Benny Arnas
http://www.jawapos.com/
Grekia
DAN di hadapanku tiba-tiba terbentang almanak raksasa. Di sana, dalam kurungan kotak-kotak yang berwarna hijau tahi kuda, angka-angka bersembunyi di balik lambang-lambang yang tak kupahami. Tiba-tiba seseorang menyentuh pundakku. Laki-laki yang berjanggut putih lebat berombak. Ia mengucapkan selamat datang di Grekia. O, daerah apa itu? Sungguh, aku tak mengerti apa yang tengah menimpaku. Bagaimana aku dapat terpelanting ke tempat yang asing ini. Aku bagai berada dalam kastil yang berpilar lebih dari 14. Bagian dasar dan atas pilar, dihiasi ukiran orang-orang setengah telanjang. Mereka mengenakan kain yang dililitkan di badan. Semacam sari bagi wanita India, atau pakaian ihram bagi jamaah haji. O bukan, sepertinya ia terbuat dari bahan yang agak keras. Semacam kulit. Mungkin kulit kambing. Mereka (dalam ukiran itu) memegang busur dan anak panah yang siap dilesatkan. Aku bagai pernah mendapati motif ukiran-ukiran itu. Entah di mana, aku lupa.
“Kita akan berkelana.”
Laki-laki itu menatapku sesaat. Ia sedikit menyalipku. Kini ia sudah berjalan di depanku. Tingkahnya bagai seseorang yang kubutuhkan untuk mencapai tujuan. Aku ikut saja.
Valentino
Hari ini adalah 1740 tahun yang lalu. Kastil Morvelanto, sebuah gereja yang berinkarnasi menjadi masjid tanpa kubah dengan dua menara, menyimpan drama satir Valentino, seorang pendeta yang dihukum pancung oleh Claudius II. Kala itu, Kaisar Romawi itu berlaku berat sebelah. Ia tak menghukum Marius, karib Valentino yang sama-sama menentangnya. Maka, adalah mahfum kiranya bila Valentino mendatangi makam Marius di kastil dekat gerbang Tuscany. Mereka berdebat perihal kesetiaan dalam berkawan. Marius menyanggah tuduhan Valentino yang menyebutnya antek-antek kaisar hingga Claudius meninggal dalam perang melawan serombongan orang berjubah dari Andalusia. Marius bahkan menyatakan Valentino sangat beruntung. Bahkan seharusnya berterima kasih yang tiadatara kepadanya.
“Aku seolah-olah menjadi pengikutmu, Valentino. Padahal kita adalah karib yang sama-sama berjuang menikahkan Julio dan Sophia di penjara kala itu.”
Valentino diam. Dan makin mati-taji ketika dengan air mata yang ruah Marius menyatakan betapa laki-laki dan perempuan kini hanya mengingat sahabat seperjuangannya itu daripada dirinya.
“Aku bukan haus pengingatan, Valentino. Aku hanya ingin mengatakan, namamu abadi. Dan bila pada tengah Februari itu orang-orang berlaku baik demi cinta, maka adakah Tuhan kuasa menolakmu bertandang ke kerajaan Yesus, hah?”
Valentino menyeringai. “Kau benar-benar bejat, Marius!”
“Maksudmu?”
“Kau tahu bagaimana belanga api itu memanggil-manggilku. Para pemuda dan gadis itu melunaskan gairah mereka di atas namaku. Va-len-ti-no!”
“Oh, tidakkah itu yang kau perjuangkan, Valentino? Tidakkah kita dulu yang berkoar-bingar bahwa Claudius II sangatlah tak pandai merawat kecemasan. Mengkambinghitamkan kecintaan keluarga dan kekasih sebagai musabab enggannya para pemuda bergabung di armada perang?”
“Ah, pantas kau tak dikenang, Marius!”
“Maksudmu?!”
“Kini berbeda. Bila mereka bergaul serupa sepasang pengantin ketika laki-laki belum disumpah di hadapan pastur, bagaimana dapat kau katakan Tuhan memberkati?”
“Apa urusannya denganmu, Valentino?”
“Mereka mengatasnamakan cinta, Marius?”
“Dan itu adalah kau?” Marius menyeringai.
“Hari itu dipilih mereka untuk merayakan, meluapkan, dan menuntaskan semuanya, hingga perihal yang sejatinya tak halal dilakoni. Hari dipangkasnya kepalaku dari tonggak bahu!”
Marius diam sebelum membias dalam udara yang menyusup dari rongga-rongga tanah. Hilang.
“Aku ingin tidur, Valentino. Aku lelah.” Suara itu menggema di ceruk makam mewah itu.
Valentino pergi. Terbang. Mengawang. Menyaksikan sepasang muda-mudi bertukaran kado di bangku taman dekat alun-alun Bologna, sepasang remaja di bawah 17 tahun tengah berpagutan di balik semak bluebery, seorang jejaka tengah memberikan apel berpita pink kepada gadis berbaju merah toska yang duduk di jenjang colesium….
Lupercalia
Hari ini adalah Minggu. Minggu yang sebenar Minggu. Bila pun Selasa, maka orang-orang yang tengah menanak-rindu yang tak tertanggungkan, akan menulis angka 14 itu dengan pensil merah. Bukan merah muda karena terlalu samar untuk almanak yang berkertas mengkilap. Merah toska biasanya lebih menyala. Dan inilah buah dari kekeliruan yang lebih dari 170 dekade itu. Dewa Zeus dan Hera muntab. Mereka menyalahkan Valentino. Maka, mereka mencari laki-laki pastur itu di seantero bumi. Dan inilah sifat yang kerap menyertai orang-orang kuno: Mereka buta cerita perihal nama-nama negeri yang sudah musnah atau diganti. Mereka tak mendapati romawi sebagai kekaisaran. Mereka tak mendapati Romawi sebagai kerajaan. Maka, tersesatlah mereka hingga di Osaka. Entah, mungkin karena Jepang masih memiliki kaisar, atau apa. Di sana, mereka bingung tak kepalang. Orang-orang berkulit putih bening, alis yang miring ke atas, mata sipit, bagai merayakan perkawinan mereka berdua.
“Oh Zeus, apakah ini Athena?”
“Tentu bukan Hera. Takkah kau lihat wajah mereka serupa boneka yang belum selesai dipahat kedua matanya.”
Hera mengangguk. “Tapi Zeus, mengapa mereka merayakan semacam Hari Kekasih?”
“Kau tahu Hari Tujuh di China, Hera?”
“Perayaan cinta?”
“Kupikir, ini tak jauh berbeda, Hera. Mereka pula merayakannya. Tapi…”
”Tapi kau tak mendapati pernak-pernik yang berbau si keparat tak berkepala dari Romawi itu, bukan?”
Hari Putih. Demikian orang-orang Korea dan Jepang menyebut hari ketika perasaan suci dihelat. Namun, mereka tak memilih tanggal bakda sepasang angka paling sial di dunia sebagai waktu perayaan.
“Zeus, ini bukan Lupercalia.”
Zeus tercenung. Perayaan perkawinan mereka itu tak bingar lagi. Pikirannya mengembara ke masa-masa Lupercalia dikenang dengan begitu raya. Setiap polis di Yunani akan berpesta. Lorong-lorong kelam yang bersempalan di sudut-sudut kota akan terang seketika karena dalam jarak 20 meter, obor-obor raksasa disulut di atas tonggak-tonggak batu yang berbaris.
Zeus bermata kaca. Hera mengusap-usap bahunya. Hera menatap suaminya. Tatapan iba. Ia bagai memahami kesedihan dan kegalauan sang dewa.
“Kita akan menyongsong hari terakhir Gamellion, Zeus?”
“Gamellion?”
“Ya, takkah kau lupa, kita dahulu menamai tengah Januari hingga tengah Februari sebagai Gamellion,” bisik Hera. “Biarlah hari ini milik Valentino, Zeus. Namun esok, tentulah milik kita berdua.” Hera hampir saja terkakak apabila Zeus tak membuatnya terhenyak.
“Tak usah berlebihan dalam berharap,” ujar Zeus tenang. “Tak ada yang merayakan hari perkawinan kita, Hera. Tak ada Lupercalia. Pun tak ada lagi Gamellion….”
Bulan Renyai
Cerita ini akan segera khatam di di tenggara Asia. Nusantara, demikian dulu negeri ini tertitik dalam sejarah. Cerita ini pula akan ditutup di bulan yang (masih) suka bermain-main dengan hujan. Hujan yang tak sepenuh hati membuat bumi kuyup seperti Januari yang rajin mandi.
Orang-orang di negeri ini merayakan Hari Kekasih dengan sepenuh hati. Mereka bagai terlupa bila dua bulan sebelumnya, Muharram disongsong tanpa riap, Idul Fitri dihelat tanpa hikmah, dan Ramadan ditekuni dengan harap segera bertemu hari raya.
Sejatinya, mereka tak perlu tahu perihal Valentino yang dipancung, perihal Kaisar Claudius II yang bertangan besi, perihal Marius yang luput dari hukuman, perihal Hera dan Zeus yang (setiap) hari perkawinan mereka dirayakan dengan sesembahan yang bergema. Mereka pula tak perlu tahu perihal gadis-gadis Romawi yang menuliskan nama mereka di atas kertas berukuran 3 x 3 cm. Menggulungnya. Memasukkannya ke dalam toples kaca sebesar buah kelapa, lalu mempersilahkan para pemuda mengambil kertas itu (seraya berharap dengan cemas bahwa pemuda yang ditaksirlah yang akan mendapatkan kertas atas nama mereka). Tak perlu semua itu. Atau mereka memang tak tahu-menahu kisah itu. Atau mereka tahu namun mengabaikannya. Ah, begitulah tabiat orang-orang negeri ini. Begitulah.
Ya, terlupalah bila ada yang lebih layak ditumpahkan cinta atasnya. Tentang hujan yang tak kunjung tamat riwayatnya. Tentang langit yang mulas berpanjangan. Hingga… kota-kota di negeri ini, kerap kuyup oleh hujan yang merenyai. Sebentar lagi pun, mendung akan muntah. Dan jangankan mensyukuri cinta dan rahmat Tuhan itu, mereka masih asyik membincangkan asmara di hari yang paling merah ini. Bahkan gadis-gadis itu dengan terpaksa mengangkat rok sebatas lulut; melipat ujung jeans; berpayung dengan gigil; menjinjing apel berpita pink, sebatang cokelat murahan, atau setangkai mawar yang tak lengkap lagi jumlah kelopaknya… demi merayakan cinta (apa? cinta?) di Hari Kekasih. Hari yang sudah dinanti-nantikan. Diimpi-impikan.
Pink Morning
Dan aku pun tercekat ketika meregangkan badan dan mengucek mata, pandanganku tertumbuk pada angka merah toska itu: 14. Angka itu bertengger dalam kotak-kotak almanak. Segera kusibak selimut. Aku melompat dari ranjang. Kulihat ponsel. Sembilan panggilan tak terjawab. Dua belas pesan. Dari nomor yang sama. Miranda. Aku segera menuju kamar mandi. Bukan, bukan memenuhi rengekan kekasihku agar aku mengenakan kemeja junkis berwarna merah muda dan membawa kado berpita pink pula. Aku hanya berpikir sebaiknya aku memenuhi ajakan Muksin untuk mengikuti kajian fikih di Masjid Agung Kota hari ini. Tentu saja, tak lupa kukabari dulu si Miranda bahwa hari ini aku tak dapat mengajaknya jalan-jalan ke air mancur Temam sebagaimana janjiku minggu lalu. Mungkin ada baiknya kuketik sebuah pesan pendek untuk gadis itu.
“Sepertinya ini pagi yang cerah, ya? Tentu Om dan Tante sangat senang bila anak gadisnya turut serta ke gereja….”
Pesan terkirim. Entah, aku bagai melepaskan beban berat. Hmmm, kuharap aku akan jalan-jalan ke Yunani, Asia, dan Italia, lagi malam nanti, sebagaimana mimpiku malam tadi. (*)
Lubuklinggau, 24 Januari 2010
*) Lahir dan tinggal di Lubuklinggau. Meraih Anugerah Sastra Batanghari Sembilan 2009.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Sabtu, 27 Februari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar