Minggu, 17 April 2011

Karya di Tengah Silang Sengkarut

Ahda Imran
Pikiran Rakyat, 29 Des 2007

SEBUAH obrolan selepas di depan Taman Budaya Kalimantan Timur seusai Kongres Cerpen Indonesia V di Banjarmasin, 26 Oktober 2007 yang lalu.

Di situ ada Saut Situmorang, Isbedy Stiawan Z.S., Ari Pahala Hutabarat, Oyos Saroso HN, dan cerpenis Trianto Triwikromo. Hanya sebuah obrolan santai sambil saling berseloroh. Tapi tiba-tiba suasana menjadi serius dan panas. Dan itu dimulai dengan pertanyaan Saut yang ditujukan pada Isbedy dan Ari Pahala, “Bagaimana, enak diundang TUK?” Pertanyaan itu awalnya diladeni Isbedy dan Ari Pahala dengan gurauan dan sindiran. Akan tetapi, kemudian lama-kelamaan suasana jadi tambah panas. Saut terus berbusa-busa menerangkan sejumlah hal dan sikapnya yang cenderung menyerang komunitas Teater Utan Kayu (TUK). Ketika Isbedy, Ari Pahala, Trianto, dan Oyos dianggapnya membela TUK, tiba-tiba telontarlah makian Saut, “Ah! Kalian semua tahi kucing! Bela-bela TUK!”

Kejadian itu hanyalah bagian kecil dari riuh-rendahnya silang sengkarut dalam sastra Indonesia sepanjang tahun 2007. Silang sengkarut yang tak hanya terjadi di milis, tapi juga hingga ke forum-forum diskusi sastra. Bahkan, sebuah news letter seperti Boemi Poetra pun diterbitkan untuk menegaskan bahwa hegemoni sastra itu ada dan berbahaya. Di bagian lain, sebuah polemik lama pun muncul kembali pada tahun 2007 ini, yakni perdebatan ihwal sastra, seks, dan moral. Perdebatan ini muncul sejak Pidato Kebudayaan penyair Taufiq Ismail di Taman Ismail Marzuki (TIM) tanggal 20 Desember 2006. Penyair senior ini melontarkan apa yang disebutnya dengan Gerakan Syahwat Merdeka (GSM) untuk mengidentifikasi kecenderungan sejumlah karya sastra Indonesia yang dianggapnya mengeksplorasi seksualitas. Selain Taufiq Ismail dan Saut Situmorang, juga tampil Hudan Hidayat, Mariana Aminuddin, dan Fajroel Rachman meladeni Taufiq Ismail di seberang lain. Kebebasan ekspresi sastra dan moral di situ dipertengkarkan.

Namun apa pun, seluruh silang sengkarut yang menamakan dirinya politik sastra itu, juga polemik kebebasan sastra dan moral, sepanjang tahun 2007 telah menghadirkan sebuah perkembangan menarik.

Akan tetapi, kritikus sastra Acep Iwan Saidi seolah hendak menginterupsi peristilahan politik sastra yang dilabelkan pada silang sengkarut yang selama ini terjadi. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan politik sastra? Apakah ia berarti sebuah strategi untuk mencapai sesuatu? Jika benar apa yang ingin dicapainya, kualitas karya? Perjuangan mendudukkan sebuah estetika baru? Atau jangan-jangan hanya mencari popularitas semata? Ia menilai sepanjang tahun 2007 yang tampak adalah ketidakjelasan arah pemikiran. Sekelompok orang menghujat kelompok lain sebab merasa kelompok lain itu menerapkan hegemoni. Lalu melontarkan pernyataan-pernyataan emosional, bahkan sangat kasar.

Tentang GSM yang dilontarkan Taufiq Ismail, Acep Iwan Saidi memandang betapa lontaran itu tidak disertai oleh data-data tekstual.

“Jangan-jangan karya sastra yang dimaksudnya porno itu menjadi porno justru karena Taufiq menjulukinya demikian. Terus, Taufiq juga tidak mengungkapkan data sebatas mana karya-karya yang dianggapnya porno itu memengaruhi masyarakat. Saya pikir di bagian ini pendapat Taufiq justru terasa ganjil jika dihubungkan dengan apa yang bertahun-tahun ia gemborkan: bahwa para siswa sekolah dasar sampai menengah jarang sekali membaca karya sastra, jauh berbeda jika dibandingkan dengan di negeri jiran. Pemimpin-pemimpin kita juga katanya tidak dilahirkan dari generasi pembaca sastra. Nah, lho, kalau begitu, bagaimana ceritanya sampai kemudian Taufiq merasa khawatir jika karya-karya porno itu bisa meracuni masyarakat.”

Moral dan etik

Di sisi lain, berbeda dengan Acep, penyair dan redaktur majalah sastra Horison, Jamal D. Rahman, memandang bahwa polemik ihwal seks dalam sastra lebih berkorelasi dengan moral dan etik sastra di tengah lingkungan sosialnya. Sebuah lingkungan sosial yang amat menyedihkan. “Kita tahu, situasi sosial kita dewasa ini penuh bencana, mulai dari tsunami, gempa bumi, banjir (bandang), lumpur Lapindo, kemiskinan kian menggencet, dan lain-lain dengan ribuan korban yang masih menderita entah sampai kapan. Pertanyaan dasarnya adalah dalam situasi menyedihkan seperti itu, apakah menjadikan seks sebagai tema dalam karya sastra dapat diterima secara moral?”

Di bagian lain, Jamal pun setuju dengan asumsi bahwa silang sengkarut dan berbagai polemik yang terjadi telah menyebabkan lenyapnya karya sastra dalam perbincangan, di samping juga karena adanya sejumlah faktor yang turut melemahkannya, yakni kritik sastra, terutama kritik di media-massa. “Ya, banyak orang tidak tahu karya sastra apa yang dapat kita anggap penting di tahun 2007 ini yang dipertimbangkan dengan pemikiran, diskusi, atau polemik, Karena kritik dan media kritik sastra sangat minim, peran kritik sastra diambil alih oleh industri atau pasar. Pasarlah yang menentukan apakah karya sastra ’heboh’ atau tidak. Begitu pasar menerima karya sastra, ’heboh’-lah karya sastra itu. Tak ada karya sastra yang di-’heboh’-kan oleh kritik,” tuturnya.

Sementara itu, Acep Iwan Saidi menilai bahwa sesungguhnya terdapat banyak karya menarik yang layak dan penting untuk diperbicangkan di tahun 2007 ini, ketimbang berkerumun dan menghujat.

“Saya ingin menunjukkan beberapa contoh saja melalui beberapa pertanyaan berikut: 1) mengapa sajak-sajak Joko Pinurbo dalam antologi Kepada Cium menunjukkan ciri-ciri berbeda dengan sajak-sajak sebelumnya?; 2) Mengapa Acep Zamzam Noor membuat judul antologinya, Menjadi Penyair Lagi?; 3) Mengapa Andrea Hirata menjadi demikian populer, ada apa dengan Laskar Pelangi yang terbit tahun sebelumnya?; 4) Mengapa Bu Guru yang dijadikan model tokoh dalam Laskar Pelangi itu tiba-tiba menjadi populer?, dan 5) mengapa Soni Farid Maulana senang sekali menerbitkan kumpulan puisi? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini lebih layak diperbincangkan dan didiskusikan daripada berkerumun dan menghujat.”

Senada dengan Acep Iwan Saidi, penyair dan esais Adi Wicaksono memandang banyak terdapat karya menarik sepanjang tahun 2007, terutama di genre yang dilabeli sastra pop. Selain semakin kuat di pasar, sesungguhnya sejumlah karya sastra pop seperti Laskar Pelangi Andrea Hirata tidaklah melulu hanya menghidangkan permasalahan cinta seperti banyak diduga. Dalam sastra pop juga terdapat permasalahan-permasalahan identitas dan pluralitas. Perkembangan sastra pop, kata dia, sekarang tidaklah bisa disamakan dengan zaman-zamannya Lupus Hilman Hariwijaya.

Perkara tafsir

Berangkat dari fenomena 2007 dan membayangkan tahun 2008 mendatang, Acep Iwan Saidi atau Adi Wicaksono sama merasa optimistis bahwa sastra Indonesia akan melahirkan karya-karya yang bagus, seraya juga sebaliknya menyimpan pesimisme yang sama terhadap perkembangan kritik sastra. Di bidang pemikiran, satu hal yang ditegaskan Acep Iwan Saidi adalah soal kritik dan tafsir atas karya. Polemik-polemik tahun 2007 dan tahun-tahun sebelumnya, menurut dia, salah satunya dipicu oleh kesimpangsiuran tafsir.

“Satu peristiwa penting yang tidak Anda tanyakan di tahun ini –padahal sangat penting– adalah soal pemberedelan sajak ’Malaikat’ karya Saeful Badar di harian ini. Saya pikir Anda sendiri pasti mengetahui bahwa peristiwa itu terjadi sebab timpangnya tafsir yang kemudian diikuti oleh tindakan sepihak yang merasa memiliki kebenaran. Ada satu pendapat umum bahwa siapa pun bebas menafsirkan karya seni sebab seni bersifat subjektif. Saya tidak setuju dengan pendapat ini. Semua rumah punya pintu, dan Anda harus terlebih dahulu mengetuk pintu itu jika ingin masuk ke dalamnya, kecuali jika Anda preman atau pencuri. Ini artinya, jika Anda ingin menafsir seni, Anda juga harus mengetahui ilmunya, setidaknya Anda berdiskusi dengan ahlinya. Apalagi, jika kemudian berdasarkan tafsir itu Anda mengklaim, menista, dan merusak. Anda tidak bisa menyebut buku harian sebagai novel, begitu pun saya tidak bisa menafsir sebaris ayat Alquran sebagai selarik puisi.

Islam bahkan dengan sangat jelas menyarankan bahwa setiap persoalan hendaknya diberikan pada ahlinya. Untuk itu pula sebenarnya sekolah didirikan dan disiplin ilmu disusun. Bagian penting dari soal tafsir di ruang publik–dan ini yang selalu jadi soal–tentu saja media publik itu sendiri. Media, saya pikir, harus bertindak objektif dan netral sebab ia media publik, jelas ia milik publik. Kasus sajak ’Malaikat’ yang, menurut saya, fenomena budaya paling penting tahun 2007, terutama di Jawa Barat, adalah sebuah contoh yang tidak baik. Ini kritik saya untuk Pikiran Rakyat. Saya berharap ini tidak terulang pada tahun 2008,” paparnya.

Sementara itu, Adi Wicaksono memprediksi bahwa sastra pop, termasuk yang bertemakan keagamaan (Islam), akan tetap menjadi perkembangan menarik sepanjang tahun 2008 . Satu hal yang justru dicemaskannya adalah perkembangan kritik sastra. Keengganannya untuk menjamah sastra pop dan yang berkembang di berbagai daerah akan membuat kritik sastra mengalami involusi.

“Dia hanya melulu melihat ke dalam, tidak mau ke luar. Ya, seperti katak dalam tempurung,” ujarnya. ()

Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2007/12/sastra-karya-di-tengah-silang-sengkarut.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati