Sabtu, 07 Juni 2014

Pentingnya Sastra di Sebuah Bangsa

Dorothea Rosa Herliany
Kompas, 07/10/13

Frankfurt Book Fair merupakan pameran buku terbesar di dunia, juga salah satu event budaya paling penting di Eropa. Diselenggarakan sekali setahun, pada bulan Oktober (9-13 Oktober). Pameran ini menjadi perhatian ribuan media dan publik di negara-negara berbahasa Jerman, juga di seluruh Eropa, bahkan dunia internasional.


Ribuan penerbit dan perusahaan media dari seluruh dunia menghadirinya. Jumlah pengunjung sampai ratusan ribu. Pameran buku paling bersejarah (mulai menjadi tradisi sejak 500 tahun lalu ketika Johannes Gensfleisch zur Laden zum Gutenberg, penemu mesin cetak, menjual bukunya yang pertama Gutenberg Bible di Pameran Buku Frankfurt tahun 1456) itu merupakan tempat bertemunya ribuan agen, pustakawan, penerjemah, penerbit, pencetak, wartawan, budayawan, seniman, sarjana, dan tentu saja sastrawan dari seluruh dunia. Sastra akan menjadi fokus utama pameran buku ini.

Mengapa sastra yang menjadi fokus utama di sana? Karena dunia mengukur peradaban sebuah bangsa itu melalui novel yang ditulis para sastrawan. High level culture is high level novel. Mengapa? Sebab melalui bacaan itulah orang dari berbagai negara bisa mengetahui watak dan jati diri manusia dalam sebuah bangsa secara lebih jujur dan utuh. Ada watak dan peristiwa di dalamnya, juga pembaca bisa menenggelamkan diri ke dalam jiwa dan batin manusia Indonesia yang nyata.

Di dalamnya ada cita-cita manusianya, perjuangannya, cinta, iman, tanggung jawab, persahabatan, kebebasan, kehormatan, dan lain-lain. Hal ini tidak bisa ditemukan pada bacaan lain semisal buku politik, sejarah, bahkan antropologi atau buku seni lain. Melalui novel, segala permasalahan kemanusiaan yang lebih dalam dan lebih kompleks akan mampu diketahui oleh pembaca dengan lebih tenang dan jernih.

Puisi juga ada dalam posisi yang sama. Bahkan, isi puisi lebih menampilkan semangat, spirit, keindahan bahasa, dan kreativitas manusia dalam sebuah bangsa. Hanya bedanya, puisi itu di mana saja di dunia ini, ia hanya bisa dinikmati oleh sedikit orang saja. Lain dengan novel yang lebih banyak orang bisa menikmatinya.

Oleh karena itu, novellah akhirnya yang menjadi primadona. Film atau teater bisa saja mengambil peran yang sama dalam konteks ini, tetapi ia tidak bisa dibolak-balik, dibaca-baca ulang dengan mudah bagian-bagian pentingnya untuk direnungkan, sebagaimana watak sebuah buku. Sayangnya di Indonesia sastra sepertinya hanya dipandang dengan sebelah mata saja.

Tamu kehormatan

Bulan Juni 2013 sudah diputuskan Indonesia akan menjadi tamu kehormatan dalam Frankfurt Book Fair 2015. Kesepakatan tentang kerja sama itu sudah ditandatangani antara pihak Indonesia, dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan pihak Jerman yang diwakili oleh Direktur Frankfurt Book Fair Juergen Boos.

Bagaimana Indonesia menyiapkan hal ini semua? Saya, kebetulan sedang di Berlin, sudah ditanya banyak pihak Jerman tentang hal ini. Sebab, berdasarkan Road Map to Indonesia as Guest of Honour at the Frankfurt Book Fair 2015, Indonesia seharusnya sudah membuat beberapa kegiatan, seperti menyiapkan program utama menyangkut penulis, penerjemah, seniman, dan penerbit pada sejumlah acara. Kemudian menerjemahkan buku dan membuat acara peluncuran pada Frankfurt Book Fair, mengundang para penulis Indonesia ke Frankfurt Book Fair 2013 dan 2014.

Indonesia juga harus menyajikan buku yang telah diterjemahkan dari bahasa Indonesia ke bahasa Jerman, menyiapkan dana untuk program terjemahan buku sastra Indonesia, baik untuk keperluan pameran buku itu dan mungkin juga di berbagai kota Jerman, dengan melibatkan para sastrawan Indonesia. Para penulis juga mengunjungi pameran buku Leipzig atau pameran lain di Berlin yang berhubungan dengan festival sastra di Jerman untuk menjajaki kemungkinan bagaimana bisa menampilkan para penulis Indonesia, menyiapkan acara peluncuran buku disertai dengan acara seperti pembacaan karya.

Saya kira yang paling penting dan mendesak untuk dikerjakan Pemerintah Indonesia adalah menerjemahkan novel Indonesia kontemporer karena pengerjaannya akan memakan waktu. Karena itu harus dikerjakan sekarang! Sementara untuk bisa tampil di FBF 2015 minimal 30 judul novel sudah harus diterjemahkan dalam bahasa Jerman. Tak hanya itu, juga sudah perlu dicari sejak sekarang kontak kerja sama dengan penerbit di Jerman. Penerbit mana yang kiranya akan sedia menerbitkan terjemahan itu. Penerjemah sastra dari bahasa Indonesia ke bahasa Jerman saja hanya sedikit. Bisa disebutkan yang paling aktif dan sudah menjadi sahabat para sastrawan Indonesia bertahun-tahun, Berthold Damshäuser yang selama ini utamanya menerjemahkan puisi. Lalu Peter Sternagel yang menerjemahkan novel Saman dan Laskar Pelangi. Juga ada Katrin Bandel yang bisa banyak diharapkan karena dia bermukim di Indonesia atau Silke Behl di Jerman dan Dudy Anggawi yang tinggal di Jerman, tapi ulang-alik Indonesia. Selebihnya di luar itu? Susah menyebutkan penerjemah sastra lain.

Lalu setelah diterjemahkan, buku itu harus diterbitkan penerbit di Jerman. Tidak bisa diterbitkan sendiri oleh penerbit Indonesia lalu diboyong ke Jerman karena kaitannya dengan distribusi di negara-negara berbahasa Jerman (selain Jerman, juga Swiss dan Austria) atau Eropa pada umumnya. Manakah kiranya penerbit di Jerman yang mau menerbitkan buku sastra Indonesia hasil terjemahan itu nanti? Mungkin Horlemann yang selama ini memang fokus ke Asia Tenggara dan sudah cukup banyak juga menerbitkan karya-karya sastra Indonesia, seperti Armijn Pane, Mochtar Lubis, Rendra, Pramoedya Ananta Toer, dan Ahmad Tohari. Bisa pula penerbit yang masih baru mulai merintis terbitan buku-buku Asia, Regiospectra atau Union Publisher, penerbit berbahasa Jerman di Swiss yang menerbitkan lebih banyak lagi buku-buku Pramoedya Ananta Toer.

Syukur kalau bisa diterbitkan Hanser Berlin, penerbit besar yang menerbitkan Laskar Pelangi yang di Indonesia belakangan kemenangannya di ajang Internationale Tourismus-Börse (ITB) Berlin 2013 sempat memancing perdebatan di media Indonesia. Hanya itu kemungkinannya. Tapi, kalau saja biaya penerjemahan (dengan standar tarif Jerman) ditanggung Pemerintah RI, semuanya bisa cukup mudah, bisa kerja sama sebagaimana layaknya juga terjadi di Indonesia.

Frankfurt Book Fair jelas akan menjadi ajang pertukaran budaya Indonesia di Jerman. Eslandia, negara kecil dengan jumlah penduduk hanya 300.000 dan luas wilayah 100.000 kilometer persegi, sebuah negara bersalju dengan banyak gunung berapi, serta negara perikanan dan pertanian yang mengalami masalah ekonomi (mirip Indonesia), telah mempersiapkan diri dengan sangat baik saat tampil sebagai tamu kehormatan FBF 2011. Pameran buku benar-benar dikemas bernuansa buku, budaya, dan tradisi membaca di Eslandia. Sontak semua pengunjung menaruh perhatian pada Eslandia.

Bagaimana sebetulnya masalah pertukaran budaya antara Jerman dan Indonesia ini? Tanpa banyak diketahui umum pada tahun 1997 telah didirikan Komisi Indonesia-Jerman untuk Bahasa dan Sastra atas petunjuk Presiden RI dan Kanselir Jerman. Anggotanya antara lain lembaga kenegaraan Indonesia, Departemen Luar Negeri RI, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Badan Bahasa. Sejak saat itu, pihak Jerman diwakili Goethe Institut, bisa kita lihat di pasaran buku pembaca Indonesia bisa menikmati puisi-puisi karya para penyair legendaris Jerman, mulai dari Rainer Maria Rilke, Bertolt Brecht, Paul Celan, Johann Wolfgang von Goethe, Hans Magnus Enzensberger, Friedrich Nietzsche, dan penyair Austria berbahasa Jerman, Georg Trakl.

Penerjemahan karya sastra dalam bahasa Inggris juga mengalami nasib sama. Selama lebih dari 25 tahun Yayasan Lontar dibiarkan aktif berusaha sendiri memperkenalkan sastra Indonesia ke dunia luar. Tak pernah ada campur tangan pemerintah dalam soal itu. Agaknya benar sastra Indonesia merupakan yatim piatu, tak terurus. Apalagi membayangkan sastra Indonesia juga diterbitkan ke dalam bahasa-bahasa di dunia lain: Jepang, Mandarin, Korea, Spanyol, Rusia, dan Perancis misalnya. Lontar sudah memulai dalam bahasa Inggris.

Penerjemahan ke bahasa Jerman hingga 100 judul (jika memungkinkan memang jumlah ini yang disyaratkan FBF, plus buku nonsastra lain, seperti art, nature, dan history), mungkin bisa ”dipercepat” dengan ”memanfaatkan” buku-buku hasil terjemahan Yayasan Lontar dalam bahasa Inggris meski itu bukan pekerjaan ideal tapi apa boleh buat? Waktu sudah tinggal sedikit dan pekerjaan masih banyak, bahkan saat ini belum dimulai.

Frankfurt Book Fair 2015 kiranya perlu menjadi titik tolak bagi Pemerintah Indonesia untuk lebih agresif memperkenalkan sastra Indonesia kepada dunia. Memang selama ini sudah ada langkah-langkah menyebarkan budaya Indonesia di berbagai negara dengan misalnya menyajikan tarian, musik gamelan, angklung, wayang kulit, dan seterusnya yang lebih merupakan budaya tradisional dan budaya lisan. Perlulah diperkenalkan bahwa Indonesia tak hanya itu, tapi juga merupakan bangsa yang telah berhasil mengembangkan budaya aksara modern, seperti telah lama terbukti melalui Kesusastraan Indonesia Modern.
***

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati