Kamis, 14 Oktober 2010

Kritik Sastra Indonesia dari Australia

Judul : Reading Matters: An Examination of Plurality of Meaning in Indonesian
Fiction 1980-1995 (Membaca, dan Membaca Lagi, [Re]interpretasi Fiksi Indonesia 1980-1995
Penulis : Pamela Allen
Penerjemah : Bakdi Soemanto
Penerbit : Indonesiatera, Magelang, Cetakan I, tahun 2004
Tebal : xxxii + 318 halaman
Peresensi: Nurhadi BW*
http://www2.kompas.com/

TIDAK banyak kritikus sastra Indonesia dari luar negeri. Kebanyakan kritikus yang jumlahnya sedikit itu adalah para pengamat Indonesia atau Indonesianis yang memfokuskan kajiannya tidak hanya pada sastra, tetapi juga terhadap budaya, sosial, ekonomi, juga politik Indonesia sebagai studi kawasan.

Indonesia sendiri bukanlah kesusastraan yang telah berumur tua. Kesusastraan ini lahir pada awal abad ke-20 atau akhir abad ke-19. Berbeda dengan kesusastraan Jawa yang jauh lebih tua dan banyak menjadi kajian kritikus asing, khususnya Belanda, sehingga nama semacam Zoetmulder (dengan Kalangwan-nya) yang telah lama menetap di Indonesia sudah menjadi bagian integral mengenai sastra Jawa.

Dalam sejumlah ensiklopedia mengenai kesusastraan dunia, kesusastraan Indonesia sering kali tidak dimasukkan atau dijadikan entri. Selain tradisi sastra Barat, sastra lain yang sering dijadikan entri, misalnya, sastra China, Jepang, India, Arab, dan Israel, bahkan terkadang malah Filipina.

Dari sedikit kritikus negara lain yang mengkaji kesusastraan Indonesia, yang paling terkenal tentu saja A Teeuw dari Belanda. Kemudian Claudine Salmon dari Perancis yang banyak mengkaji sastra Indonesia Tionghoa, atau Harry Aveling dan Keith Foulcher dari Australia. Selain itu, dapat disebut tokoh-tokoh lain semacam Henri Chambert-Loir, VI Braginsky, E Ulrich Kratz, Doris Jedamsky, dan Pamela Allen.

Pamela Allen adalah seorang dosen dan peneliti studi Indonesia, khususnya bidang bahasa dan sastra, dari University of Tasmania, Australia. Selain itu, Allen juga seorang penerjemah sastra, baik Indonesia-Inggris maupun Inggris-Indonesia, yang telah diterbitkan di sejumlah media massa seperti di The Jakarta Post dan Menagerie (Jakarta: Lontar). Pada pertengahan tahun lalu bukunya yang berasal dari disertasinya, Reading Matters: An Examination of Plurality of Meaning in Indonesian Fiction 1980-1995, yang diterjemahkan oleh Bakdi Soemanto menjadi Membaca, dan Membaca Lagi, [Re]interpretasi Fiksi Indonesia 1980-1995, diterbitkan di Indonesia.

Kajian Pamela Allen atas dua belas novel Indonesia periode waktu tersebut sebenarnya beranjak dari teori-teori respons-pembaca yang mutakhir, seperti kajian materialisme kultural, post-modern, dan post-kolonial. Kedua belas novel yang menjadi subyek kajian Allen adalah karya-karya tetralogi Pramoedya Ananta Toer (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, Rumah Kaca), tiga novel Mangunwijaya (Burung-Burung Manyar, Durga Umayi, Burung-Burung Rantau), dan karya-karya Putu Wijaya (Sobat, Perang, Teror, Kroco, Byar Pet).

PADA landasan teorinya, Pamela Allen menguraikan relativitas makna dalam sebuah teks yang didasarkan pada sejumlah pendapat dalam kawasan teori respons-pembaca atau kekuatan-pembaca menurut istilah Belsey. Meskipun fokus dan posisi kritisnya bervariasi, menurut Allen, pendekatan-pendekatan dalam kritik sastra itu mempertanyakan obyektivitas teks tersebut. Dalam praktik itu, berarti penaksiran-kembali dan penataan-kembali peran pengarang, pembaca, dan teks tersebut dalam proses “menciptakan” suatu karya sastra. Kalau sebuah teks tertentu dulu dianggap sebagai satu produk dari pengarangnya, dan oleh karena itu dianggap penting dan menjadi “harta milik” pengarang itu; pendekatan kritis “kekuatan pembaca” akan menolak pendapat tentang pengarang sebagai penjaga makna dalam sebuah teks. Pendek kata, menurut Allen, teks itu bebas dari “tirani pengarang” (halaman 1).

Pada bagian ini Pamela Allen mengutip sejumlah tokoh yang mengkaji masalah interpretasi teks, mulai dari Hirsch, Juhl, Wimsatt dan Beardsley, Barthes, Derrida, Gibson, Riffaterre, Poulet, Jauss, Iser, Fish, dan kemudian memfokuskan kajian teorinya pada pemikiran tiga tokoh interpretasi yang lebih kemudian, yakni Eco, Belsey, dan Easthope.

Buku Membaca, dan Membaca Lagi ini terdiri atas enam bab: (1) Pokok-pokok Masalah dalam Interpretasi, (2) Kisah-kisah Nasion (I)-Realisme Sosial, (3) Kisah-kisah Nasion (II)-Neo Regionalisme, (4) Anti Intelektualisme: Alegori, Imaji, dan Sastra Teror, (5) Pembacaan Pasca-modernis, dan (6) Pembacaan Pasca-kolonial. Buku ini diawali dengan sebuah pengantar dari Prof Dr Benny Hoed, pengantar dari penulis, dan intisari, serta diakhiri dengan sebuah kesimpulan.

Dari hasil analisisnya, Allen menyatakan bahwa iklim sastra Indonesia pada periode 1980-1995 ditandai oleh perputaran perdebatan sastra, di antaranya yang paling umum adalah masalah seni berpihak dan kemungkinan universalisme dalam sastra, atau yang lebih dikenal dengan Polemik Sastra Kontekstual. Keterlibatan politik dalam sastra sering diutamakan dalam diskusi-diskusi sastra, baik dari sudut pandang pengaruh rezim politik kala itu terhadap tindakan penulisan kreatif itu sendiri, dan sampai di mana karya-karya individual seharusnya dibaca sebagai pernyataan politik. Yang berbaring di belakang perdebatan tersebut adalah tumbuhnya suatu sastra antirealis, yang menuntut tempatnya di samping realisme yang menjadi basis dari novel Indonesia periode modern.

Periode tersebut juga ditandai oleh minat yang direvitalisasi dalam tradisi regional. Ini digabungkan ke dalam pertunjukan teatrikal dan karya-karya sastra dalam cara-cara yang terkadang melayani kebutuhan pemerintah Orde Baru untuk keselarasan dan stabilitas yang justru merupakan tantangan pada kebijakan-kebijakan itu sendiri (halaman 251).

KETIGA penulis yang dibicarakan dalam buku Allen ini mewakili berbagai titik pada kontinum realis-antirealis dan kontinum nasionalis-neo-regionalis. Karya-karya Pramoedya jatuh persis pada ujung keduanya: realis dan nasionalis. Karya-karya Mangunwijaya mencerminkan realitas yang bisa dikenali-nasion Indonesia-yang menggabungkan beberapa unsur eksperimentasi, fantasi, dan tradisi wayang. Karya-karya Putu Wijaya, sebaliknya, merupakan antitesis dari tulisan Pramoedya: fantastik dan bersifat tidak langsung, dan Putu mencampur hal tersebut dengan pinjaman-pinjaman liberal dari tradisi Bali dan Jawa.

Meskipun neoregionalisme merupakan ciri yang penting dalam beberapa karya Putu Wijaya dan Mangunwijaya, mereka memasukkan wayang ke dalam karya mereka dalam cara-cara yang amat berbeda. Mangunwijaya merajut acuan dan analogi wayang ke dalam wacana yang sebagian besar realis, sementara Putu Wijaya mengambil lisensi besar sekali dengan Mahabarata dalam narasi-narasinya yang diskursif dan fantastik.

Berlawanan dengan hal tersebut, narasi “tetralogi Pulau Buru” Pramoedya tidak mengandung jejak tradisi regional seperti yang diambil Mangunwijaya dan Putu Wijaya. Tetralogi itu ditulis dalam tradisi realisme yang murni, dengan mencerminkan keterlibatan Pramoedya pada proyek modernis dan penolakannya terhadap banyak unsur kebudayaan regional “feodal” yang ia anggap bertentangan dengan kemajuan bangsanya (halaman 252).

Dalam novel-novel Pram, suara pengarang itu terdengar paling jelas dalam kisah-kisah ketika Minke bergelut melawan warisan Jawanya, khususnya pada bagian yang mengisahkan interaksi Minke dengan ibunya. Menurut Allen, penolakan Pramoedya terhadap warisan Jawanya jauh lebih tegas daripada penolakan Minke dan, oleh karena itu, ia sungguh-sungguh berselisih paham dengan Ngugi Wa Thiong’o yang menyatakan bahwa menolak bahasa-ibu seseorang akan menghapuskan identitas diri kultural orang tersebut. Pramoedya juga tidak akan menyetujui pernyataan Memmi tentang buruknya pendidikan kolonial; Pram malah bersyukur atas pendidikan Belanda yang ia terima.

Demikian pula dalam Burung-Burung Manyar, dalam konteks pembacaan post-kolonial, kita sering “mendengar” keyakinan Mangunwijaya bahwa dekolonisasi seharusnya merupakan proses menolak kolonisasi tanpa perlu menolak orang Belanda. Hibriditas Teto, tokoh utama Burung-Burung Manyar, merupakan pernyataan politik Mangunwijaya dan sumbangan pemikirannya terhadap kondisi “pasca-Indonesia” yang amat heterogen.

Novel-novel Putu Wijaya yang interogatif (dan justru tidak bersifat deklaratif atau imperatif) menampilkan suara pengarangnya yang hadir dalam bentuk yang lebih menengahi. Suara pengarang itu hadir karena memang diajukan Putu dalam novel-novelnya yang juga ia ajukan dalam esai dan wawancaranya guna mengerti makna dan keberadaan manusia (halaman 255).

Pembacaan Pamela Allen memang berangkat dari tiga model pembacaan: 1) materialisme kultural dari Raymond William, 2) pembacaan post-modern, dan 3) pembacaan post-kolonial. Dalam kajian teorinya, Allen mengemukakan sejumlah teori yang membebaskan teks dari pengarangnya; meski demikian, dia mengakui suara pengarang tidak dapat “dibungkam” dalam analisisnya ini. Dengan begitu, pembacaan atas karya-karya Pramoedya, Mangunwijaya, dan Putu Wijaya dalam konstelasi kesusastraan dan kondisi sosial politik Indonesia pada umumnya menjadi lebih lengkap dan menarik, apalagi dia orang Australia yang melihat Indonesia dari luar.

Kajian Allen terhadap ketiga karya pengarang besar pada periode akhir abad ke-20 itu merupakan suatu angin segar dalam kritik Indonesia, apalagi kritik sastra Indonesia telah kehilangan “Paus Kritik Sastra Indonesia” HB Jassin. Publikasi atas karya-karya ilmiah semacam disertasi ini merupakan hal yang positif sehingga publik dapat mengikuti perkembangan keilmuan, khususnya kritik sastra, sehingga tidak terkurung dalam menara gading perpustakaan yang hanya dapat dibaca di tempat dan dilarang untuk mengopinya. Juga termasuk terjemahan semacam ini yang turut menyemarakkan kritik sastra Indonesia.

*) Dosen FBS Universitas Negeri Yogyakarta, Kini Tengah Mengikuti Program S3 Sastra di UGM Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati