Senin, 08 November 2010

Obama Sang Penyair

Iwan Nurdaya Djafar
http://www.lampungpost.com/

Di zaman lalu
Para raksasa
berjalan di bumi Hitam
Delaney, Douglass, Garvey, King, dan X

[Puisi Obama, Hikayat Orang Kulit Hitam, bait 1]

Obama adalah manusia komplet. Dia adalah Presiden AS, doktor hukum tata negara, dosen, legislator, orator ulung, dan penulis. Bukan itu saja, menggubah puisi pun satu di antara kecakapannya. Tak pelak, dia juga seorang penyair dengan kualitas puisi yang tak memalukan. Saat duduk di bangku SMA, di Akademi Punahou, Honolulu, Hawaii, dia sudah mulai mencipta puisi.

Kecenderungan Obama terhadap puisi boleh jadi disebabkan pergaulannya dengan seorang penyair berkulit hitam yang lebih tua darinya, yang merupakan satu di antara tiga sosok pria di dalam kehidupannya untuk menjadi seorang lelaki dewasa, yang berperan sebagai ayah wali baginya. Pria lainnya adalah kakeknya dari pihak ibu, Stanley “Gramps” Armour Dunham (1918-1992), dan ayah tirinya, Lolo Soetoro Mangunhardjo.

Ayah biologisnya sendiri, Barack Hussein Obama Sr., absen di dalam kehidupannya karena bercerai dengan ibunya saat Obama berusia dua tahun, seorang anak yang baru belajar berjalan. Maka, ketiga sosok pria itu menjadi ayah-pengganti bagi dirinya, yang menyimpan psikologi anak yatim sampai menjelang dewasanya.

Penyair berkulit hitam itu adalah salah seorang sahabat kakeknya yang bernama Frank Marshall Davis, seorang pria baik, yang memasuki usia delapan puluhannya pernah hidup melalui banyak pergulatan internal Afro-Amerika dan membentuk opini-opini tentang keadaan orang-orang kulit hitam di dalam masyarakat berdasarkan pengalaman-pengalamannya sendiri.

Dia menulis puisi dan membuat persahabatan dengan orang-orang yang tidak percaya pada demokrasi karena menurutnya orang-orang kulit hitam memiliki suatu peluang yang lebih baik untuk meraih kesetaraan di bawah suatu tipe pemerintahan yang berbeda. Karena pemerintah mematikan, tak ada sistem pemerintahan yang berbuat sesuai dengan janji kesetaraan bagi semua orang.

Obama melihat Frank untuk beberapa petunjuk dari siapa dia bisa menjadi seorang dewasa. Tapi dia juga menonton televisi, musik, dan film untuk contoh-contoh. Budaya pop juga menjadi model perannya. Kecenderungan Obama terhadap puisi boleh jadi juga disebabkan oleh kegemarannya membaca, suatu kegemaran yang ditularkan oleh ibunya, Ann Dunham, yang memang seorang kutu buku.

Dia membaca buku tentang Martin Luther King Jr, seorang Afro-Amerika yang menjadi pejuang kulit hitam. Salah satu buku favoritnya yakni Otobiografi Malcolm X, pejuang kulit hitam AS yang lain yang beragama Islam. Karya-karya sastra Herman Melville, Toni Morisson, dan Friedrich Nietzsche juga disantapnya.

Saat di SMA, dia membaca karya-karya orang-orang berkulit hitam yang terkenal untuk membantunya mempelajari masyarakat, seperti Invisible Man karya Ralph Ellison dan Native Son karya Richard Wright. Dia membaca WEB DuBois dan Langston Hughes, seorang yang sezaman dengan sahabatnya yang lebih tua Frank Davis. “Aku memiliki berton-ton buku. Aku membaca segalanya,” ujar Obama.

Sebagai anak Hawaii yang doyan keluyuran di pantai, dia selalu menyelipkan buku di sakunya. Tak pelak, dia kutu buku juga!

Obama merupakan seorang anak yang suka menyendiri dan pandai menulis. Dalam buku pertamanya Dreams from My Father, Barack

Obama menuturkan tentang mariyuana yang dia isap saat mengenal seorang pemuda sebagai “sesuatu yang bisa meratakan lanskap hatiku, mengaburkan tepi-tepi ingatanku.”

Pengakuan masa muda yang tidak bijaksana ini lebih apa adanya dan lebih liris ketimbang yang diajukan oleh Presiden ke-42 AS (Aku tak mengisap mariyuana) dan ke-43 (Saat aku muda dan tak bertanggung jawab, aku masih muda dan tak bertanggung jawab). Itu muncul sebagai kejutan kecil untuk menemukan yang lain itu, kurang memublikasikan kemabukan—yang untuknya Obama muda mengaku secara terus terang—gubahan dari puisi lirik.

Obsesinya semasa muda yakni mencari jawaban atas pertanyaan: apa artinya menjadi pria kulit hitam di tengah kecamuk rasialisme Amerika Serikat? Ibunya yang berkulit putih (juga nenek dan kakeknya) tidak memiliki banyak pengalaman mengenai kehidupan komunitas kulit hitam dan karenanya tidak banyak membantu Obama di dalam mencari jawaban atas obsesinya itu. Sungguh pun begitu, Obama tidak tinggal diam. Dia justru memburu demi mencari jawaban itu.

Salah satu jawaban itu dituangkannya dalam sebuah puisi yang digubahnya saat di SMA, di bawah tajuk Hikayat Orang Kulit Hitam, yang menggambarkan kerisauan mendalam tentang rasialisme. Di zaman lalu, Obama menulis, Para raksasa/ berjalan di bumi Hitam/ Delaney, Douglass, King, dan X. Pada bait pertama dari puisi lima bait ini, Obama menorehkan sejarah perjuangan para pejuang besar kulit hitam AS yang disebutnya sebagai para raksasa. Para pejuang itu adalah Delaney, Frederick Douglass, Dr. Martin Luther King Jr., dan Malcolm X.

Saat di Kolese Occidental, pada 1981 Obama menulis dua puisi untuk Feast (Pesta), majalah sastra mahasiswa. Puisi itu masing-masing berjudul Lelaki Tua dan Ayah. Pada puisi Lelaki Tua, Obama mengisahkan seorang lelaki tua yang dilupakan, yang kehilangan harga diri, yang begitu lugu di dalam menyiasati kehidupan dan penghidupan dunia yang terlampau pelik. Dia bersikap lurus-lurus belaka di dalam menyusuri dunia yang berliku-liku. Maka, dia adalah seorang lelaki tua yang dilupakan dan diabaikan dunia.

Puisi Ayah agaknya mengabadikan momentum kunjungan ayahnya dari Kenya ke Hawaii saat menyambangi Obama pada usia sepuluh tahun pada 1971. Air matanya mengalir ketika pesawat ayahnya lenyap di angkasa Samudra Pasifik. Hal yang tergambar mengenai fisik ayahnya hanya hitam. Pesan yang selalu teringat adalah petuah sang ayah, yaitu, “Jangan menangis dan tatap masa depan.”

Itulah kunjungan pertama sekaligus terakhir. Pertama, sejak Obama ditinggalkan ayahnya pada usia dua tahun; dan terakhir, karena semenjak itu Obama tak lagi pernah bersua dengannya sampai tiba sebuah kabar melalui telepon internasional bahwa ayahnya meninggal dunia di Kenya pada 1982, dalam suatu kecelakaan mobil. Saat itu Obama sudah berusia 21 tahun.

Puisi Obama yang lain bertajuk Di Bawah Tanah adalah sebuah puisi tentang kawanan monyet yang bermain di bawah air sebuah gua. Sebuah puisi suasana. Puisi itu melukiskan keriangan kawanan monyet yang memakan buah ara, melolong, menari, terguling ke dalam air sehingga bulunya basah dan berbau apak. Kulit-bulu yang basah itu berkilauan dalam warna biru.

Puisi Di Bawah Tanah memberikan sesuatu yang gamblang tentang gambaran simbolis yang tidak jelas dari sekawanan primata bawah air. Menurut Harold Bloom, puisi ini lebih baik daripada puisi Ayah. “Ini memberiku perasaan sangat aneh karena dia bisa membaca puisi-puisi DH Lawrence—ini mengingatkanku akan puisi Snake (Ular),” Bloom menambahkan.

“Aku kira ini adalah tentang suatu arti dari kekuatan, sebagaimana sering dipergunakan Lawrence—suatu arti, sama sekali tidak diartikulasikan, dari sesuatu yang di bawah, berusaha untuk menerobos.”

Puisi lain Obama berjudul Hari-hari Sekolah. Puisi alit ini berbicara tentang kesempatan mengenyam pendidikan bagi orang Afro-Amerika di Amerika Serikat, yang tentu saja mesti disyukuri. Betapa pun, pendidikan merupakan hak asasi manusia yang mesti dijamin. Namun, sejarah perbudakan AS selama ratusan tahun telah mengingkari hak dasar itu. Pendeta Jesse Jackson, misalnya, diseret ke penjara hanya karena membaca buku di perpustakaan, apatah lagi bisa mengenyam pendidikan secara sistematis di sekolah.

Kita tidak tahu berapa jumlah puisi yang pernah digubah oleh Obama. Dalam sebuah wawancara, Obama mengaku masih mempunyai sedikit waktu untuk menulis puisi. Namun dari kelima puisinya di atas, kiranya kita memang bisa menabalkan Obama sebagai penyair.

Sungguh pun begitu, Harold Bloom, pengajar sastra Universitas Yale, mengatakan bahwa Obama telah memilih karier yang tepat, sedikitnya jika muncul suatu pilihan di antara politik dan penyair.

Terhadap kepenyairan Obama sendiri, Bloom berujar, “Secara keseluruhan, sayangku, tidak mungkin. Masa depanmu bukan sebagai seorang sastrawan. Tetapi dalam perhatianku, puisi-puisinya sama sekali tidak akan memperlihatkan yang memalukan padaku.”

Iwan Nurdaya-Djafar, budayawan

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati