Remy Sylado
facebook.com/RemySylado23761
Menertawakan membaca tanggapan Zeng Wei Jian yang berjudul “Ngawurnya Remy Silado”. Menertawakan, sebab dengan itu Zeng Wei Jian telah membuat suatu pameran kebebalan dalam upayanya menyanjung Gubernur Anies Baswedan. Sekaligus kasihan pula, sebab maunya membela kesalahan bicara – bicara artinya kata-kata yang diucapkan secara lisan – tapi dengan alas prasangka, menyebabkan pembelaannya mengalir dalam ragam emosional, yaitu mencerca dengan cara menegakkan benang basah. Itu menunjukkan bahwa Zeng Wei Jian cuma seorang yang bebas buta huruf tapi tidak bebas membaca. Bayangkan, menulis nama saya saja keliru, harusnya Sylado dengan /y/ ditulisnya Silado dengan /i/.
Sebenarnya pokok masalah dalam tulisan saya ada dua, yaitu soal pernyataan Anies yang mengatakan bahwa hanya orang di Jakarta yang melihat Belanda dari jarak dekat dan mengalami penjajahannya, serta Indonesia yang baru ada pada 1934 sehubungan dengan berdirinya Partai Arab Indonesia. Ketika saya mengatakan bahwa perlawanan rakyat terhadap Belanda ada di antero Nusantara dengan menyebut pahlawan-pahlawannya, Zeng berkata, “Sesuatu yang sudah diketahui sejak kita SD.” Justru itu. Engkoh, anak SD saja tahu, tapi kenapa bekas Mendikbud yang dicopot oleh Presiden kok malah tidak tahu itu? Alasan itu gerangan yang membuat saya merasa terpanggil untuk menulis kritik sebagai adat menyatakan rasa masygul.
Pernyataan yang disimpulkan Zeng soal Jakarta menurut pikiran Anies terlihat memaksa diri. Dikaitkan dengan penduduk Jakarta yang paling merasakan penjajahan, lantas dikatakannya “Jakarta punya pengalaman khusus. Makanya jadi daerah khusus ibukota. Dia jadi khusus bukan cuma karena berfungsi sebagai pusat pemerintahan. Di aspek sejarah juga Jakarta punya cerita sendiri.” Tak jelas sejarah seperti apa yang dimaksudkannya. Bahkan Anies pun, ketika bicara tentang sejarah 1934 berdirinya Partai Arab Indonesia, maunya ia menyaji asrar ‘history’ tapi hasilnya cuma kekenesan ‘his story’, maksudnya ‘his own story’ karena tidak tuntas membaca tarikh Sumpah Pemuda.
Soal Jakarta, begini Engkoh, sebutan ‘khusus’ adalah urusan pemerintahan republik, baru dipakai pada 1961, dan yang mengubahnya adalah Presiden Soekarno, menggantikan sebutan Dati I dari sebutan Kotapraja sejak 1959. Sedangkan nama Djakarta sendiri baru dipakai mengganti nama Batavia yang dibuat pihak Jepang pada 1942.
Kedudukan Gubernur Jendral memang di Batavia. Tapi jangan lupa bahwa beberapa di antaranya memilih Bogor. Waktu itu mereka menyebut Bogor sebagai Buitenzorg. Harfiahnya, buiten = luar, zorg = pengawasan. Ketika akan terjadi Perang Jawa, Gubernur Jendral Van der Capellen memilih tinggal di Buitenzorg, dan di situ pengkhianat Danurejo dari Yogyakarta menemuinya untuk melapor tentang Diponegoro.
Catatan kecil itu menyimpulkan, bahwa banyak kejahatan kolonial terjadi justru karena pengkhianatan pribumi sendiri. Hal itu terlihat lebih jelas pada musabab Perang Kuning (yang akan saya kemukakan dalam tulisan lain tentang ‘gara-gara pribumi’ untuk menjawab tulisan Batara R. Hutagalung). Maksud saya, tidaklah dewasa secara ilmiah melihat Belanda hanya pada keburukannya sebagai penjajah. Dengan begitu kita menutup mata terhadap hal-hal bijak yang diperjuangkan Belanda untuk memajukan bangsa Indonesia. Misalnya kita toh tidak boleh mengabaikan peran Baron van Hoevell atas perjuangannya di parlemen Belanda membela Indonesia. Dokumen tentang itu pada ulangtahun proklamasi kemerdekaan yang ke-50 diserahkan pihak Belanda kepada Mensesneg Moerdiono.
Rasanya kita pun tak boleh menafikan kenangan bahwa adalah Belanda yang mengajarkan kita baca-tulis aksara Latin. Leijdecker, dokter militer di Malang, ditugaskan oleh VOC untuk menerjemahkan filologi Ibrani dan Yunani ke bahasa Melayu tulis Latin, terbit 1733, dan dengan itu kita belajar mengenal semua ilmu lewat membaca buku-buku beraksara Latin. Usaha itu dilanjutkan lagi pada abad ke-19 oleh guru-guru Jerman yang berwawasan Pietisme di bingkai etika tapi juga Aufklärung di bingkai budaya, sebutlah Brückner di Semarang, Kam di Ambon, Schwarz di Langowan, Klinkert di Batavia, dll. Kata kuncinya, di masa gelap penjajahan Belanda ada juga di situ terang yang langgeng hingga kini.
Menyangkut Belanda-Belanda jancuk, ada penjara yang dibangun bukan di Jakarta, tapi di Semarang, yaitu Centrale Gevangenis voor Europeanen untuk sipil, dan di Ngawi untuk militer yaitu Fort van den Bosch atau lebih dikenal oleh pribumi sebagai Benteng Pendem. Di penjara ini pesakitan biasa dipendem artinya dikubur hidup-hidup. Jadi, kejamnya tindakan Belanda yang disaksikan pribumi di Jakarta, setelah Erberveld yang dieksekusi 1722, adalah tiang gantung yang dipasang di Stadhuis (kini Museum Sejarah Jakarta) pada 1896 untuk mengeksekusi bandit Tionghoa Tjen Boen Tjeng. Sementara di Ngawi pribumi menyaksikan Nursalim, pengikut Diponegoro dipendem hidup-hidup pada 1829.
Perihal Belanda yang membangun negeri jajahannya ini, tiap waktu dapat disaksikan pula oleh pribumi di Bandung. Di kota ini ada lembaga bernama Bandoeng Vooruit yang membangun Bandung dengan model boulevard seperti di Paris, dan mempromosikannya sebagai “Parijs van Java” dengan nyanyian menggairahkan: /Het is zo fijn in kota Bandoeng/ Het is daar friesjes de wind/ Komt van de goenoeng/ Veel jongelui en nona wonen daar/ Kota Bandoeng is goed/ Voor pas getrouwde paar/. Tak heran Bandung sampai hari ini pun tetap memakai nama-nama Belanda yang berjasa bagi kotanya, misalnya Jl. Prof Eyckman, Jl Van Deventer, Jl Dr Otten, dll.
Mudah-mudahan catatan ini tidak membuat Zeng Wei Jian berprasangka kampungan seperti ketika saya mengatakan pihak Malaysia memberi penghargaan kepada J.R. Logan – yang membuatkan patungnya di Penang – lantas ia mengatai saya dengan kalimat bebal, bodoh, “saya saranin Remy Silado pindah saja ke Malaysia.” Lho? Ini pikiran sakau. Saya mendapat kesan, Zeng Wei Jian ini seorang chauvinis yang mabuk, sekaligus seorang oportunis yang menghasut untuk suatu pamrih tertentu.
Di pembukaan tulisannya sudah tampak kesan itu. Ia mengejek saya “budayawan ora jelas”. Padahal kalau ingin jelas bisa baca dulu Google seperti saya membaca tentang dirinya di situ. Adalah orang lain yang menyebut saya ‘budayawan’, bukan saya. Mungkin sebab orang itu membaca Google, bahwa pada 2004 Negara menganugrahkan Satyalencana Kebudayaan kepada saya karena dianggap telah bertanggungjawab terhadap pembangunan kebudayaan nasional. Sementara lewat Google pula kita bisa membaca perihal tindakan kriminil Zeng Wei Jian yang merusak Indonesia.
Sumber Google menyatakan bahwa Zeng Wei Jian dijebloskan di penjara pada 2013 karena kasus narkoba, pemakai dan bandar, dan dilepaskan pada 2015. Selama di dalam penjara ia bisa mengkases internet dengan membuat blog pribadi yang sekarang sudah tidak ada tapi berhasil diarsif, yaitu http://archive(dot)is/o7UU6. Kemudian setelah keluar dari penjara, melalui zengweijian(dot)blogspot(dot)com, ia menulis dengan dengki antaralain memaki Cina Kristen, Ahok, seraya mengaku dirinya Muslim, berfoto dengan Rizieq, lantas ikut dalam aksi 411, 212, 313, padahal aslinya ia pemuda Buddhis.
Maka ujungnya maaf, saya tidak tertarik melanjutkan polemik dengan manusia kelas kutuloncat. Jadi, kalau Zeng Wei Jian bicara lagi, silakan saja, saya tidak mau menanggapi. Memberi perhatian kepada petualang sama seperti memberi mutiara kepada babi-babi. Hayya, amsiong ah!
https://www.facebook.com/RemySylado23761/posts/1375932192515770
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar