Jumat, 29 Oktober 2010

Senyum Menyibab Ilalang

Teguh Winarsho AS
http://www.infoanda.com/Republika

Senja yang indah telah lama lewat disusul gelap merayap. Gelap yang selalu mengingatkanku pada seseorang yang pergi diam-diam kala gerimis turun pada suatu malam. Gerimis yang menyerupai jarum-jarum tajam berdenting di atas genting bagai petikan gitar seorang musafir di hamparan padang luas menyuguhkan kesunyian dan kekosongan. Membuat perasaanku cabik, ngilu dan perih, seperti ada luka lama yang kembali menganga, menjemput resah segenap kenangan.

Ketika malam bergetar di tangan anak-anak pulang mengaji. Membawa obor. Mendekap kitab suci. Berceloteh riang sembari sesekali mencuri pandang di antara semak ilalang, pohon-pohon tua dan temaram cahaya bulan. Tapi, ah, betapa cepat semua itu berlalu. Betapa cepat waktu melesat. Membuat hidup menjadi terasa singkat seperti laju pesawat.

Dan malam itu, mungkin empat tahun berlalu, untuk kesekian kalinya aku mimpi bertemu seorang gadis cantik yang senang menyembunyikan senyum di balik jilbab putihnya. Berjalan malu-malu menyibak rumput ilalang seperti menahan banyak keinginan dan harapan. Betapa sudah lama aku mendambakan dirinya menjadi pendamping hidupku, membangun keluarga sakinah, melahirkan anak-anak shaleh-shalehah. Aku kemudian kerap mengingau, memanggil-manggil namanya, meski saat terjaga yang kutemui hanya kesunyian belaka. Tanganku menggapai-gapai ruang hampa. Sementara tubuhku seolah terhempas jauh ke angkasa.

Lalu, aku termenung sendiri membuka jendela menyaksikan malam: bintang, bulan dan angin yang bisu. Dan begitulah, malam kembali mengalirkan kesunyian panjang seperti lorong penjara bawah tanah. Membuat diriku perlahan-lahan hanyut dalam keasingan purba yang terasa kian jauh tak terjamah. Sejauh mata memandang hanya kegelapan dan kesunyian. Hingga dunia di mataku mendadak menjadi hitam, pekat, seperti malam yang tua dan rapuh.

Ya, di kamar itu, aku selalu dicekam mimpi-mimpi menakutkan pada seorang gadis yang sangat kudamba. Seorang gadis yang diam-diam pergi pada suatu malam menorehkan kesedihan. Terlalu banyak kesedihan di hatiku hingga aku tidak yakin apakah kesedihan perlu dinamai?

Dan, malam itu, entah untuk ke berapa kalinya, aku kembali mimpi bertemu gadis cantik itu. Ia, gadis cantik yang senang menyembunyikan senyum di balik jilbab putihnya. Berjalan malu-malu mendekap kitab suci, seperti mendekap rindu dalam hati. Tapi, ah, ia terasa begitu jauh untuk bisa kurengkuh.

"Fatimah, untuk apa kamu mesti pergi ke Jakarta?"
"Tante Uli yang menyuruhku. Katanya ada pekerjaan buatku."
"Masih belum cukupkah setiap pagi dan sore kamu mengajar anak-anak
mengaji di surau dan madrasah?"
"Aku ingin bekerja. Aku ingin tahu Jakarta."
"Tapi bagaimana dengan anak-anak? Siapa nanti yang akan mengajar mereka mengaji?"
"Aku sudah janji sama Tante Uli. Aku harus berangkat ke Jakarta. Aku tak mungkin membatalkan rencana ini."
"Apakah kamu juga tega meninggalkan diriku?"
"Aku akan selalu menulis surat untukmu."
"Surat?"
"Ya. Aku akan selalu mengabarimu. Kamu tidak perlu mencemaskan diriku. Aku akan baik-baik saja."
"Aku tidak terlalu mencemaskan dirimu. Aku cemas dengan anak-anak yang
mengaji di surau dan madrasah? Kamu tega meninggalkan mereka?"
"Suatu saat aku akan kembali untuk mereka."
"Kapan?"
"Entahlah."

Ya, ya, sejak itu hampir setiap malam aku selalu mimpi bertemu gadis cantik itu. Seorang gadis cantik bersahaja yang senang menyembunyikan senyum di balik jilbab putihnya. Apalagi ketika hari-hari terus berlalu dan berlalu menyuguhkan rentetan kesunyian di hadapanku. Aku kembali seperti memasuki lorong panjang dan kelam. Di sana aku mencium keasingan demi keasingan. Membuat aku merasa takut setiap kali malam datang. Malam yang selalu melemparkanku pada kenangan masa silam tak berkesudahan. "Kami tidak mau mengaji lagi kalau bukan ibu guru Fatimah yang mengajar!" "Ya. Kami hanya mau dengan ibu guru Fatimah?"

"Kenapa?"
"Pak guru tak sepandai ibu guru Fatimah."
"Tapi bukankah ibu guru Fatimah ada di Jakarta?"
"Makanya, kami tak mau mengaji lagi."
"Jangan begitu, mau jadi apa kalian nanti?"
"Ah, masa bodoh! Kami hanya mau diajar ibu guru Fatimah."
"Kapan lagi kalian belajar mengaji kalau tidak sekarang?"
"Tapi kami ingin ibu guru fatimah yang mengajar. Bukan pak guru!"
"Besok ibu guru Fatimah akan datang ke sini. Sekarang kita belajar mengaji lagi. Ayo!"
"Bohong! Kemarin pak guru juga bilang begitu, tapi ternyata bu guru Fatimah tidak datang. Pak guru bohong!"

Kepalaku tiba-tiba berdengung dan berputar seperti ada baling-baling kipas angin yang perlahan-lahan tumbuh. Tubuhku kemudian terhempas pada sebuah ketinggian. Melayang-layang mengarungi kekelaman malam. Bumi semakin jauh kutinggalkan. Jauh sekali.

Dan, begitulah, surau dan madrasah sepi. Anak-anak mengaji di depan layar televisi. Menghitung iklan dan lagu. Menghafal sinetron dan film yang tak bosan-bosan menawarkan kemewahan semu. Juga kekerasaan dan kebohongan. Ya, ya, kemewahan semu dan kekerasan telah menjadi serentet narasi yang tak rampung-rampung dibacakan. Terus direkam dan tumbuh berbiak subur di kepala anak-anak, seperti jamur di musim hujan.

Empat tahun berlalu. Kini aku termangu di beranda surau. Menatap malam yang kian pekat, tua dan rapuh. Di langit kulihat sebuah bintang melayang tenang, cahayanya berkerlip sebentar. Saat itulah hatiku terbetik memanggil nama seseorang. Tapi sepi. Bahkan desah angin pun tak terdengar. Lalu, kuputuskan pulang.

Keesokan hari aku kembali ke surau. Ada banyak kenangan yang luruh di sana. Tentang suara anak-anak mengaji, senja, dan seraut wajah di balik ilalang. Ya, ya, kini aku telah duduk di beranda surau menunggu senja yang sebentar lagi bakal turun mengepakkan sayap keemasannya sambil membayangkan seorang gadis cantik yang senang menyembunyikan senyum di balik kerudung putihnya, ketika tiba-tiba di hadapanku benar-benar berdiri seorang gadis cantik mengenakan kaos dan celana jeans ketat. Rambutnya dibiarkan terurai panjang, sebagian dicat merah. Mungkin aku lupa. Tapi, ah, tidak. Tidak! Senyum gadis itu masih bisa sedikit kuingat.

"Kapan kamu pulang, Fatimah?"
"Kemarin. Dua hari yang lalu."
"Syukurlah. Bagaimana kabarmu?"
"Seperti yang kamu lihat. Aku baik-baik saja." Ada senyum tipis merekah di bibir Fatimah yang merah. Tapi tiba-tiba aku seperti berhadapan dengan orang asing.
"Kudengar sekarang sudah tak ada lagi anak-anak yang mengaji di surau dan madrasah. Kenapa?"
"Sejak kamu ke Jakarta, mereka tak mau mengaji lagi."
"Tapi bukankah kamu bisa mengajar mereka?"
"Anak-anak hanya ingin kamu yang mengajar. Mereka sangat mencintaimu, Fatimah."
"Aduh, sayang sekali. Aku hanya punya waktu beberapa hari di sini. Lusa aku harus kembali ke Jakarta. Aku tak mungkin meninggalkan pekerjaanku. Oya, ini ada oleh-oleh buatmu, sarung, kopiah dan sajadah. Terimalah."
"Terimakasih, Fatimah. Berikan saja pada orang lain. Mungkin ada yang lebih membutuhkan...."
"Kalau begitu aku pulang dulu. Hari sudah mulai gelap. Bapak dan Ibu tentu cemas menungguku."
"Kapan kamu akan kembali dan menetap di kampung ini lagi, Fatimah?" "Entahlah."

Senja benar-benar telah turun bersama cahaya keemasan. Sebentar lagi malam akan tiba. Malam yang selalu menorehkan kesedihan dan keperihan. Membuat aku selalu merasa gamang dan asing. Hingga kadang aku sering tidak yakin dengan apa yang kujalani. Termasuk pertemuan dengan Fatimah barusan. Apakah semua itu masih mimpi? Tapi, ah, tidak. Tidak! Kali ini aku tidak sedang tidur dan mimpi. Samar-samar aku masih dapat melihat kelebat bayangan punggung Fatimah berjalan tergesa-gesa kian menjauh. Menjauh. Dan, hilang di tikungan jalan.

Aku ingin mengejar Fatimah. Ada sesuatu yang ingin kusampaikan padanya. Tapi sayang, sebentar lagi waktu maghrib tiba. Aku harus mengumandangkan adzan. Aku berharap Fatimah datang ke surau, setidaknya kali ini saja.

Depok, 2005

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati