Senin, 15 Juni 2009

Budaya Antikritik: Memadamkan Cahaya Pengetahuan

(Tanggapan terhadap Tulisan Orang-Orang yang Berbudaya Antikritik)

Mahmud Jauhari Ali
www.radarbanjarmasin.com/
http://www.mahmud-bahasasastra.co.cc/

”salam kenal
saya selalu membaca tulisan-tulusan Anda saya salut dengan tulisan Anda, tetapi akhir-akhir ini saya kecewa dengan tulisan Anda yang seakan-akan selalu memojokkan pusat bahasa,dan balai bahasa,apalagi pada tulisan Anda pada hari minggu tanggal 8 Febuari seakan Anda sok pintar dan sok mengurui. Padahal sepengetahuan Saya Anda dulu pada tulisan-tulisan Anda selalu mengaku sebagai peneliti pusat bahasa, tetapi kenapa akhir-akhir ini Anda selalu memojokan pusat bahasa, Apakah Anda orang yang frustasi atau tidak punya kerjaan, sehingga kerjaanya hanya menjelekkan orang saja dan sok pintar. Cepatlah bercermin siapa diri Anda.”

Tulisan di atas adalah isi dari salah satu pos-el yang ditujukan kepada saya pada tanggal 11 Februari 2009. Ya, tanggal sebelas. Tanggal yang mengingatkan saya dengan runtuhnya gedung kembar di Amerika Serikat. Dalam tulisan ini saya tidak bermaksud berkeluh kesah karena tulisan di atas. Akan tetapi, tulisan tersebut membuktikan kepada kita semua bahwa di alam Kalimantan Selatan masih kental dengan budaya antikritik. Budaya yang membelenggu akal manusia dalam berpikir. Budaya itu pulalah yang saya bahas dalam tulisan ini. Sebelumnya, seorang sastrawan muda Kalimantan Selatan—Harie Insani Putra—juga pernah menerima tulisan semacam itu di lamannya. Sastrawan muda itu menerimanya setelah ia menulis sebuah kritik membangun dalam lamannya berjudul Ensiklopedia Sastra Kalsel Versi Balai Bahasa Banjarmasin.

Ah, sungguh terkebelakangnya orang-orang ini dalam memandang sebuah kritik yang membangun. Padahal, selama sesuatu itu dibuat oleh manusia seperti buku Ensiklopedia Sastra Kalsel dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tentulah masih perlu direvisi. Sebenarnya kritik terhadap karya Pusat Bahasa bukan saya saja yang melakukannya. Salah satu contoh, bacalah buku besrjudul Bahasa Menunjukkan Bangsa karangan Alif Danya Munsyi yang isinya mengkritik hasil karya Pusat Bahasa, salah satunya KBBI. Ingatlah bahwa Pusat Bahasa dan Balai Bahasa Banjarmasin bukanlah Tuhan yang selalu benar. Kita sama, memiliki kelemahan dan harus saling meluruskan. Jadi, tepatlah penyataan, ”Tak ada gading yang tak retak” Saya berkata yang sebenarnya dan bukan kata-kata bohong atau mengada-ada.

Untuk kepentingan tersebut di atas, mau tidak mau, kritik sangat diperlukan. Kritik tidak lain adalah tindakan meluruskan sesuatu yang salah. Lebih ringannya, kritik diartikan ’mengingatkan’ agar selamat. Jika kesalahan dibiarkan terus menerus tanpa kritik, dunia akan menjadi kacau balau dan binasa. Jadi, kata memojokkan yang dielu-elukan oleh pengirim pesan tersebut sangat tidak tepat. Bahkan, sebenarnya orang-orang yang menuliskan pesan-pesan tak bertanggung jawab ini telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan orang lain, yakni saya dan Harie I.P. Mereka juga telah melakukan kejahatan elektronik di internet yang seharusnya kita hindari sejauh-jauhnya.

Penulis pesan itu mengaku bernama Nur Janah Janah (nama yang tak lazim) dengan alamat pos-el di janahnurjanah39@yahoo.co.id. Entahlah, apakah itu nama aslinya atau bukan? Namun yang jelas, ia adalah orang yang fanatik kepada instansi yang dibelanya. Ia juga tidak berani mengirimkan tulisan itu di laman saya karena takut saya ketahui alamat IP Address-nya. Kemungkinan ia memanfaatkan IP Address kantor. Ternyata ia tidak tahu jika dari pos-el pun dapat diketahui IP Address yang digunakan seseorang (baca: pengirim). Setelah dicari kebenarannya, IP Adress yang digunakannya adalah 118.98.219.109. IP Address tersebut adalah IP Address Balai Bahasa Banjarmasin. Masya Allah! Inikah wajah Balai Bahasa Banjarmasin yang sesungguhnya? Lalu, Siapakah dia?

Siapa dia, tidak penting bagi kita. Hal yang menurut saya penting adalah sikapnya menanggapi kritikan. Yakni sikap yang menginginkan kritik ditiadakan. Ah, sangat lucu. Kritik sebenarnya merupakan sebuah pemikiran yang lahir dari akal yang sehat. Isi kritik tidak lain adalah sebuah pengetahuan yang lebih rasional dan cerdas. Jika kritik ditiadakan, itu artinya memadamkan cahaya pengetahuan yang lebih rasional dan cerdas dengan budaya antikritik. Dengan kata lain, Nur Janah Janah menginginkan kesalahan terus-menerus ada di masyarakat. Jika demikian halnya, kesalahan akan merajalela di Kalimantan Selatan. Wahai saudariku, sadarlah dan segerlah insyaf sebelum pintu tobat ditutup-Nya.

Jujur, dulu saya memang kerap menulis di media massa dengan mencantumkan embel-embel, yakni Peneliti pada Pusat Bahasa di bawah nama saya. Hal itu wajar karena pekerjaan saya adalah meneliti bahasa di bawah Pusat Bahasa. Isi tulisan saya dulu juga seputar bahasa dan sastra, seperti tulisan saya akhir-akhir ini yang dimuat di Radar Banjarmasin. Lalu apa yang berubah dengan isinya? Jawabnnya tidak ada. Mengapa demikian? Karena, dari dulu hingga sekarang, saya masih ikut berusaha memajukan bahasa dan sastra di Kalimantan Selatan lewat media massa. Jika menurut Nur Janah Janah tulisan saya tentang ”Honorarium Sastrawan”, ”Ensiklopedia Sastra Kalsel”, ”Gerakan Cinta Bahasa Indonesia”, dan juga tentang ”makna lema sastrawan dalam KBBI” merupakan tindakan memojokkan Pusat Bahasa dan Balai Bahasa Banjarmasin, itu salah besar. Mengapa? Karena dalam kritikan saya tersebut, saya berusaha untuk meluruskan kesalahan yang ada, misalnya saja kesalahan penggunaan bahasa Indonesia dalam buku Ensiklopedia Sastra Kalimantan Selatan. Ngomong-ngomong, bagaimana ya kabarya buku Ensiklopedia Sastra Kalsel itu saat ini? Apakah sudah diobati, atau entahlah? Saran saya, segeralah diobati sebelum bukunya wafat. Sebenarnya, juga tidak perlu adanya ESKS tandingan yang pernah diusulkan Tajuddin Noor Ganie dalam kotak pesan di laman Sandi Firli. Cukuplah satu, tapi benar. Bukankah yang berlebih-lebihan itu tidak baik? Setuju?

Mengenai makna-makna lema dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dan hal-hal yang dihasilkan oleh siapa pun, kita sebaiknya tidak mengikuti begitu saja. Hal ini karena kita memiliki potensi untuk menyeleksi mana yang benar dan mana yang salah. Sebagai ilustrasi, seseorang membeli kue dan memakannya tanpa memperhatikan baik buruknya kue tersebut. Akhirnya, orang tersebut meninggal dunia karena kue tersebut (ini kisah nyata). Begitu pula dengan produk bahasa dan sastra. Jika kita langsung mengikuti pengetahuan bahasa dan sastra tanpa memperhatikan benar dan salahnya, kita juga harus siap-siap menelan kesalahan berbahasa dan bersastra. Contohnya, jika kita turuti saja pengetahuan berupa jumlah sastrawan Kalsel seperti yang ada dalam buku Ensiklopedia Sastra Kalsel, kita tentu akan salah dalam pengetahuan mengenai jumlah sastrawan di provinsi ini.

Pertanyaannya sekarang adalah, apakah perbuatan saya dalam usaha memanjukan bahasa dan sastra di Kalimantan Selatan termasuk tindakan sok pintar dan menjelekkan Pusat Bahasa dan Balai Bahasa Banjarmasin? Silakan Anda jawab dengan hati nurani yang objektif memandang suatu perkara. Saya katakan dengan objektif karena Nur Janah Janah tidak secara objektif memandang perkara yang dilemparkannya itu. Jika ia objektif, ia akan membela pihak yang benar dan bukannya membenar-benarkan pihak yang salah. Fanatik seharusnya kita hindari karena fanatik akan melahirkan hal yang tidak sebenarnya. Hal yang sebenarnya adalah bahwa ada kesalahan sehingga ada kritik. Tetapi, disangkal Nur Janah Janah bahwa tidak ada yang salah dan tukang kritik kerjanya hanya memojokkan, menjelek-jelekkan, sok pintar, dan sok menggurui. Kalau seperti ini keadaannya, apa kata dunia?

Di akhir tulisannya, Nur Janah Janah menyuruh saya untuk bercermin siapa diri saya. Kata-katanya itu mengandung maksud bahwa dirinya lebih pintar, lebih jago, lebih segalanya daripada saya. Saya sudah mencermini diri saya sejak dulu. Saya hanyalah makhluk yang memiliki segudang kesalahan. Karena itulah saya tidak ingin orang lain melakukan kesalahan-kesalahan sehingga seperti saya. Bagaimana caranya, yakni dengan kritik yang membangun. Dengan kata lain, saya berusaha meluruskan kesalahan dengan jalur tulisan. Lalu apakah dengan itu saya sok pintar? Kalau demikian halnya, lalu apakah rasulullah yang meluruskan kesalahan kaum Jahiliah juga sok pintar? Meluruskan hal salah bukan perbuatan sok pintar, melainkan kewajiban setiap manusia terhadap sesamanya. Perhatikan ilustrasi ini. Seseorang melihat temannya tidak salat. Lalu seseorang itu cuek saja. Ia tidak peduli dengan temanya itu. Kemudian datang seorang ustad menyeru temannya itu agar mengerjakan salat dan akhirnya ustad itu berhasil sehingga temannya itu salat. Pertanyaannya, apakah ustad itu sok pintar? Tentu jawabnnya adalah tidak sok pintar. Lalu apakah seseorang yang cuek dengan temannya itu benar? Tentulah ia salah karena tidak mengkritik hal yang salah. Seseoarang itu membiarkan temannya terjerumus ke jurang hitam.

Dari paparan tersebut, jika kita, termasuk saya tidak mengkritik Ensiklopedia Sastra Kalsel misalnya, tentulah kita telah membiarkan orang-orang terjerumus dalam kesalahan. Mengenai menggurui, sebenarnya meluruskan kesalahan orang lain bukanlah menggurui. Jadi, sebaiknya jangan berprasangka buruk dulu kepada orang lain dengan mengatakai orang lain menggurui. Ingatlah, hakikatnya hidup kita saat ini adalah kita sedang berjalan di jalan setapak yang belubang-lubang. Jika kita tidak behati-hati dan tidak saling meluruskan, kita akan terjerembab dalam lubang-lubang itu. Karena itulah, kita harus berhati-hati dengan berpegang pada pedoman dari Tuhan plus sunah rasul dan harus saling meluruskan dalam segala hal untuk menggapai ridha-Nya.

Akhirnya, saya mencoba memahami keadaan alam kita saat ini. Indonesia, mengapa tidak semaju bangsa lainnya? Ya, salah satunya adalah masih adanya budaya antikritik di negara kita tercinta ini. Pada intinya, budaya antikritik hanya akan memadamkan cahaya pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu. Karena itulah, jangan memandang seseorang termasuk kritikus dengan tatapan yang sinis. Tataplah dengan pandangan yang baik dalam kehangatan persaudaraan. Terbukalah untuk menerima teman dari luar lingkup kita. Teman tentu bukanlah lawan yang harus dimusuhi, melainkan kita rangkul untuk melangkah bersama menuju kemajuan. Bagaimana menurut Anda?

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati