Jumat, 16 Maret 2018

Ketika Sastra Indonesia Diijon

Ahda Imran
pikiran-rakyat.com 13 Mar 2018

DALAM catatannya Facebook-nya (4 Februari 2018), Soni Farid Maulana ada menyebut ihwal kagaduhan setelah terbitnya buku 33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh (2014). Buku yang salah satu pangkal kegaduhannya adalah munculnya nama Denny JA (DJA) sebagai salah seorang tokoh, karena puisi esai ”temuannya” yang dianggap jadi fenomena sastra.

Di situ Soni mencatat bahwa Maman S. Mahayana ­mengundurkan diri sebagai anggota Tim 8, bahkan mengembalikan honorariumnya.

Rupanya, urusan pengembalian duit ini sa­ngat mengusik Denny JA (DJA) ­sehingga ia berkomentar, ”Setahu saya ­Maman S Mahayana tak pernah ­memulang honor penulisannya. Mohon ditanya pada Kang Maman, ia ­pulangkan dananya 25 juta itu kepada siapa?”

Pertanyaan DJA yang reaktif ini sa­ngat menarik. ­Alih-alih sebagai pertanyaan, ia sesungguhnya melontarkan pernyataan membantah catatan Soni ihwal Maman Mahayana. Pertanyaannya, dari mana DJA tahu bawa Maman Mahayana belum mengembalikan honornya? Dalam kapasitas apa DJA mengurusi urusan honor Tim 8? Bukankah ia tidak punya posisi apa pun dalam tim penyusunan buku itu kecuali orang yang dipilih oleh Tim 8 sebagai salah seorang tokoh paling berpengaruh?

Begitu awal dari skandal yang terjadi empat tahun yang lalu, yang ternyata terus berbiak dan kini menamakan dirinya Gerakan Puisi Esai Nasional, gerakan yang tentu saja masih dimotori oleh DJA. Tak tanggung-tanggung, konsultan politik termasyhur itu kini bergerak lebih masif dan sistematis demi mencari pembenaran atas klaim ketokohannya sebagai pembaru dalam dunia sastra. Ada 34 buku kumpulan puisi esai yang terbit dari 170 penulis yang berasal dari 34 provinsi, yang setiap provinsi diwakili oleh satu kumpulan puisi esai. Semua itu demi apa yang disebutnya sebagai memotret batin Indonesia. Potret batin yang lahir de­ngan cara mengijon puisi.

Ijon puisi artinya?puisi esai yang di­tulis oleh 170 penulis itu bukan lahir dari proses keinginan mereka menulis puisi esai. Melainkan ditulis karena konsekuensi menerima ajakan menulis satu bentuk puisi, dengan segala atur­an dan arahannya, dengan honor lima juta rupiah. Kesediaan itu dituangkan dalam bentuk kontrak meski puisi esai itu belum ditulis, yang kelak hak cipta puisi esai itu ada di tangan DJA.

Alih-alih benar menghadirkan potret batin Indonesia, karya 170 penulis esai itu terasa menjadi ironi.

Arahan dan aturan

Bagaimana mungkin seorang penulis yang menulis dengan sejumlah arahan dan aturan yang telah ditentukan, tema, bentuk, tengat waktu, dan segala pasal dalam kontrak, tulisannya bisa dibaca sebagai suara batin? Bisakah suara batin manusia diijon? Lalu potret apa yang sebenarnya lebih hadir dari mekanisme ijon batin ­seperti itu, atau jangan-jangan se­betulnya lebih mencerminkan potret hasrat DJA di tengah gelanggang ­sastra Indonesia?

Selain melalui lomba menulis puisi esai yang begitu besar, kemunculan puisi esai memang selalu melalui ijon. Oleh karena itu, hingga hari ini belum pernah ada penulis yang menulis puisi esai di luar demi lomba dan pesanan yang diadakan oleh tim DJA. Jangan lagi dalam bentuk buku yang diterbitkan oleh penerbit di luar jaringan DJA, terlebih yang biaya penerbitannya ditanggung sendiri oleh penyairnya. Oleh karena itu, logis juga mencurigai bahwa tulisan para sastrawan dan kritikus senior Indonesia dalam bunga rampai ”Puisi Esai Ke­mungkinan Baru Puisi Indonesia”, atau yang termuat dalam Jurnal Kritik, lahir dari proses ijon serupa itu.

Ijon sebagai siasat yang banyak ­dipakai para tengkulak dalam masyarakat pertanian tempo dulu, mudah kita temukan dalam banyak ihwal. Dunia seni rupa pernah juga diheboh­kan oleh skandal goreng-menggoreng, ketika banyak cukong bersedia membeli karya terbaru seorang pelukis yang namanya menyugesti pasar, ­meski kanvasnya masih kosong. ­Jangan sebut lagi dalam dunia politik. Para petualang politik sangat terampil mengadopsi kelakuan para pengijon demi membeli suara. Sistem ijon adalah muslihat dari radikalisme modal dalam berbagai kepiawaiannya membuat pembenaran.

Radikalisme modal, terutama di dunia seni, sangat sulit dideteksi. Tak ada undang-undang dan konstitusi yang dilanggarnya. Termasuk mana­kala radikalisme modal, yang bekerja lewat sistem ijon itu, membuat beragam klaim seperti dinyatakan DJA, yang segera diamini dan diimanioleh para ”karyawannya”, bahwa telah lahir angkatan baru dalam sastra Indonesia, Angkatan Puisi Esai.

Dipaksa lahir

Lepas dari perdebatan penting tidaknya suatu angkatan, bisakah sebuah genre disebut telah melahirkan angkatan baru bagi sejarah sastra Indonesia sementara sejarah itu dipaksa lahir dari sistem ijon? Sejarah kerap memang harus diciptakan sebagai­mana sejarah adalah bagian dari kerja politik. Termasuk kerja dari seorang pengijon yang hasratnya sedang ”di­sejarah-sejarahkan”, sebagaimana ­kerja sistematis sebuah skandal yang ”dimarketing-marketingkan”.

Melengkapi pernyataan tentang kelahiran Angkatan Puisi Esai, dengan nada yang bijak dan merendah DJA mengatakan bahwa 170 penulis puisi esai itu adalah para Foundingfather Angkatan Puisi Esai. Namun, di balik pernyataannya yang bijak dan merendah itu, timbul kesan bahwa tanggung jawab atas apa yang dinyatakannya sendiri sebagai kelahiran Angkatan Puisi Esai, tidak berada di pundaknya sendirian. Selain pernyataan tersebut mengandung klaim bahwa kelahiran angkatan tersebut merupakan aspirasi banyak orang, DJA juga sedang ­mengirim isyarat pada 170 penulis agar berdiri mati-matian melawan para penentang dan membela angkatan yang baru mereka lahirkan itu.

Terhadap para penentangnya yang muncul dalam berbagai aliansi, termasuk yang membuat petisi penolakan yang telah ditandatangi oleh lebih dari 3.000 orang, DJA menyebut mereka sebagai orang-orang yang hidup dalam pola pikir lama, yang gemetar di depan perubahan dan inovasi-inovasi baru. Termasuk yang ngotot bersikap menolak motif-motif ekonomi dalam proses penulisan puisi, atau yang membiarkan puisi tetap dalam keagungannya yang mengawang-awang, dan terpisah dari kehidupan nyata. Oleh karena itu, perubahan harus dilakukan, genre baru harus dilahirkan, pro-kontra harus diciptakan, berapa pun biayanya.

Mencermati pernyataan DJA dan sekalian rekayasa yang dilakukannya dengan radikalisme modal seperti yang dilakukan oleh para pengijon dalam masyarakat pertanian dulu,?baiknya kita cermati benar ke arah mana tudingan telunjuk DJA diarah­kan. Mengijonkan sastra Indonesia demi hasrat mendapat pengakuan sebagai pembaru?di tahun-tahun penuh pilkada ini rasanya tak perlu kaget ­benar. Tak ada yang berubah dengan pola pikir radikalisme modal, masih dengan pola pikir lama, yaitu?memakai sistem ijon. Sistem yang terlalu ter­hormat untuk ditaruh sebagai pro-kontra, apalagi memadangnya sebagai polemik.
***

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati