Iwan Nurdaya Djafar
http://www.lampungpost.com/
Di zaman lalu
Para raksasa
berjalan di bumi Hitam
Delaney, Douglass, Garvey, King, dan X
[Puisi Obama, Hikayat Orang Kulit Hitam, bait 1]
Obama adalah manusia komplet. Dia adalah Presiden AS, doktor hukum tata negara, dosen, legislator, orator ulung, dan penulis. Bukan itu saja, menggubah puisi pun satu di antara kecakapannya. Tak pelak, dia juga seorang penyair dengan kualitas puisi yang tak memalukan. Saat duduk di bangku SMA, di Akademi Punahou, Honolulu, Hawaii, dia sudah mulai mencipta puisi.
Kecenderungan Obama terhadap puisi boleh jadi disebabkan pergaulannya dengan seorang penyair berkulit hitam yang lebih tua darinya, yang merupakan satu di antara tiga sosok pria di dalam kehidupannya untuk menjadi seorang lelaki dewasa, yang berperan sebagai ayah wali baginya. Pria lainnya adalah kakeknya dari pihak ibu, Stanley “Gramps” Armour Dunham (1918-1992), dan ayah tirinya, Lolo Soetoro Mangunhardjo.
Ayah biologisnya sendiri, Barack Hussein Obama Sr., absen di dalam kehidupannya karena bercerai dengan ibunya saat Obama berusia dua tahun, seorang anak yang baru belajar berjalan. Maka, ketiga sosok pria itu menjadi ayah-pengganti bagi dirinya, yang menyimpan psikologi anak yatim sampai menjelang dewasanya.
Penyair berkulit hitam itu adalah salah seorang sahabat kakeknya yang bernama Frank Marshall Davis, seorang pria baik, yang memasuki usia delapan puluhannya pernah hidup melalui banyak pergulatan internal Afro-Amerika dan membentuk opini-opini tentang keadaan orang-orang kulit hitam di dalam masyarakat berdasarkan pengalaman-pengalamannya sendiri.
Dia menulis puisi dan membuat persahabatan dengan orang-orang yang tidak percaya pada demokrasi karena menurutnya orang-orang kulit hitam memiliki suatu peluang yang lebih baik untuk meraih kesetaraan di bawah suatu tipe pemerintahan yang berbeda. Karena pemerintah mematikan, tak ada sistem pemerintahan yang berbuat sesuai dengan janji kesetaraan bagi semua orang.
Obama melihat Frank untuk beberapa petunjuk dari siapa dia bisa menjadi seorang dewasa. Tapi dia juga menonton televisi, musik, dan film untuk contoh-contoh. Budaya pop juga menjadi model perannya. Kecenderungan Obama terhadap puisi boleh jadi juga disebabkan oleh kegemarannya membaca, suatu kegemaran yang ditularkan oleh ibunya, Ann Dunham, yang memang seorang kutu buku.
Dia membaca buku tentang Martin Luther King Jr, seorang Afro-Amerika yang menjadi pejuang kulit hitam. Salah satu buku favoritnya yakni Otobiografi Malcolm X, pejuang kulit hitam AS yang lain yang beragama Islam. Karya-karya sastra Herman Melville, Toni Morisson, dan Friedrich Nietzsche juga disantapnya.
Saat di SMA, dia membaca karya-karya orang-orang berkulit hitam yang terkenal untuk membantunya mempelajari masyarakat, seperti Invisible Man karya Ralph Ellison dan Native Son karya Richard Wright. Dia membaca WEB DuBois dan Langston Hughes, seorang yang sezaman dengan sahabatnya yang lebih tua Frank Davis. “Aku memiliki berton-ton buku. Aku membaca segalanya,” ujar Obama.
Sebagai anak Hawaii yang doyan keluyuran di pantai, dia selalu menyelipkan buku di sakunya. Tak pelak, dia kutu buku juga!
Obama merupakan seorang anak yang suka menyendiri dan pandai menulis. Dalam buku pertamanya Dreams from My Father, Barack
Obama menuturkan tentang mariyuana yang dia isap saat mengenal seorang pemuda sebagai “sesuatu yang bisa meratakan lanskap hatiku, mengaburkan tepi-tepi ingatanku.”
Pengakuan masa muda yang tidak bijaksana ini lebih apa adanya dan lebih liris ketimbang yang diajukan oleh Presiden ke-42 AS (Aku tak mengisap mariyuana) dan ke-43 (Saat aku muda dan tak bertanggung jawab, aku masih muda dan tak bertanggung jawab). Itu muncul sebagai kejutan kecil untuk menemukan yang lain itu, kurang memublikasikan kemabukan—yang untuknya Obama muda mengaku secara terus terang—gubahan dari puisi lirik.
Obsesinya semasa muda yakni mencari jawaban atas pertanyaan: apa artinya menjadi pria kulit hitam di tengah kecamuk rasialisme Amerika Serikat? Ibunya yang berkulit putih (juga nenek dan kakeknya) tidak memiliki banyak pengalaman mengenai kehidupan komunitas kulit hitam dan karenanya tidak banyak membantu Obama di dalam mencari jawaban atas obsesinya itu. Sungguh pun begitu, Obama tidak tinggal diam. Dia justru memburu demi mencari jawaban itu.
Salah satu jawaban itu dituangkannya dalam sebuah puisi yang digubahnya saat di SMA, di bawah tajuk Hikayat Orang Kulit Hitam, yang menggambarkan kerisauan mendalam tentang rasialisme. Di zaman lalu, Obama menulis, Para raksasa/ berjalan di bumi Hitam/ Delaney, Douglass, King, dan X. Pada bait pertama dari puisi lima bait ini, Obama menorehkan sejarah perjuangan para pejuang besar kulit hitam AS yang disebutnya sebagai para raksasa. Para pejuang itu adalah Delaney, Frederick Douglass, Dr. Martin Luther King Jr., dan Malcolm X.
Saat di Kolese Occidental, pada 1981 Obama menulis dua puisi untuk Feast (Pesta), majalah sastra mahasiswa. Puisi itu masing-masing berjudul Lelaki Tua dan Ayah. Pada puisi Lelaki Tua, Obama mengisahkan seorang lelaki tua yang dilupakan, yang kehilangan harga diri, yang begitu lugu di dalam menyiasati kehidupan dan penghidupan dunia yang terlampau pelik. Dia bersikap lurus-lurus belaka di dalam menyusuri dunia yang berliku-liku. Maka, dia adalah seorang lelaki tua yang dilupakan dan diabaikan dunia.
Puisi Ayah agaknya mengabadikan momentum kunjungan ayahnya dari Kenya ke Hawaii saat menyambangi Obama pada usia sepuluh tahun pada 1971. Air matanya mengalir ketika pesawat ayahnya lenyap di angkasa Samudra Pasifik. Hal yang tergambar mengenai fisik ayahnya hanya hitam. Pesan yang selalu teringat adalah petuah sang ayah, yaitu, “Jangan menangis dan tatap masa depan.”
Itulah kunjungan pertama sekaligus terakhir. Pertama, sejak Obama ditinggalkan ayahnya pada usia dua tahun; dan terakhir, karena semenjak itu Obama tak lagi pernah bersua dengannya sampai tiba sebuah kabar melalui telepon internasional bahwa ayahnya meninggal dunia di Kenya pada 1982, dalam suatu kecelakaan mobil. Saat itu Obama sudah berusia 21 tahun.
Puisi Obama yang lain bertajuk Di Bawah Tanah adalah sebuah puisi tentang kawanan monyet yang bermain di bawah air sebuah gua. Sebuah puisi suasana. Puisi itu melukiskan keriangan kawanan monyet yang memakan buah ara, melolong, menari, terguling ke dalam air sehingga bulunya basah dan berbau apak. Kulit-bulu yang basah itu berkilauan dalam warna biru.
Puisi Di Bawah Tanah memberikan sesuatu yang gamblang tentang gambaran simbolis yang tidak jelas dari sekawanan primata bawah air. Menurut Harold Bloom, puisi ini lebih baik daripada puisi Ayah. “Ini memberiku perasaan sangat aneh karena dia bisa membaca puisi-puisi DH Lawrence—ini mengingatkanku akan puisi Snake (Ular),” Bloom menambahkan.
“Aku kira ini adalah tentang suatu arti dari kekuatan, sebagaimana sering dipergunakan Lawrence—suatu arti, sama sekali tidak diartikulasikan, dari sesuatu yang di bawah, berusaha untuk menerobos.”
Puisi lain Obama berjudul Hari-hari Sekolah. Puisi alit ini berbicara tentang kesempatan mengenyam pendidikan bagi orang Afro-Amerika di Amerika Serikat, yang tentu saja mesti disyukuri. Betapa pun, pendidikan merupakan hak asasi manusia yang mesti dijamin. Namun, sejarah perbudakan AS selama ratusan tahun telah mengingkari hak dasar itu. Pendeta Jesse Jackson, misalnya, diseret ke penjara hanya karena membaca buku di perpustakaan, apatah lagi bisa mengenyam pendidikan secara sistematis di sekolah.
Kita tidak tahu berapa jumlah puisi yang pernah digubah oleh Obama. Dalam sebuah wawancara, Obama mengaku masih mempunyai sedikit waktu untuk menulis puisi. Namun dari kelima puisinya di atas, kiranya kita memang bisa menabalkan Obama sebagai penyair.
Sungguh pun begitu, Harold Bloom, pengajar sastra Universitas Yale, mengatakan bahwa Obama telah memilih karier yang tepat, sedikitnya jika muncul suatu pilihan di antara politik dan penyair.
Terhadap kepenyairan Obama sendiri, Bloom berujar, “Secara keseluruhan, sayangku, tidak mungkin. Masa depanmu bukan sebagai seorang sastrawan. Tetapi dalam perhatianku, puisi-puisinya sama sekali tidak akan memperlihatkan yang memalukan padaku.”
Iwan Nurdaya-Djafar, budayawan
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Senin, 08 November 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar