Selasa, 13 Maret 2018

H.B. JASSIN DAN DOKUMENTASI SASTRA INDONESIA

Soni Farid Maulana
Pikiran Rakyat, 18 Juni 2010

Tumbuh dan berkembangnya sastra Indonesia pada satu sisi, tidak lepas dari peran H.B. Jassin, yang pada zamannya menempatkan diri sebagai kritikus sastra. Apa yang ditulis, H.B. Jassin saat memberikan ulasan terhadap apa yang telah dibacanya itu, sebagaimana dikatakan novelis Mochtar Lubis dalam buku H.B. Jassin 70 Tahun (1987) tidak membunuh, melainkan memberikan motivasi. Tujuannya adalah, agar di kemudian hari, sastrawan yang diulas karyanya itu bisa menulis lebih baik lagi.

Baik H.B. Jassin maupun Mochtar Lubis, keduanya telah dipanggil Allah SWT. Keduanya, pada sisi yang lain, telah pula memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi pertumbuhan moral dan intelektual di negeri ini. Paling tidak, lewat novel ataupun sejumlah esai yang ditulisnya, Mochtar Lubis, telah memberikan penyadaran kepada bangsa dan negara ini agar jangan segan-segan melawan ketidakadilan, termasuk melawan korupsi yang hingga kini wabahnya semakin menjadi-jadi.

Sedangkan H.B. Jassin, selain meninggalkan sejumlah buku esai yang ditulisnya, telah pula mewariskan Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) H.B. Jassin, yang hingga kini keberadaannya masih terus dimanfaatkan, baik oleh para pelajar, mahasiswa, ataupun para peneliti asing yang datang ke Indonesia untuk mendalami apa dan bagaimana sastra Indonesia dari zaman ke zamannya. Pusat dokumentasi sastra tersebut berlokasi di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, yang peresmiannya dilakukan oleh Gubernur DKI Jaya, Ali Sadikin pada 30 Mei 1977.

Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono, yang juga dikenal sebagai penyair terkemuka saat ini, dalam percakapan singkat di Komunitas Salihara, tempo hari mengatakan, apa yang dikerjakan H.B. Jassin selama ini tak bisa dipandang sebelah mata. Ketekunannya merawat taman sastra Indonesia pada zamannya, telah banyak melahirkan sastrawan. Salah seorang sastrawan, yang mendapatkan perhatian serius dari H.B. Jassin adalah Chairil Anwar. Selain itu, tentu saja berdirinya PDS H.B. Jassin, layak didukung oleh berbagai pihak. Kepentingannya bukan hanya untuk hari ini, tetapi juga untuk hari mendatang.

Berkait dengan hal tersebut di atas, percakapannya dengan penulis, lewat jejaring sosial Facebook (10/6), kritikus sastra Maman S. Mahayana, yang kini menjadi dosen tamu di Hankuk University of Foreign Studies, Seoul, Korea, me-ngatakan, ketika H.B. Jassin masih hidup, ia setiap hari mengkliping semua tulisan apa pun yang berkaitan dengan sastra. Koran-koran atau majalah yang dikirim ke PDS, diperiksa satu-satu. Jika ada tulisan yang berkaitan dengan sastra, ia akan menandainya, dan kemudian mengkliping tulisan itu. Termasuk juga catatan apa pun yang dilakukan sastrawan.

“Sebagai contoh, di PDS H.B. Jassin, masih tersimpan catatan Chairil Anwar yang ditulis pada bekas bungkus rokok. Isinya, Chairil Anwar menya-takan bahwa ia datang ke rumah Pak Jassin, tetapi tidak ada orang. Oleh karena itu, ia berterima kasih karena telah menghabiskan makanan di lemari Pak Jassin dan sekaligus memberi tahu bahwa Chairil meminjam salah satu buku koleksi Pak Jassin. Itu catatan tidak penting. Akan tetapi Pak Jassin menyimpannya. Bukankah sekarang catatan itu menjadi berharga dan kita sekarang tahu, bahwa Chairil memperlakukan rumah Pak Jassin seperti rumahnya sendiri,” ujar Maman.

Sekarang, menurut Maman lebih lanjut, PDS H.B. Jassin lebih berfungsi sebagai perpustakaan sastra. Sebagai pusat dokumentasi sastra (Indonesia) memang PDS H.B. Jassin paling lengkap dan khusus. “Sayang, kelebihan itu tidak diikuti oleh komitmen serius para pegawainya. Misalnya, bagaimana PDS H.B. Jassin proaktif mengirimi semacam surat pemberitahuan kepada sastrawan dan dewan kesenian di seluruh Indonesia agar me-ngirimkan karya-karyanya. Jika tidak bisa membeli, minimal, mencatatkan nama dan data publikasi supaya dapat dicatat dan didokumentasikan di PDS H.B. Jassin. Begitu juga, seharusnya PDS H.B. Jassin mengirimi surat ke perguruan tinggi yang ada fakultas sastranya agar mengirimkan data para penulis skripsi. Dengan demikian, akan diketahui, karya siapa saja yang pernah diteliti atau dijadikan skripsi mahasiswa. Meskipun begitu, usaha PDS H.B. Jassin sekarang untuk selalu welcome, terbuka untuk setiap peluncuran atau diskusi buku, tanpa dipungut uang sewa tempat dan hanya sewa kursi dan biaya seperlunya, merupakan sumbangan yang berharga bagi penyemarakan kehidupan sastra. Itu hal positif yang dilakukan PDS H.B. Jassin. Juga usahanya mendatangkan sastrawan jika ada tamu dari sekolah atau perguruan tinggi supaya ada dialog antara sastrawan dan pelajar atau mahasiswa merupakan hal yang bagus,” ucap Maman S. Mahayana, yang juga dikenal sebagai dosen di Jurusan Sastra Indonesia, di Universitas Indonesia (UI) Depok, Jawa Barat.

Tentang PDS H.B. Jassin dewasa ini sering dijadikan tempat peluncuran buku oleh para sastrawan dari berbagai kota di Indonesia, memang tidak salah. Salah satu contoh, penyair Susy Ayu pada 19 Juni 2010 meluncurkan buku puisi Rahim Kata-kata dengan pembicara penyair Eka Budianta. Antologi puisi tersebut merupakan antologi puisi pertama yang ditulis oleh Susy Ayu. Sebelumnya, novelis sekaligus cerpenis Kurnia Effendi dan kawan-kawan meluncurkan antologi cerita pendek Tukang Bunga dan Burung Gagak di tempat yang sama.

Dengan adanya PDS H.B. Jassin, banyak sastrawan yang merasa beruntung untuk mendokumentasikan apa yang telah ditulisnya itu di tempat tersebut. Apa sebab? Karena yang didokumentasikan oleh PDS H.B. Jassin bukan hanya berupa buku yang sudah terbit, tetapi yang berupa manuskrip, klipingan koran, dan bahkan surat-surat pribadi pun didokumentasikannya. Sejumlah majalah sastra yang kini tidak terbit lagi, seperti Kisah dan Zenith, ada di sana. Di Bandung, salah seorang kritikus sastra yang sering memanfaatkan PDS H.B. Jassin adalah Jakob Sumardjo.

Pada bagian lain, Maman S. Mahayana, mengungkapkan, jasa penting almarhum H.B. Jassin, yang meninggal dunia pada 11 Maret 2000 lalu, bagi bangsa dan negara Indonesia selain mendokumentasikan karya-karya sastrawan Indonesia khususnya, dan luar negeri pada umumnya, adalah kedekatannya dengan sejumlah besar sastrawan Indonesia memungkinkan H.B. Jassin mengenal secara pribadi, melakukan komunikasi, dan memperoleh kepercayaan besar dari hampir semua sastrawan Indonesia. Di samping itu, belum banyaknya para pengulas karya sastra menjadikan H.B. Jassin seolah-olah satu-satunya kritikus Indonesia terpercaya pada zamannya.

“Ketekunan dan kecintaan H.B. Jassin menjadikan tulisan Jassin, seperti yang dapat kita baca pada Kesusastraan Indonesia dalam Kritik dan Esei, cenderung apresiatif. Itulah yang menyebabkan banyak sastrawan Indonesia yang berharap agar karya-karyanya dapat diulas H.B. Jassin. Oleh karena itu, ketika bermunculan kritikus lain, seperti M.S. Hutagalung, S. Effendi, M. Saleh Saad, atau Boen S. Oemarjati, nama H.B. Jassin yang telanjur menjulang tinggi. Bahkan ketika muncul kritik aliran Rawamangun, di kala-ngan sastrawan, nama H.B. Jassin telanjur begitu besar. Maka pengaruh Kritik Aliran Rawamangun cenderung ber-kisar di kalangan dunia akademik. Kritik apresiatif model Jassin, sayangnya tidak secara gencar diikuti oleh kaum akademisi. Oleh karena itu, posisi Jassin tetap seperti tak tergantikan,” ujar Maman menjelaskan.

Namun demikian, menurut Maman lebih lanjut, sekarang tentu saja problemnya sudah berbeda dengan zaman H.B. Jassin. Pertama, sentralitas Jakarta sudah tidak berlaku lagi. Kedua, kritik apresiatif yang muncul di berbagai surat kabar dan majalah, juga tidak lagi terpusat di media massa Jakarta. Ketiga, berbagai pendekatan dan model kritik sudah jauh lebih canggih dan beragam. Bahwa nama Jassin sampai sekarang tetap dianggap sebagai kritikus berwibawa, itu lebih disebabkan oleh pemitosan yang dilakukan sastrawan sendiri, mengingat dunia akademik seperti asyik masyuk dengan kritik akademis dan tidak mau coba lebih rajin memperkenalkan kritik apresiatif.

“Jika kita cermati semua tulisan Jassin yang berupa kritik, sesungguhnya H.B. Jassin tak menyodorkan model kritik yang khas dan canggih. Jassin sama sekali tidak coba melandasi kritiknya berdasarkan teori atau pendekatan yang kemudian menjadi konsep teoretik, sebagaimana yang dilakukan Aliran Rawamangun, atau Dami N. Toda pada karya-karya Iwan Simatupang atau Abdul Hadi W.M. yang coba merumuskan konsep estetik Angkatan ’70. Sekali lagi, saya tegaskan: Kritik Jassin adalah kritik apresiatif, seperti yang terjadi di berbagai surat kabar dan majalah sekarang. Jadi, jika ada anggapan kritik sastra Indonesia sekarang ini seperti mengalami kemadekan, pandangan itu selain lantaran tidak tahu konsep kritik, juga tidak membaca secara cermat kritik-kritik Jassin dan coba membandingkannya dengan kritik yang berkembang di lingkungan kampus. Begitulah, jasa terbesar Jassin sesungguhnya bukan pada kritik, melainkan pada usahanya melakukan pendokumentasian karya,” ucap Maman, yang saat ini tengah merampungkan kumpulan esainya tentang puisi Indonesia modern.

Sementara itu, penyair, cerpenis, yang juga dikenal sebagai jurnalis, Kurniawan Junaedhie, mengatakan, kehadiran H.B. Jassin pada zamannya sangat penting, apalagi pada saat itu belum ada jaringan internet. Data-data yang dikumpulkan H.B. Jassin tentang sastra Indonesia, bisa kita nikmati sekarang antara lain berkat jasa H.B. Jassin.

“Ini mungkin guyon, ’kesalahan’ H.B. Jassin, sebagai kritikus dan paus sastra kita, adalah menobatkan Chairil Anwar sebagai tokoh Angkatan ’45. Ini yang mengakibatkan citra penyair jadi harus seperti Chairil Anwar sampai sekarang, yakni hidup bohemian, gondrong, acak-acakan dan sebagainya. Kalau saja H.B. Jassin memilih tokoh lain, mungkin saja, citra kepenyairan kita akan lain ceritanya,” ujar Kurniawan sambil tertawa ngakak. Tentu saja, keunggulan Chairil Anwar menulis puisi tidak dibantah Kurniawan.
***

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati