Ahda Imran
Pikiran Rakyat, 29 Des 2007
SEBUAH obrolan selepas di depan Taman Budaya Kalimantan Timur seusai Kongres Cerpen Indonesia V di Banjarmasin, 26 Oktober 2007 yang lalu.
Di situ ada Saut Situmorang, Isbedy Stiawan Z.S., Ari Pahala Hutabarat, Oyos Saroso HN, dan cerpenis Trianto Triwikromo. Hanya sebuah obrolan santai sambil saling berseloroh. Tapi tiba-tiba suasana menjadi serius dan panas. Dan itu dimulai dengan pertanyaan Saut yang ditujukan pada Isbedy dan Ari Pahala, “Bagaimana, enak diundang TUK?” Pertanyaan itu awalnya diladeni Isbedy dan Ari Pahala dengan gurauan dan sindiran. Akan tetapi, kemudian lama-kelamaan suasana jadi tambah panas. Saut terus berbusa-busa menerangkan sejumlah hal dan sikapnya yang cenderung menyerang komunitas Teater Utan Kayu (TUK). Ketika Isbedy, Ari Pahala, Trianto, dan Oyos dianggapnya membela TUK, tiba-tiba telontarlah makian Saut, “Ah! Kalian semua tahi kucing! Bela-bela TUK!”
Kejadian itu hanyalah bagian kecil dari riuh-rendahnya silang sengkarut dalam sastra Indonesia sepanjang tahun 2007. Silang sengkarut yang tak hanya terjadi di milis, tapi juga hingga ke forum-forum diskusi sastra. Bahkan, sebuah news letter seperti Boemi Poetra pun diterbitkan untuk menegaskan bahwa hegemoni sastra itu ada dan berbahaya. Di bagian lain, sebuah polemik lama pun muncul kembali pada tahun 2007 ini, yakni perdebatan ihwal sastra, seks, dan moral. Perdebatan ini muncul sejak Pidato Kebudayaan penyair Taufiq Ismail di Taman Ismail Marzuki (TIM) tanggal 20 Desember 2006. Penyair senior ini melontarkan apa yang disebutnya dengan Gerakan Syahwat Merdeka (GSM) untuk mengidentifikasi kecenderungan sejumlah karya sastra Indonesia yang dianggapnya mengeksplorasi seksualitas. Selain Taufiq Ismail dan Saut Situmorang, juga tampil Hudan Hidayat, Mariana Aminuddin, dan Fajroel Rachman meladeni Taufiq Ismail di seberang lain. Kebebasan ekspresi sastra dan moral di situ dipertengkarkan.
Namun apa pun, seluruh silang sengkarut yang menamakan dirinya politik sastra itu, juga polemik kebebasan sastra dan moral, sepanjang tahun 2007 telah menghadirkan sebuah perkembangan menarik.
Akan tetapi, kritikus sastra Acep Iwan Saidi seolah hendak menginterupsi peristilahan politik sastra yang dilabelkan pada silang sengkarut yang selama ini terjadi. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan politik sastra? Apakah ia berarti sebuah strategi untuk mencapai sesuatu? Jika benar apa yang ingin dicapainya, kualitas karya? Perjuangan mendudukkan sebuah estetika baru? Atau jangan-jangan hanya mencari popularitas semata? Ia menilai sepanjang tahun 2007 yang tampak adalah ketidakjelasan arah pemikiran. Sekelompok orang menghujat kelompok lain sebab merasa kelompok lain itu menerapkan hegemoni. Lalu melontarkan pernyataan-pernyataan emosional, bahkan sangat kasar.
Tentang GSM yang dilontarkan Taufiq Ismail, Acep Iwan Saidi memandang betapa lontaran itu tidak disertai oleh data-data tekstual.
“Jangan-jangan karya sastra yang dimaksudnya porno itu menjadi porno justru karena Taufiq menjulukinya demikian. Terus, Taufiq juga tidak mengungkapkan data sebatas mana karya-karya yang dianggapnya porno itu memengaruhi masyarakat. Saya pikir di bagian ini pendapat Taufiq justru terasa ganjil jika dihubungkan dengan apa yang bertahun-tahun ia gemborkan: bahwa para siswa sekolah dasar sampai menengah jarang sekali membaca karya sastra, jauh berbeda jika dibandingkan dengan di negeri jiran. Pemimpin-pemimpin kita juga katanya tidak dilahirkan dari generasi pembaca sastra. Nah, lho, kalau begitu, bagaimana ceritanya sampai kemudian Taufiq merasa khawatir jika karya-karya porno itu bisa meracuni masyarakat.”
Moral dan etik
Di sisi lain, berbeda dengan Acep, penyair dan redaktur majalah sastra Horison, Jamal D. Rahman, memandang bahwa polemik ihwal seks dalam sastra lebih berkorelasi dengan moral dan etik sastra di tengah lingkungan sosialnya. Sebuah lingkungan sosial yang amat menyedihkan. “Kita tahu, situasi sosial kita dewasa ini penuh bencana, mulai dari tsunami, gempa bumi, banjir (bandang), lumpur Lapindo, kemiskinan kian menggencet, dan lain-lain dengan ribuan korban yang masih menderita entah sampai kapan. Pertanyaan dasarnya adalah dalam situasi menyedihkan seperti itu, apakah menjadikan seks sebagai tema dalam karya sastra dapat diterima secara moral?”
Di bagian lain, Jamal pun setuju dengan asumsi bahwa silang sengkarut dan berbagai polemik yang terjadi telah menyebabkan lenyapnya karya sastra dalam perbincangan, di samping juga karena adanya sejumlah faktor yang turut melemahkannya, yakni kritik sastra, terutama kritik di media-massa. “Ya, banyak orang tidak tahu karya sastra apa yang dapat kita anggap penting di tahun 2007 ini yang dipertimbangkan dengan pemikiran, diskusi, atau polemik, Karena kritik dan media kritik sastra sangat minim, peran kritik sastra diambil alih oleh industri atau pasar. Pasarlah yang menentukan apakah karya sastra ’heboh’ atau tidak. Begitu pasar menerima karya sastra, ’heboh’-lah karya sastra itu. Tak ada karya sastra yang di-’heboh’-kan oleh kritik,” tuturnya.
Sementara itu, Acep Iwan Saidi menilai bahwa sesungguhnya terdapat banyak karya menarik yang layak dan penting untuk diperbicangkan di tahun 2007 ini, ketimbang berkerumun dan menghujat.
“Saya ingin menunjukkan beberapa contoh saja melalui beberapa pertanyaan berikut: 1) mengapa sajak-sajak Joko Pinurbo dalam antologi Kepada Cium menunjukkan ciri-ciri berbeda dengan sajak-sajak sebelumnya?; 2) Mengapa Acep Zamzam Noor membuat judul antologinya, Menjadi Penyair Lagi?; 3) Mengapa Andrea Hirata menjadi demikian populer, ada apa dengan Laskar Pelangi yang terbit tahun sebelumnya?; 4) Mengapa Bu Guru yang dijadikan model tokoh dalam Laskar Pelangi itu tiba-tiba menjadi populer?, dan 5) mengapa Soni Farid Maulana senang sekali menerbitkan kumpulan puisi? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini lebih layak diperbincangkan dan didiskusikan daripada berkerumun dan menghujat.”
Senada dengan Acep Iwan Saidi, penyair dan esais Adi Wicaksono memandang banyak terdapat karya menarik sepanjang tahun 2007, terutama di genre yang dilabeli sastra pop. Selain semakin kuat di pasar, sesungguhnya sejumlah karya sastra pop seperti Laskar Pelangi Andrea Hirata tidaklah melulu hanya menghidangkan permasalahan cinta seperti banyak diduga. Dalam sastra pop juga terdapat permasalahan-permasalahan identitas dan pluralitas. Perkembangan sastra pop, kata dia, sekarang tidaklah bisa disamakan dengan zaman-zamannya Lupus Hilman Hariwijaya.
Perkara tafsir
Berangkat dari fenomena 2007 dan membayangkan tahun 2008 mendatang, Acep Iwan Saidi atau Adi Wicaksono sama merasa optimistis bahwa sastra Indonesia akan melahirkan karya-karya yang bagus, seraya juga sebaliknya menyimpan pesimisme yang sama terhadap perkembangan kritik sastra. Di bidang pemikiran, satu hal yang ditegaskan Acep Iwan Saidi adalah soal kritik dan tafsir atas karya. Polemik-polemik tahun 2007 dan tahun-tahun sebelumnya, menurut dia, salah satunya dipicu oleh kesimpangsiuran tafsir.
“Satu peristiwa penting yang tidak Anda tanyakan di tahun ini –padahal sangat penting– adalah soal pemberedelan sajak ’Malaikat’ karya Saeful Badar di harian ini. Saya pikir Anda sendiri pasti mengetahui bahwa peristiwa itu terjadi sebab timpangnya tafsir yang kemudian diikuti oleh tindakan sepihak yang merasa memiliki kebenaran. Ada satu pendapat umum bahwa siapa pun bebas menafsirkan karya seni sebab seni bersifat subjektif. Saya tidak setuju dengan pendapat ini. Semua rumah punya pintu, dan Anda harus terlebih dahulu mengetuk pintu itu jika ingin masuk ke dalamnya, kecuali jika Anda preman atau pencuri. Ini artinya, jika Anda ingin menafsir seni, Anda juga harus mengetahui ilmunya, setidaknya Anda berdiskusi dengan ahlinya. Apalagi, jika kemudian berdasarkan tafsir itu Anda mengklaim, menista, dan merusak. Anda tidak bisa menyebut buku harian sebagai novel, begitu pun saya tidak bisa menafsir sebaris ayat Alquran sebagai selarik puisi.
Islam bahkan dengan sangat jelas menyarankan bahwa setiap persoalan hendaknya diberikan pada ahlinya. Untuk itu pula sebenarnya sekolah didirikan dan disiplin ilmu disusun. Bagian penting dari soal tafsir di ruang publik–dan ini yang selalu jadi soal–tentu saja media publik itu sendiri. Media, saya pikir, harus bertindak objektif dan netral sebab ia media publik, jelas ia milik publik. Kasus sajak ’Malaikat’ yang, menurut saya, fenomena budaya paling penting tahun 2007, terutama di Jawa Barat, adalah sebuah contoh yang tidak baik. Ini kritik saya untuk Pikiran Rakyat. Saya berharap ini tidak terulang pada tahun 2008,” paparnya.
Sementara itu, Adi Wicaksono memprediksi bahwa sastra pop, termasuk yang bertemakan keagamaan (Islam), akan tetap menjadi perkembangan menarik sepanjang tahun 2008 . Satu hal yang justru dicemaskannya adalah perkembangan kritik sastra. Keengganannya untuk menjamah sastra pop dan yang berkembang di berbagai daerah akan membuat kritik sastra mengalami involusi.
“Dia hanya melulu melihat ke dalam, tidak mau ke luar. Ya, seperti katak dalam tempurung,” ujarnya. ()
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2007/12/sastra-karya-di-tengah-silang-sengkarut.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar