvita. Sementara yang laki-laki bernama Han. Aku berkenalan dengannya di luar mobil. Sebentar kemudian mobil mulai melaju.
*

Sepanjang perjalanan kami bercakap-cakap. Aku sering menjadi pendengar. Maklum seperti itu. Aku masih baru di lingkungan mereka. Meskipun aku dan Bondan sendiri sudah akrab sejak kelas 1 SMU. Namun, aku cukup senang karena mereka cantik-cantik. Dan dalam diam itulah aku diam-diam memperhatikan ketiga perempuan tersebut. Kemudian dengan diam-diam pula muncul dalam pandanganku bahwa Diah yang paling menarik di antara ketiganya. Kulitnya yang putih bersinar, rambut hitamnya yang panjang dan halus, bulu matanya yang melengkung, hidungnya yang mancung, bibirnya yang merah dan sedikit tebal, serta dagunya yang lancip terpadu rapi menampakkan sebuah kecantikan yang pas menurut seleraku. Namun sayang, Diah duduk di samping Han yang memegang setir.
*

Setelah melewati Solo, percakapan di mobil mereda digantikan dengan percakapan dua orang-dua orang sesuai dengan tempat duduknya. Bondan dengan Meyvita. Aku dengan Shofa. Sementara Diah, tentu saja dengan Han.

Aku senang bercakap-cakap dengan Shofa. Sepertinya segala sesuatu diketahui olehnya. Di samping itu, suaranya yang merdu terasa begitu enak masuk ke telingaku. Shofa juga tak kalah cantik dengan Meyvita ataupun Diah. Dan barangkali karena kerap bertatapan mata, dia bertambah cantik di mataku. Meskipun begitu, pesona Diah tak tertandingi. Tak bisa kubendung lagi. Diam-diam aku kerap mencuri-curi pandang memperhatikan dirinya.
*

Sebentar lagi kami mencapai Tawang Mangu. Di depan mata kami, gunung Lawu menjulang dengan pesonanya yang terpadu dari keindahan dan kengerian yang terkandung di dalamnya. Dulu, ketika kami mendaki gunung Lawu untuk pertama kali dan gagal mencapai puncak, sesampai di bawah aku mendengar kabar bahwa sudah lima hari empat orang dinyatakan hilang dan dua orang ditemukan meninggal. Memang, saat itu musim penghujan dengan curah hujan yang cukup tinggi dan disertai angin kencang. Membentuk badai. Dan kini, entah, sudah berapa banyak nyawa tercabut selama gunung Lawu dibuka untuk pendakian. Namun begitu, masih banyak juga yang ingin mendakinya. Termasuk kami saat ini.

“O, indah sekali,” kata Diah.
“Dan besok pagi kita ada di atas sana,” kata Shofa tersenyum ke arahku.

Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Ketika itu kami hendak mendaki gunung Lawu untuk pertama kali. Pada saat seperti ini kudengar salah seorang teman berkata meremehkan.

“Ah, cuma segini tingginya?! Kecil,” katanya tentang gunung Lawu. Entahlah, sampai sekarang aku menganggap bahwa kegagalan kami saat itu disebabkan oleh rasa sombong yang ada pada diri kami. Meremehkan ciptaan Tuhan. Maka seketika itu juga, aku berdoa semoga kali ini kami berhasil sampai di puncak. Ya, aku tak ingin gagal lagi.

Arloji menunjukkan sekitar pukul empat sore ketika kami sampai di Tawang Mangu. Kami kemudian berhenti di depan sebuah rumah makan. Istirahat, makan, shalat, dan lain-lain. Satu jam kemudian, kami melanjutkan perjalanan ke Cemoro Sewu.
*

Malam hari setelah sholat Isya’, kami mengecek segala peralatan. Hawa begitu dingin dan terasa menusuk tulang. Kami pun memakai jaket, meskipun aku yakin bahwa sebelum mencapai pos pertama nanti kami sudah berkeringat.

Setelah melapor ke pos penjaga, kami berkumpul kembali. Berdoa bersama. Semoga selamat sampai di puncak. Dan selamat pula sampai di bawah. Kemudian kami memulai langkah memasuki gerbang. Aku berjalan di depan. Kemudian Shofa, Diah, Han, Meyvita, dan Bondan paling belakang.
*

Sepanjang perjalanan dari pintu gerbang ke pos pertama, kemudian dari post pertama ke pos kedua, lantas dari pos kedua ke pos ketiga, suasana hutan masih terasa sama—langit cerah. Suara binatang malam saling bersahut-sahutan dan kunang-kunang yang bersinar kekuningan terbang di sekitar kami—kecuali rute-nya yang tambah menanjak dan pohon-pohon yang bertambah padat. Di pos-pos itulah kami berhenti. Istirahat sejenak, kemudian meneruskan perjalanan. Dan di pos pertama, kami sudah menanggalkan jaket kami karena tubuh sudah terasa hangat. Sepanjang perjalanan itu pula, kami dilewati beberapa rombongan pendaki lain.
*

Di tengah perjalanan menuju pos keempat, terakhir sebelum puncak, tiba-tiba keadaan cuaca berubah. Langit menjadi gelap. Di sekitar tak terdengar lagi suara binatang malam. Dan tak jauh di atas kepala kami, angin bertiup terdengar bagai gemuruh. Terasa mencekam. Dalam hati ada yang terasa tidak enak. Khawatir sesuatu akan terjadi. Sebentar kemudian hujan mengguyur deras. Kemudian di bawah sebatang pohon kami berteduh sejenak. Memakai jaket dan mantel dan mulai berjalan kembali. Dengan disinari cahaya senter, kulihat arloji menunjukkan pukul setengah dua dini hari.

Setengah jam berjalan, dari arah depan kemudian kulihat cahaya senter diarahkan ke arah kami disertai teriakan.

“Pos empat. Pos empat. Selamat datang.” Sebentar kami sudah sampai di sana.
Setelah bersalaman dan berbasa-basi dengan rombongan lain yang terdiri empat orang laki-laki, sebentar kemudian kami istirahat. Aku cukup bersyukur dengan hal itu. Ya, lebih baik di sini daripada kehujanan di jalan setapak yang cukup terjal dan licin. Di samping itu, tubuh kami pun terasa letih. Akan tetapi setelah beberapa menit beristirahat, aku merasakan sesuatu yang buruk. Ya, pos empat ini menghadap ke tempat yang terbuka. Dari arah depan angin bertiup cukup kencang disertai hujan menghempas tubuh kami.

Tak lama kemudian, aku melihat semua yang ada di situ rebah dengan melipat tubuhnya untuk menahan dingin. Aku bergabung bersama mereka. Barangkali karena dingin yang sangat di samping rasa letih, tanpa sengaja sebentar kemudian kami sudah berpelukan dengan berselimut mantel. Dan aku enggan untuk mencoba melihat siapa yang kupeluk erat waktu itu. Dalam hati aku tak putus-putus berdoa semoga badai ini cepat-cepat reda. Semoga kami selamat dan tidak mati kedinginan di sini. Sebenarnya aku ingin bangun dan menyalakan api membakar parafin. Akan tetapi, untuk membuka sarung tangan saja aku merasa sangat kesulitan.

Entah, sudah berapa lama? Dan selama itu, aku tak yakin bahwa kami bisa tidur. Akan tetapi, berada di antara keadaan tidur dan sadar. Tiba-tiba aku mendengar suara lirih meluncur di depanku. Sangat dekat. Terasa menempel. Suara seorang perempuan. Aku menduga ia adalah Diah. Ya, aku yakin itu.

“Ayah, ibu, kakak dan adikku. Kalau aku mati di sini, relakan aku, ya. Aku ke sini untuk melihat keindahan ciptaan-Nya. Maafkan aku tak minta izin kalian,” begitu katanya. Dalam hati aku ingin tertawa. Namun, rasa dingin tak mengizinkan hal itu.
Segera kueratkan pelukanku di tubuhnya. Aku tak ingin ia kedinginan dan mati membeku. Dia masih muda dan cantik. Hatiku tertawan olehnya.

Memang, selama ini aku pernah berpacaran dua kali. Namun, aku tak pernah mengalami keadaan yang begitu dekat seperti ini. Wajah kami saling menempel seperti ini. Kalau saja saat ini bukan karena rasa dingin dan letih yang sangat, barangkali akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di antara aku dan Diah. Namun, tidak. Sekali lagi tidak. Libidoku tetap berada di level bawah. Di samping itu, untuk kencing saja aku sudah tak punya keinginan untuk menghindar mencari tempat. Akhirnya kualirkan saja membasahi celanaku yang sudah basah. Dan terasa hangat di paha.
*

Entah, berapa lama berselang. Kudengar beberapa orang berteriak membangunkan kami. Saat terbangun aku melihat langit pucat. Matahari bersinar lebih baik daripada purnama di malam hari. Angin kencang sudah reda. Namun, hujan masih mengguyur. Kulihat arloji menunjukkan pukul delapan kurang sepuluh menit. Kemudian kuperhatikan mereka satupersatu. Kusut, tentu saja. Ketika aku dan Diah bertatapan mata, kami saling melempar senyum. Ah, masih saja ia tampak menawan, pikirku. Sebentar kemudian, parafin telah terbakar dan kami duduk menjerang tangan.

Karena hujan belum juga reda, dalam kesempatan itu kami kemudian bersepakat menggagalkan perjalanan ke puncak. Untuk mengobati rasa kecewa, kami akhirnya pergi melihat Grojogan Sewu. Dan aku sangat gembira karena di Grojogan Sewu kami selalu berdekatan. Aku dan Diah.
*

Sore itu Shofa meneleponku. Dalam kesempatan itu, ia tak bosan-bosannya menceritakan pengalaman mendaki gunung Lawu kemarin. Ia sangat senang bisa mencapai puncak. Tentu saja, aku tak percaya. Bukankah kami turun setelah diserang badai? Namun, ia terus-menerus meyakinkan bahwa kami pagi itu sampai di puncak. Dan sebelum menutup telepon, tiba-tiba ia mengatakan apakah aku tak ingin pergi ke kostnya? Aku kemudian minta maaf karena masih terasa letih.

Setelah menutup telepon, aku pergi ke kost Bondan. Sepanjang perjalanan aku masih belum percaya tentang apa yang dikatakan oleh Shofa itu.
*

Aku tersentak. Bondan menunjukkan kepadaku foto-foto kami ketika berada di puncak Lawu. Aku tak bisa mengelak lagi.

“Kau begitu mesra dengannya,” kata Bondan ketika aku memperhatikan foto aku dan Shofa sedang berangkulan dengan background Grojogan Sewu.

Seperti tersadar, lemaslah tubuhku. Ternyata, beberapa hari ini pikiranku tidak hanya bleng. Tapi, sudah menciptakan halunisasi. Memang, ini bukan pertama kali kualami. Namun, aku kecewa. Kenapa hal itu terjadi saat moment penting itu muncul? O, Sunrise yang begitu indah. Lagi-lagi aku gagal menikmati keindahannya. Dan Shofa, apa yang telah terjadi dengannya? (*)

*) Ahmad Syauqi Sumbawi, sebagian tulisannya (cerpen dan puisi) dipublikasikan di beberapa media massa baik lokal maupun nasional. Juga terantologi bersama dalam Dian Sastro For President; End of Trilogy (2005), Malam Sastra Surabaya (2005), Absurditas Rindu (2006), Sepasang Bekicot Muda (2006), Khianat Waktu (DKL, 2006), Gemuruh Ruh (Pustaka Pujangga, 2008), Laki-laki Tak Bernama (DKL, 2008).
Sementara bukunya antara lain Interlude di Remang Malam (puisi, 2006), Tanpa Syahwat (cerpen, 2006), #2 (cerpen, 2007). Dunia Kecil; Panggung & Omong Kosong (Novel, 2007, PUstaka puJAngga), dan Waktu; Di Pesisir Utara (Novel, 2008).

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati