Selasa, 05 Oktober 2010

Melihat Puisi dari Industri Buku Yogyakarta

Hasta Indriyana*
Kompas Yogya, 1 Okt 2009

Seorang kawan penulis, yang kebetulan berkecimpung di dunia penerbitan, melontarkan keresahan seusai menyaksikan pameran buku di Jogja Expo Center, beberapa waktu berselang. Katanya, di antara ribuan buku yang ada, ia tidak mendapatkan satu buku puisi pun di semua stan yang diikuti puluhan penerbit. Ia menyayangkan karena sangat menunggu buku yang isinya puisi karya sejumlah penyair.

Betapa banal tabiat penerbit buku kita, komentarnya sambil memercayai omongan seorang negarawan Amerika bahwa puisi bisa meluruskan keadilan yang dibengkokkan. Saya pun kemudian mencoba melihat hal itu dengan sudut pandang berbeda. Menurut saya, ia telah menempatkan buku puisi sebagai produk yang selalu dibutuhkan pembaca. Katakanlah, ia adalah pencinta buku puisi, sebagaimana penggemar JK Rowling ketika menunggu-nunggu Harry Potter terbit.

Pemikiran saya malah berkebalikan. Buku puisi tercetak bukan karena pembaca menginginkan, tapi karena penyair (produsen) berusaha menerbitkan (meng-ada-kan). Kalau nantinya buku puisi terdistribusi dengan baik, ada ulasan atau kritikan di media massa, mengalami cetak ulang, bahkan mendapatkan award, itu lain soal. Menurut saya sebatas itu saja. Hal tersebut pernah disinggung Sapardi Djoko Damono dalam sebuah tulisannya di majalah Prisma tahun 1988, dan saya (sampai saat ini masih) mengimani hukum pasar tersebut.

Harga yang harus dibayar ketika menerbitkan buku puisi adalah kerugian secara material. Sebuah produksi buku dengan ketebalan 100 halaman sejumlah 1.000 eksemplar rata-rata menghabiskan duit Rp 5 juta. Selama ini, buku puisi laku di bawah 500 eksemplar. Jika harga buku dipatok Rp 30.000 dan penerbit mendapatkan 25 persen dari harga buku, maka taruhlah dengan laku 500 eksemplar, penerbit rugi Rp 1,25 juta. Penerbit Akar Indonesia yang berkiblat pada buku-buku sastra menyiasati perilaku pasar dan distributor dengan cara berdagang dari satu acara ke acara lain dan melalui jaringan komunitas di berbagai wilayah Indonesia (dari Aceh hingga Kupang).

Lain halnya dengan sistem penjualan yang diterapkan penerbit Omah Sore yang juga khusus menerbitkan buku-buku sastra. Omah Sore mencoba lewat jalur POD (print on demand). Penerbit mengiklankan buku-buku sastra melalui internet dan pesan pendek.

Ada dua hal yang bisa diurai atas fenomena di atas. Pertama, karena kita hidup di sebuah negara yang masyarakatnya rabun membaca, atau belum melek puisi. Di zaman digital yang segalanya mengalami percepatan, semua mesti dibeli dan dilahap. Semua terasa lebih enak dikonsumsi melalui media audiovisual (non-aksara). Membaca dan menulis sebagai konsekuensi dari “berpuisi” tentu dianggap sepele (bawang kosong), dianggap rumit, membuang waktu, dan tidak menghasilkan secara material. Mursal Esten menuliskan, masyarakat sastra Indonesia hanya 0,01 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Sastra menjadi elitis, minoritas, dan dipinggirkan. Wajar jika banyak orang bertanya, “Mengapa puisi susah dimengerti?” Soalnya mereka rabun aksara sehingga puisi tampak “gelap dan pekat”.

Kedua, puisi dan industri merupakan dua hal yang saling ngungkuri, bertolak belakang. Puisi adalah jalan sunyi untuk memahami nilai kemanusiaan. Industri adalah arus hiruk-pikuk yang tabiatnya mereduksi nilai kemanusiaan. Dalam dunia industri, kaum modal kapital pintar mengondisikan komoditas menjadi sebuah kebutuhan. Masyarakat luas dibius brand dan image menjadi sekelompok konsumen yang patuh dan rajin membeli produknya. Misalnya, masyarakat Gunung Kidul (sampai bisa) menyebut segala merek sepeda motor dengan “honda”, tapi tidak demikian dengan buku sastra, khususnya puisi.

Puisi yang berdiri di jagat industri buku, saya analogikan, masuk dalam mutiara Jawa: ana ning ora ana, ada tapi tidak ada atau dianggap tidak ada tapi sebenarnya ada. Secara umum, produksi buku puisi 0,1 persen dari seluruh buku yang diproduksi penerbit. Penerbit di Yogyakarta yang tergabung dalam Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) sejumlah 50 penerbit, sementara di luar Ikapi sekitar 15 penerbit. Masing-masing memproduksi minimal dua eksemplar tiap bulannya. Kita pun akan mendapatkan sejumlah angka mencengangkan (1,5 buku puisi) di antara 1.560 judul buku per tahunnya.

Maka, bagi kawan saya dan siapa pun “konsumen loyal” buku puisi, kita mesti bersabar dan menahan. Kita harus “puasa puisi” di tengah hidup seperti ini. Rasanya masih sangat lama buku puisi mencapai brand and ikon: “Belanja, pasti buku”, atau bahkan, “Shopping, ya puisi!”

Jalan sunyi

Puisi adalah jalan sunyi untuk memahami nilai kemanusiaan. Disebut jalan sunyi karena dalam proses penciptaannya melalui masa pengendapan (inkubasi), perenungan dan pemikiran, rekreasi, dan transformasi ke dalam wujud teks. Proses itu sendiri terkadang sangat soliter.

Sementara itu, industri selalu membombardir masyarakat dengan produk material dan mental kebergantungan. Industri pada akhirnya hanya memberikan kekayaan kepada segelintir orang. Puisi melahirkan manusia merdeka yang bebas dari kebergantungan (sebagai lawan kapitalisme).

Menunggu-nunggu buku puisi terbit sambil menuding kesalahan pihak tertentu tentu bukan sebuah kearifan. Penyair yang asyik dengan dunia metafora dan dirinya sendiri menjauhkan puisi dari masyarakat; kritikus sastra yang mandul adalah kambing hitam kemandekan sastra; penerbit yang “asal untung banyak” dan menafikan kualitas akan memperburuk dunia keaksaraan; pemerintah yang tidak memerhatikan serius akan melemahkan “pendidikan buku”; dan banyak lagi yang bisa dituding keliru.

Yogyakarta adalah kiblat buku dan sastra Indonesia. Telah banyak penulis dan sastrawan menggodok ilmunya di “kawah pendidikan” ini. Di kemudian hari pasca-1998, meledak penerbit “alternatif” yang jumlahnya mencapai seratusan. Lambat laun, industri buku dibelit keinginan memperkaya diri dan kejar setoran. Buku-buku copy-paste dan model “cepat saji” makin menimbun rak-rak toko buku dan luber di setiap pameran.

Sangat disayangkan, karena saatnya nanti, buku semakin tak bermutu. Sah apabila kawan saya tidak mendapatkan buku puisi, tidak menemukan “sepi” dan kemanusiaan di tengah hiruk-pikuk industri buku. Maka, tak ada kata lain selain menghibur diri bahwa kitab suci saja jarang dibaca, apalagi buku puisi!

HASTA INDRIYANA Penyair Kelahiran Gunung Kidul, DI Yogyakarta

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati