Rabu, 16 Juli 2014

DUNIA PENULIS YOGYAKARTA

M.H. Abid *
komunitassastra.wordpress.com

Dialog on-air Jogja Realitas yang digelar Radio Eltira FM pada 23 Maret 2007 lalu mengangkat topik “Jogja Kota Buku”. Dialog tersebut menghadirkan pihak penerbit, distributor, dan toko buku—pihak yang dianggap menunjang konsep Kota Buku. Sayang, selain tidak dihadirkan, pihak penulis dan dunia kepenulisan di Yogyakarta tidak disinggung dalam dialog itu. Apakah penulis dan dunia kepenulisan bukan unsur penunjang Kota Buku? Atau apakah Yogyakarta tidak menunjang bagi tumbuh dan berkembangnya dunia penulisan?
Tentu saja tidak. Bisa dikata justru penulis dan dunia penulisan adalah unsur terpenting industri perbukuan. Dan di Yogyakarta dunia penulisan juga tumbuh subur, barangkali tersubur ketimbang daerah lain di Indonesia. Ini bisa dilihat di sejumlah media massa nasional, banyak penulis yang mempublikasikan tulisannya di sana berasal atau berdomisili di Yogyakarta.

Demikian pula, dalam diskusi Eltira Bookshelf yang digelar Eltira FM pada 26 Maret 2007 lalu yang membedah buku kumpulan cerpen Loktong (cina: Pelacur), penulis terbanyak di buku tersebut berasal dari Yogyakarta. Loktong adalah kumpulan cerpen pemenang lomba penulisan cerpen pemuda nasional yang digelar oleh Creative Writing Institute (CWI) dan Kementerian Pemuda dan Olahraga pada penghujung tahun 2006. Tidak hanya penulis Yogya yang terbanyak masuk nominasi dibanding penulis kota lain, di akhir buku itu dicantumkan nama-nama peserta yang berpartisipasi dalam lomba tersebut. Dan, peserta terbanyak tersebut berasal dari Yogyakarta.

Yogyakarta sejak lama memang menjadi kota tempat bersemayamnya banyak penulis, tidak hanya tingkat nasional bahkan juga dunia. Secara serampangan kita bisa menyebutkan nama-nama seperti Umar Kayam, Kuntowijoyo, Mukti Ali, Emha Ainun Nadjib, Y.B. Mangunwijaya, Sindhunata, dan masih banyak lagi. Penyair sekaligus wartawan F. Rahardi pernah menyebutkan bahwa pada 1970-an Yogyakarta merupakan kota terbanyak melahirkan penyair. Pada 1960 hingga 1970-an tercatat Rendra, Kirjomulyo, Darmanto Yatman, dan Sapardi Djoko Damono pernah tinggal di Yogyakarta.

Masihkah Yogyakarta sekarang melahirkan penulis-penulis seperti tahun-tahun 1970-an? Seperti telah disebutkan, jika mereka yang menulis di media massa, dan jika ini bisa dijadikan parameter, jawabannya adalah masih. Kata kuncinya adalah regenerasi. Yogyakarta bisa dikata merupakan laboratorium regenerasi kepenulisan di negeri ini. Beberapa tahun terakhir, kita mencatat penulis-penulis baru yang lahir dari rahim Yogyakarta antara lain Indra Tranggono, Agus Noor, Puthut EA., Eka Kurniawan, Dwicipta, dll.

Saya melihat, regenerasi tersebut berhasil sukses hingga Yogyakarta tak pernah habis melahirkan penulis baru karena beberapa faktor. Pertama, iklim akademis yang mendukung. Yogyakarta dikenal sebagai kota pendidikan, dengan ratusan sekolah dan perguruan tinggi tersebar di sini. Salah satu faktor yang dekat dengan dunia pendidikan adalah dunia tulis-menulis.

Memang, beberapa waktu lalu di Kompas Yogyakarta pernah diperdebatkan tentang sedikitnya karya-karya “bermutu” yang diterbitkan. Kalau sebelumnya penerbitan Yogyakarta dikenal sebagai penerbit buku “berat”, beberapa tahun belakangan berubah menjadi penerbit buku “kacangan” berselera pasar. Ketiadaan naskah dari akademisi dituding sebagai penyebab, yang kemudian dijawab wakil akademisi akibat dari iklim dunia akademik yang tidak kondusif. Namun demikian, kedekatan dunia kampus dengan dunia tulis-menulis tidak terbantahkan.

Salah satu bukti kedekatan itu adalah adanya lembaga pers mahasiswa (LPM). LPM adalah lembaga di mana mahasiswa bisa berlatih menulis, meliput berita, dan mengelola penerbitan. Fakta lain yang tak terbantahkan adalah bahwa dunia penerbitan Yogyakarta banyak lahir dari mereka yang semasa mahasiswa aktif di LPM. Namun disayangkan, menurut penelitian Nuraini Juliastuti (2005), kalau sebelum Reformasi pers kampus diliputi suasana kekritisan (terhadap kekuasaan), pasca-Reformasi banyak pers kampus lahir sebagai bagian dari gaya hidup (life-style).

Kedua, regenerasi dan lahirnya penulis-penulis baru juga berkat banyaknya komunitas-komunitas menulis di Yogyakarta. Di kota ini terdapat komunitas menulis seperti Rumah Lebah, Rumah Poetika, Kajian Jumat Sore, Bulaksumur, Tanda Baca, serta dulu ada Akademi Kebudayaan Yogyakarta (AKY). Komunitas-komunitas ini terbukti melahirkan banyak penulis berbakat. AKY misalnya antara lain melahirkan Eka Kurniawan dan Puthut EA., sementara Rumah Lebah terbukti menelurkan Raudal Tanjung Banua dan Sunlie Thomas Alexander.

Menulis memang aktifitas soliter, yang pada akhirnya dikerjakan sendiri. Namun kehadiran komunitas setidaknya berfungsi sebagai tempat diskusi, saling menyemangati, saling kritik, serta yang terpenting menyediakan beragam bacaan (entah dengan membeli bersama atau saling pinjam). Sayang komunitas-komunitas tersebut sering tidak mendapat dukungan (baca: kurang dana) untuk berbuat lebih. Sebagai misal, sewaktu Rumah Poetika beberapa waktu lalu mengadakan Forum Penyair Empat Kota, mereka terpaksa menyelenggarakannya secara “pontang-panting” karena tidak banyak mendapat dukungan dana, padahal mereka membawa nama sebagai wakil dari Yogyakarta.

Ketiga, hubungan sesama penulis di Yogyakarta yang lebih cair dan mesra. Senioritas-yunioritas, kalau harus disebut demikian, bukan halangan untuk saling berbagi dan berbincang. Yang senior membimbing yang yunior, sementara yang yunior menghormati yang lebih senior. Ini yang tidak terdapat di kota lain. Sewaktu saya menghadiri peluncuran buletin sebuah komunitas menulis di Solo bulan lalu, banyak teman di sana yang mengeluhkan tidak adanya hubungan harmonis sebagaimana di Yogya. Di sana, yang senior berjalan sendiri, bahkan kemudian tidak betah dengan iklim seperti itu dan berpindah ke kota lain.

Sebagai turunan dari pembimbingan dari yang senior tadi, keempat, lahir kemudian penulis senior yang menjadi semacam “guru”, karena dia memang tiada kenal lelah memberikan bimbingan kepada yang yunior. Pada 1960 hingga 1970-an, di Yogya yang dianggap sebagai “guru” menulis adalah penyair Umbu Landu Paranggi. Meski tidak pernah mengklaim diri demikian, tapi beberapa penulis seperti Emha Ainun Nadjib, Linus Suryadi AG., Korrie Layun Rampan, Iman Budi Santosa menahbiskannya sebagai “guru” mereka.

Namun, pascapindahnya Umbu ke Bali pada 1975, Yogyakarta seperti kehilangan “guru” yang serius membina yuniornya seperti dia. Beberapa tahun setelahnya, nama Umbu sang “Presiden Malioboro” hanya jadi kenangan sebagai pengharum dunia penulisan Yogyakarta, tanpa pernah menemukan penggantinya.

Baru pada akhir 1990-an muncul “Gus” Zainal Arifin Thoha. Namanya mungkin jauh dari publisitas, tapi perannya dalam memajukan dunia penulisan terutama di pesantren tidak bisa dikata kecil. Beberapa penulis seperti Joni Ariadinata dan Muhidin M. Dahlan menyebut dia sebagai “guru” menulis mereka. Gus Zainal mendirikan pesantren Hasyim Asy’ari dan lembaga penulisan Kutub di bilangan Krapyak, Bantul. Kutub pada tahun-tahun terakhir cukup dikenal di jagad penulisan Yogyakarta.

Namun, takdir ternyata punya logikanya sendiri. Kalau beberapa kalangan seperti Shiho Sawai, peneliti komunitas sastra di Yogyakarta asal Jepang, menyebut Gus Zainal sebagai penerus Umbu, sang penerus itu ternyata lebih cepat mendahului yang digantikan. Pada Maret 2007 lalu Gus Zainal menghadap Sang Pencipta. Siapa pengganti guru penulis Yogya pasca Umbu dan Gus Zainal?

Demikianlah di antara faktor yang menyebabkan proses regenerasi penulis Yogya terus berlangsung hingga kini. Penulis dan dunia kepenulisan tentu tidak bisa diabaikan sebagai penyokong Kota Buku, tidak hanya penerbit, distributor, dan toko buku. Sinergi antara penulis dan penerbit setidaknya harus terbangun. Memang, selama ini, dengan sifatnya yang “kecil”, penerbitan Yogya terkadang abai dengan hak-hak penulis, sehingga menyebabkan penulis Yogya yang sudah dikenal memercayakan penerbitan karyanya pada penerbit luar Yogya. Namun, penulis juga harus berterima kasih kepada penerbitan seperti itu, karena merekalah yang paling berani mengambil risiko ketika sang penulis belum menjadi siapa-siapa.
***

*) Penulis, Editor, Tinggal di Yogyakarta
Dijumput dari: https://komunitassastra.wordpress.com/2010/08/21/dunia-penulis-yogyakarta-2/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati