Kamis, 19 November 2020

TENTANG PERASAAN LIRIKAL *

E. M. Cioran
Terj: Lutfi Mardiansyah **
 
MENGAPA kita tidak bisa tetap tertutup di dalam diri kita sendiri? Mengapa kita mengejar-ngejar bentuk dan ungkapan, berupaya menyampaikan kepada diri kita sendiri sesuatu yang berharga atau “bermakna” dari diri kita, dengan putus asa mencoba menata seperti apa sesuatu itu semestinya setelah segala proses perlawanan dan kekacauan?
Bukankah akan lebih kreatif dengan menyerahkan saja sesuatu itu pada ketidakstabilan jiwa kita tanpa berniat merealisasikannya, tenggelam secara intim dan mesra di dalam kekacauan jiwa kita sendiri dan bertahan di dalamnya? Kemudian akan kita rasakan, dengan intensitas yang jauh lebih melimpah, seluruh jiwa kita tumbuh dalam suatu pengalaman spiritual. Segala jenis pengetahuan akan bercampur-baur dan berkembang dalam gelembung yang melimpah. Sensasi aktualitas dan makna spiritual akan lahir, seperti timbulnya sebuah gelombang atau suatu ekspresi musikal. Menjadi utuh di dalam diri yang satu, bukan dalam perasaan penuh kepuasan, melainkan dalam perasaan keberlimpahan, tersiksa oleh perasaan jiwa yang tak terhingga, berarti bahwa intensitas terbesar dalam menjalani kehidupan terletak pada kesadaran sesungguhnya kau merasa nyaris mati di dalam kehidupan. Perasaan seperti itu amat sangat langka dan aneh rasanya bahwa kita akan melewati perasaan semacam itu dengan sorak-tempik penuh teriak. Aku merasa bisa mati di dalam kehidupan, dan aku bertanya-tanya kepada diriku sendiri apakah masuk akal mencari penjelasan untuk hal itu. Ketika seluruh spiritualitasmu di masa lalu bergetar di dalam dirimu dengan guncangan yang begitu dahsyat, ketika suatu perasaan akan kehadiran yang total membangkitkan pengalaman-pengalaman yang telah lama terkubur dan karenanya kau kehilangan ritme hidupmu yang normal, kemudian, dari puncak kehidupan, kau direnggut oleh kematian tanpa rasa takut yang biasanya menyertai hal tersebut. Ini adalah perasaan yang sama dengan yang dialami oleh para pecinta di puncak kebahagiaan mereka, ketika mereka melewatkan segala sesuatu kecuali intensitas dari isyarat kematian atau ketika firasat mengenai suatu pengkhianatan membayangi cinta mereka yang tengah bertunas.
 
Hanya sedikit yang bisa bertahan hingga akhir dengan pengalaman-pengalaman seperti itu. Selalu terdapat bahaya serius ketika kita menekankan suatu hal yang membutuhkan objektifikasi, menguncinya dari suatu ledakan energi, sebab akan tiba waktunya ketika seseorang tidak bisa menahan kekuatan yang luar biasa seperti itu. Lantas kejatuhan terjadi karena kondisi keberlimpahan itu sendiri yang terlampau penuh. Ada pengalaman-pengalaman dan obsesi yang tak bisa ditanggung oleh seseorang. Keselamatan terletak pada tindakan mengakui hal-hal tersebut. Pengalaman menakutkan terhadap kematian, ketika dipelihara di dalam kesadaran, akan menyebabkan kehancuran. Jika kau bicara tentang kematian, kau telah menyelamatkan suatu bagian dari dirimu. Tetapi pada saat yang sama, sesuatu di dalam dirimu-yang-sebenarnya itu mati, sebab makna objektifikasi kehilangan aktualitasnya di dalam kesadaran. Inilah sebabnya mengapa perasaan lirikal merepresentasikan suatu penyebaran subjektivitas; hal itu merupakan kuantitas tertentu dari buih-buih spiritual individu yang tak tertampung dan membutuhkan ungkapan yang konstan. Untuk mendapatkan perasaan lirikal, kau tidak bisa tetap tertutup di dalam dirimu sendiri. Kebutuhan untuk mengeksternalisasikan sesuatu menjadi lebih intens, lirikalitas yang berkembang lebih jauh memuat sifat-sifat interior, mendalam, dan terkonsentrasi. Mengapa seseorang yang menderita atau mencinta selalu memiliki perasaan lirikal? Sebab keadaan-keadaan tersebut, meskipun berbeda secara alamiah dan orientasinya, timbul dari bagian keberadaan kita yang paling dalam dan paling intim, berasal dari pusat terbesar subjektivitas, serupa zona radiasi. Seseorang mencapai perasaan lirikal ketika kehidupannya berdenyut mengikuti irama esensial dan pengalaman-pengalamannya terasa begitu kuat hingga perasaan itu menyatu dalam suatu keutuhan makna dari kepribadian tunggal seseorang. Apa yang unik dan spesifik di dalam diri kita adalah kesadaran yang timbul kemudian dalam bentuk yang begitu ekspresif sehingga yang individual naik pada tingkatan yang universal. Pengalaman-pengalaman subjektif paling mendalam juga merupakan pengalaman-pengalaman paling universal, sebab melalui pengalaman subjektif inilah terdapat jalan untuk mencapai sumber kehidupan yang asali. Bagian interior yang sebenarnya inilah yang mengarah pada universalitas yang tak terakses oleh orang-orang yang tetap berada di tepian batas terluar. Interpretasi vulgar terhadap universalitas menyebut hal itu sebagai fenomena ekspansi kuantitatif alih-alih akumulasi kekayaan kualitatif. Interpretasi semacam itu memandang perasaan lirikal sebagai fenomena yang bersifat periferal dan inferior, suatu hasil dari inkonsistensi spiritual, yang gagal memahami bahwa sumber dari perasaan lirikal yang subjektif menunjukkan ketenangan dan kedalaman yang luar biasa. Ada orang-orang yang mengalami perasaan lirikal hanya pada momen-momen krusial dalam hidup mereka; beberapa hanya pada saat pergolakan menjelang kematian, ketika seluruh masa lalu mereka serta-merta muncul di hadapan mereka dan menghantam mereka dengan daya deras sebuah air terjun. Kebanyakan orang memperoleh perasaan lirikal setelah secara kentara mengalami suatu pengalaman kritis, ketika gejolak jiwa mereka mencapai huru-hara yang amat dahsyat. Dengan demikian orang-orang yang biasanya cenderung mengarah pada objektivitas dan impersonalitas, menjadi orang asing baik terhadap diri mereka sendiri maupun terhadap realitas, segera setelah mereka menjadi tawanan cinta, suatu perasaan terkait pengalaman yang mengaktualisasikan seluruh sumber kepribadian dirinya. Fakta bahwa hampir semua orang menulis puisi ketika sedang jatuh cinta membuktikan bahwa sumber pemikiran konseptual terlalu rudin untuk mengekspresikan ketakterbatasan jiwa mereka; lirikalitas batiniah menemukan objektifikasi yang memadai hanya melalui material yang tidak stabil dan irasional. Pengalaman terhadap penderitaan adalah kasus yang serupa. Kau takkan pernah menduga apa yang tersembunyi di dalam dirimu sendiri dan di dalam dunia ini, kau menjalani hidup dengan penuh kepuasan di tepian batas terluar dari segala sesuatu, ketika tiba-tiba perasaan terhadap penderitaan yang hanya tinggal beberapa saat lagi menuju kematiannya sendiri mencengkerammu dan membawamu ke suatu wilayah dengan kompleksitas yang tak terbatas, di mana subjektivitasmu terombang-ambing di tengah pusaran air. Perasaan lirikal yang disebabkan oleh penderitaan merupakan suatu pencapaian dari pemurnian jiwa di mana luka tak lagi menjadi manifestasi luar semata tanpa memiliki kompleksitas yang mendalam dan mulai ambil bagian di dalam esensi dari keberadaanmu. Perasaan lirikal yang disebabkan oleh penderitaan merupakan senandung dari darah, daging, dan urat saraf. Penderitaan yang sesungguhnya dimulai dari rasa sakit. Hampir semua penyakit memiliki kebijaksanaan lirikal. Hanya mereka yang hidup seperti tumbuh-tumbuhan (hidup tanpa guna) dalam ketakpekaan yang memalukan akan tetap impersonal ketika merasa sakit, dan dengan demikian kehilangan kedalaman dari kepribadian yang dibawa serta oleh rasa sakit tersebut. Seseorang takkan mencapai perasaan lirikal kecuali telah mengalami penderitaan fisik yang total. Perasaan lirikal yang tak disengaja bersumber pada faktor-faktor eksternal; setelah faktor-faktor tersebut menghilang, korespondensi jiwa mereka pun menghilang. Tak ada lirikalitas yang otentik tanpa sebutir kegilaan interior. Penting untuk diketahui bahwa awal dari segala psikosis mental ditandai oleh fase lirikal di mana segala hambatan yang lazim dan terbatas menghilang, seraya memberi jalan pada suatu kemabukan batiniah yang paling subur dan kreatif. Hal ini menjelaskan karakteristik dari produktivitas puitik pada fase pertama psikosis. Akibatnya, kegilaan dapat dilihat sebagai suatu serangan tiba-tiba dari perasaan lirikal. Untuk alasan ini, karenanya kita menjadi lebih senang menulis bentuk-bentuk pujian terhadap perasaan lirikal alih-alih pujian terhadap kepicikan. Tahap lirikal adalah tahap yang melampaui bentuk dan sistem. Suatu ketidakstabilan yang serta-merta melarutkan seluruh elemen kehidupan batin kita dalam satu gerak menukik, kemudian menciptakan irama yang utuh dan intens, suatu konvergensi yang ideal. Dibandingkan dengan budaya eufemisme dalam bentuk dan bingkai sklerosis, yang menyelubungi segala sesuatu, modus lirikal sepenuhnya barbar dalam berekspresi. Esensi lirikal lebih tepat terletak pada kualitas keliarannya: lirikalitas semata-mata adalah darah, ketulusan, dan api yang membakar.
***
_________________
*) Aforisma pertama dari buku “On the Heights of Despair” (1934) karya E. M. Cioran.

**) Lutfi Mardiansyah, lahir di Sukabumi, 4 Juli 1991. Menulis puisi dan prosa, serta menerjemahkan karya-karya sastra. http://sastra-indonesia.com/2020/09/tentang-perasaan-lirikal/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati