Senin, 08 November 2010

Sajak Di Bawah Bayang-Bayang Rezim Tiran

Judul Buku : 50% Indonesia Merdeka; kumpulan puisi Heri Latief
Penulis : Heri Latief
Penerbit : Ultimus dan Lembaga Sastra Pembebasan
Terbitan I : Agustus 2008
Tebal Buku : xxii + 86
Peresensi : Denny Mizhar
http://www.sastra-indonesia.com/

Latar belakang penindasan rezim tiran yang tak kunjung padam di bangsa Indonesia. Kesewenang-wenangan penguasa terhadap rakyat, kapitalime tak surut-surut mengeksploitasi sumber daya-sumber daya bumi pertiwi akhirnya membuat rakyat tak berdaya, serta masih banyak lagi problematika yang sedang diderita bangsa Indonesia. Dari persoalan-persoalan tersebut kesadaran Heri Latief terpicu untuk menuangkan suara berontaknya dalam sajak-sajak yang terhimpun dalam buku 50% Merdeka, diterbitkan oleh Ultimus Bandung, Agustus 2008. Suara-suara perih yang dirasakan anak bangsa yang sebagian terwakilkan oleh Heri Latief, nampak jelas sekali dalam sajak-sajak yang ditulisnya.

Hal tersebut mengingatkan saya pada penyair Wiji Thukul yang sampai saat ini masih tidak diketahui keberadaanya. Akibat pergolakan dan perlawan rezim orde baru hingga tumbang yang melahirkan orde reformasi. Wiji Thukul hilang bersama 12 aktivis pro demokrasi lainnya saat itu. Sajak yang masih mengema sampai sekarang yang ditulis oleh wiji Thukul “hanya ada satu kata: Lawan!”. Perlawanan terhadap penindasan tidak akan pernah padam dari orang-orang yang memiliki kesadaran politik kritis. Bahwa ada penindasan yang dilakukan oleh penguasa dengan sewenang-wenang, entah itu penuasa politik, penguasa modal, penguasa wacana, penguasa agama.

Dalam pengantar buku 50 % Merdeka tersebut Eep Saefulloh Fatah mengatakan, bahwa banyak kegagalan orang dalam mengenal Heri Latief karena hanya sekedar menimbang gaya penulisan sajaknya tetapi alpa dalam membaca pesan-pesan tegas yang disampaikannya. Selain itu Eep juga mengutarakan perihal kepenyairan Heri Latief adalah penyair yang memihak hal tersebut didapatkan dari pembacaan atas sikap Heri Latief yang menegaskan pemihakan. Senada dengan Asahan Aidit seorang filolog dalam pengantar setelah Eep mengatakan, puisi-puisi Heri Latief adalah puisi hujatan, dakwaan, gugatan terhadap musuh-musuh rakyat. Yakni yang mebuat rakyat terhimpit, terbodohi, tertindas, akhirnya rakyat tak berdaya. Itulah yang dibela dalam sajak Heri Latief. Mari kita lihat, sebuah ajakan untuk menaikan kesadaran perlawan dalam sajak Heri Latief yang berjudul 50% Merdeka: ….. sedang di bawah banyak urusan penting/korban bencana alam mengigil kedinginan/rakyat perlu kepastian hukum dan keadilan/bukan pameran dukungan terhadap bekas tiran//ayo! mari kita bersama/menganyang keraguan/kita belum merdeka 100% bung!//sirajatega masih berkuasa/maka derita itu dobel bencana (hal.18)

Sangat nampak sekali dengan tegas tanpa mengunakan metafor bahwa sajak di atas mengajak untuk bersikap, karena kemerdekaan belum sepenuhnya didapat atau istilahnya, masih ada penjajahan walaupun di suasana kemerdekaan. Penjajahan itu bukan seperti jaman kolonialisme dahulu, penjahan dilakukan oleh anak bangsa sendiri pada rakyatnya. Penjajah tersebut diwakili oleh penguasa, dapat ditelisik pada ketidak pedulian penguasa pada penderitaan rakyat dengan politiknya tanpa nilai. Padahal sejatinya politik itu adalah mulia untuk mencapai kekuasaan dan kekuasaan untuk mensejahterahkan rakyat kata sosiolog klasik Ibnu Khaldun.

Hari Latif dalam sajak-sajaknya mengajak kita untuk sadar sejarah, bahwa ada kekelaman sejarah di bangsa Indonesia yakni peristiwa G3OS, dapat kita lihat dalam sajak yang berjudul 42 Tahun G30S: …. sejarah kita adalah penindasan/sekalipun dalam ruang mimpi/bermuara pada satu nama/:G30S//adalah kode buat jutaan korban/yang ditindas sampai hari ini/harga nyawa orang indonesia/murah meriah seperti obral besar! (hal.27). Kealpaan pada peristiwa yang menelan jutaan anak bangsa seakan tengelam begitu saja. Seperti kasus-kasus pelanggaran ham yang sampai kini hanya menjadi slogan penguasa dan tak pernah tuntas terjawab. Kasus tanjung priok, penghilangan orang, semanggi, pembunuhan munir, lumpur lapindo, dan lainnya masih memutar-mutar dalam benak luka bangsa Indonesia.

Selain itu, neoliberalisme juga memenjarahkan bangsa ini. Dengan agen-agennya hingga kita seakan mengiyakan satu sistem ekonomi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia. Agen neoliberalismen salah satunya adalah IMF dan Bank Dunia, dalam hal ini juga menjadi persoalan yang di tulis oleh Heri Latif dalam sajaknya yang berjudul Pameran Penindasan: teruslah menetek pada IMF-bank dunia/jangan berzikir atas nama kemiskinan/ jadilah pengemis bermentalitas budak/jagoan ilmu korupsi kampiun dunia tipsani//tak pernah berani mencoba ilmu berdikari/riwayatmu tak seindah zamrud katulistiwa/hancur-lebur dirajah gerombolan maling berdasi (hal.49). Dalam sajak ini mengisyaratkan apa yang pernah dikatakan di ungkap oleh Revrisond Baswir, tentang Mafia Berkeley yakni pejabat atau pemikir yang memihak pada ekonomi neoliberal bukan pada ekonomi kerakyatan. Hingga rakyat menjadi kehilangan keberdayaannya, padahal memberdayakan rakyat untuk mengambil hak-haknya dan berekonomi adalah harus dilakukan oleh pemerintah bukan sebaliknya membela orang asing dan menghisap rakyat kecil.

Itulah suara-suara kritis sajak Heri Latif, tetapi menurut saya ada perbedaan dengan sajak-sajak Wiji Thukul yang kritis. Perbedaannya terletak pada keterlibatan secara langsung dengan rakyat. Saya hanya mengamati pada riwayat biografi Heri Latif dan biografi Whiji Thukul. Jika Wiji Thukul terlibat pada pergolakan 1998, tetapi itu tak nampak pada keterlibatan Hari Latief. Nampaknya Heri Latief ketika menulis sajak, diungkap dari daya bayang dan empati pada rakyat tertindas, sedangkan Wiji Thukul terlibat dan merasakan penindasan itu sendiri hingga dia melawannya dan hilang. Hal tersebut saya telisik dari sajak yang dibuatnya kebanyakn di Belanda tempatnya berada kini. Tetapi bukan soal antara terlibat atau tidak yang menjadi soal adalah pesan atas kesadaran kritis melihat persoalan bangsa ini menjadi lebih penting. Melawan segala penindasan hingga manusia-manusia Indonesia menjadi bebas dan menikmati kemerdekaan 100%.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati