Martin Aleida
http://boemipoetra.wordpress.com/
Bung Ajip yang baik,
Tiga bulan setelah menerima surat Bung dari Pabelan, tertanggal 5 Januari 2011, dengan tanda tangan dan tera sketsa mungil berwarna merah yang menggambarkan wajah Ajip Rosidi yang sedang senyum, saya belum juga menemukan ajakan yang pas untuk membalas.
“Tak menyangka samasekali Amak Baldjun mendahului hari ini.” Begitulah surat itu dibuka dengan sebuah kabar duka tentang aktor yang penampilannya di panggung teater mempesona saya. Semasa hidup, Amak gemar berolahraga jalan kaki. Beberapa kali kami bertemu di Senayan, sama-sama menikmati jalan dan lari-lari kecil menjelang tenggelamnya matahari. Kabar kemalangan mengenai Amak saya terima dari Bambang Bujono melalui pesan singkat (SMS), yang kemudian saya teruskan ke Ibu Empat di Pabelan dengan harapan disampaikan kepada sang suami.
Surat Bung dari Pabelan itu bercerita pula tentang rencana Bung untuk membangun Pusat Studi Sunda yang akan diberi nama “Perpustakaan H. Ali Sadikin.” Nama itu dipilih untuk menghormati Bang Ali “yang telah banyak berbuat untuk kemajuan kebudayaan kita.” Sebagai penutup, Bung menyiratkan keadaan fisik Bung sendiri yang sudah tidak prima lagi untuk mondar-mandir Pabelan-Bandung. Rapat Akademi Jakarta 21 Januari akan Bung loncati, karena harus berada di Bandung untuk menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Padjadjaran, persis di hari ulangtahun Ajip Rosidi yang ke-73, tanggal 31 Januari 2011. Bung bilang, akan terlalu lelah buat badan yang mulai rapuh kalau sepulang dari Jakarta harus segera pula berangkat ke Bandung. Sekarang pun, kata Bung lagi seraya mengeluh, masih batuk-batuk sepulang menjadi saksi pernikahan anak almarhum Edi Ekadjati. “Mulai tahu dirilah,” begitu Bung menutup surat itu.
Ya, mulai tahu dirilah…! Sungguh sebuah ajakan yang arif untuk diri sendiri. Dan, marilah kita tengok perjalanan kepengarangan Bung yang sudah melampaui kurun waktu lebih dari setengah abad, dengan jumlah judul buku atas nama Ajip Rosidi, yang kalau dideretkan dari atas ke bawah, agaknya lebih dari satu meter tingginya. Sebutkan segala sisi kesusastraan dan gerakan kebudayaan Indonesia, maka Ajip Rosidi ada di tiap kata yang diterakan. Tidak hanya di dalam dunia kata-kata, Bung juga sudah menancapkan tonggak dalam gerakan kesenian dan kebudayaan. Taman Ismail Marzuki yang menghampar di tengah deru-deram pertumbuhan kota yang bengis sekarang ini, antara lain karena kesadaran yang muncul di dalam diri Bung pada penggal kedua 1960-an. Karena Bung dan teman-teman maka Taman ini dibangun oleh Gubernur Ali Sadikin. Kalau tidak para seniman kita mungkin cuma bisa luntang-lantung di taman-taman kota, di warung-warung yang dekil, atau di terminal-terminal bus yang riuh-rendah dengan udara yang tercemar, dan dililit utang di mana mereka singgah. Belum lagi kalau diingat dari Jatiwangi, yang justru di tepi Tatar Sunda itulah Bung jatuh-bangun mempertahankan sastra dan budaya Sunda jangan sampai tergusur zaman. Belasan tahun Bung mengajarkan Bahasa Indonesia di daratan jauh, Jepang. Sesungguhnya tak mengherankan buat saya kalau Bung memperoleh penghormatan yang begitu tinggi dari Universitas Padjadjaran, yang Bung terima dengan sikap seorang seniman tulen. Naik ke panggung mengenakan toga, sementara kaki cuma berhiaskan sepasang sandal. Unik, tiada duanya di dunia.
[Ketika saya bisikkan apa yang saya lihat di panggung itu kepada istri saya di sebelah, tiba-tiba dari bangku depan A.D. Pirous menoleh kepada kami, menempelkan satu jari di depan bibirnya, dan pelukis tenar itu dengan sangat sopan bilang, “Sssst…”] Dan Bung menyampaikan pidato penerimaan dalam bahasa Sunda di depan Rektor dan seluruh jajaran petinggi Universitas serta sekitar 200 undangan, sesuai dengan syarat yang Bung patok. Tidakkah Bung catat, sebuah pusat pendidikan tinggi yang terpandang telah menyerahkan diri pada keinginan Bung! Sungguh pencapaian yang tak pernah saya bayangkan…
Namun, dalam kesempatan yang baik ini, ada yang hendak saya utarakan. Bukan petuah, tidak pula peringatan. Hanya satu keinginan yang hendak saya katakan dalam bahasa yang lebih halus, sebagaimana yang Bung dapat katakan dalam bahasa Sunda yang paling sopan. Tapi, sayang, saya tak punya bendahara setinggi itu. Karena itulah saya harus meminta maaf terlebih dulu sebelum Bung memutuskan untuk terus membaca surat ini. Perkenankanlah saya membasuh tangan dan kaki, menyeka remah yang tertinggal di bibir, menghela napas dan berkata, “Mulai tahu dirilah…” kata-kata, yang maaf, saya kutip dari surat yang Bung layangkan dari Pabelan, dari rumah Bung yang kesekian itu. Mungkin sakit untuk menyadari, serupa menyiksa diri, barangkali, walau tak perlu sampai harakiri, bahwa pencapaian dalam pendakian Bung yang sudah sampai di tataran yang begitu terhormat, telah tercemar. Sudah ternoda! Hanya lantaran hasutan seseorang, Bung telah mengotori puncak yang telah Bung taklukkan.
Semoga Bung tidak lupa, sebagaimana saya juga akan selalu ingat, di pagi sebelum matahari benar-benar telah bangun, Bung [yang bernama Ajip Rosidi] meminta saya dengan tekanan suara menyergah [dan didengar istri saya yang belum lepas telekungnya seraya menyiapkan teh buat seorang tamu sebesar Ajip] untuk membatalkan diskusi mengenai buku Asep Sambodja (sekaligus memperingati 100 hari wafatnya), yang akan diselenggarakan hari itu oleh kelompok mejabudaya di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin.
Bung tentulah menyelami mata saya, yang dengan mulut terkatup menahan amarah bercampur sedih. Dan di situ Bung mungkin bisa membaca bahwa saya tidak percaya tokoh sekaliber Bung bisa datang bagai mengamangkan pedang panjang untuk membantai niat baik anak-anak muda yang berhasrat membahas sebuah buku. Sebuah kitab! Sebuah tanda peradaban! Ketakutan apa yang yang berada di belakang pedang yang Bung genggam itu? Bung yang telah menulis segunung buku, tiba-tiba [hanya karena hasutan Doktor Honoris Causa Taufiq Ismail – ehem pakai “q” ya..!] berputus kata untuk membatalkan telaah untuk secuil tanda peradaban: buku yang ditulis oleh seorang sarjana yang belum lama meninggal setelah menderita kanker. Membatalkan diskusi buku! Kejahatan tingkat berapa ini? Bukankah itu hanya selangkah saja ke pembakaran buah pikiran dan penzaliman terhadap sikap seorang manusia?!
Yang muncul di bendul pintu rumah saya itu memang cuma sebilah pedang yang abstrak, yang mengambil bentuk ancaman yang Bung humbalangkan di depan saya, muridmu yang daif ini… Kalau yang datang itu adalah kekuasaan dengan sebuah front raksasa bernama “front penyair Indonesia,” maka yang terjadi tentu bukan cuma pembatalan diskusi, tetapi pemberangusan, penangkapan, dan pemenjaraan terhadap “mulut-mulut yang lancang,” yang hendak memahami Asep dengan baik-baik, dengan hati yang lapang, hati anak-anak muda yang ingin dibesarkan di sebuah meja peradaban di bawah tatapan H.B. Jassin.
Diskusi buku itu hanyalah sebuah titik dalam rentang panjang peradaban kita. Kalau sebuah ukuran bisa ditarik, dia hanya secercah cahaya, barangkali. Jika ada yang beranggapan upaya pembatalan diskusi itu merupakan noda, apakah dia layak menerima pengampunan? Untuk penyair sekeras dan beringas semacam Saut Situmorang TIDAK! Dari Yogyakarta dia mengirimkan SMS: “Buat apalagi dibantu PDS, Bang? Biar yayasannya yang sampah itu mintak tolong ke Taufiq Ismail. Jogja udah memutuskan gak mau ikut bantu PDS sebelum pihak yayasan mintak maaf kerna menuruti Taufiq Ismail melarang acara diskusi buku Asep itu! Sorry, Bang.”
Pesan singkat itu muncul di layar handphone saya sebagai tanggapan terhadap permintaan teman-teman muda yang menghendaki saya agar memohon kepada penyair berambut gimbal dan berewokan bak seorang pemberontak yang baru keluar dari hutan perlawanan itu, karena ada niat untuk, antara lain, melaksanakan lelang lukisan dan uangnya akan disumbangkan kepada PDS H.B. Jassin. Saut saya minta membujuk (temannya minum, kabarnya) pelukis Agus Suwage merelakan karyanya untuk disertakan dalam lelang.
Barangkali salah dugaan saya bahwa Bung menyerah pada permintaan busuk untuk membatalkan diskusi buku Asep Sambodja itu karena Bung sedang berada di Jakarta. Kota yang sumpek, di mana pengendara sepeda motor boleh naik ke trotoar menggusur pejalan kaki, dan melawan arus lalulintas pula. Jika Bung berada di Pabelan, apalagi di sawung Ibu Empat yang laris manis sambil menatap stupa-stupa Borobudur yang tertulis di pucuk-pucuk daun, agaknya Bung tidak bakal hanyut dibawa lahar kedengkian untuk membabat diskusi buku Asep Sambodja.
Bung Ajip yang baik, saya tak punya tanda mata untuk dibawa ke Pabelan. Tapi, kalau ada kesempatan untuk mampir lagi ke rumah Bung di sana, izinkanlah saya memegangi tangan Bung, sama-sama kita menatap Borobudur dan bersumpah tidak mengulangi kebengisan terhadap peradaban, sebagaimana terbaca pada arca candi yang lehernya telah ditebas oleh mereka yang kehilangan akal sehat. Memberangus sebuah kitab!
Salam hormatku untuk Bung dan Ibu Empat,
Sumber: http://boemipoetra.wordpress.com/2011/04/26/surat-dunia-maya-untuk-ajip-rosidi/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar