Sabrank Suparno
Radar Jombang-Mojokerto, 18 Mei 2014
Lek nyang nJombang kampunge Sengon
Lemah geneng akeh wedhine
Najan gak sambang kirimo ingon
Lek gak seneng opo mestine
Empat baris parikan di atas adalah puisi Jombangan yang seluruh pelaku
ludruk Jawa Timuran pasti mengenal. Selain menyampaikan kegamblangan isi
tentang aturan rumah tangga, pelantunnyamengenalkan tanah Jombang
disamping menyusun repetitif irama. Saya yakin para pelaku Ludruk tidak
mengenal Octavio Paz yang mengatakan kelelahan ekstase seorang penyair
adalah kerja menentukan isi dan sampiran berdasarkan irama. Namun
pelantun parikan di atas memahami bahwa pengulangan bunyi, terkesan
lebih nyamleng diucapkan dan didengar. Artinya, masih ada yang perlu
dipertahankan dalam menyusun puisi, yakni kebersahajaan, kenyamlengan
ketika menawarkan adol-tinukuantara pelantun dengan pendengar.
Demikianlah puisi Kwatrin RinginContong yang ditulis oleh Binhad
Nurrohmat, penyair asal Jakarta yang kini menetap di Pondok Pesantren
Alhambra Darul Ulum Rejoso Peterongan. Seluruh puisi dalam Antologi
Kwatrin Ringin Contong setiap judulnya hanya berisi empat baris dan
bersajak ABAB, AABB atau AAAA. Buku nyentrik setebal enam puluh halaman
tersebut dicetak oleh Penerbit Miring, Ar Ruzz Media dan
diselesaikan Binhad selama dua tahun ketika pelesiran ke berbagai tempat
di Jombang. Alkhasil, terhitung 1 Mei 2014 buku ini resmi beredar di
seluruh toko buku yang ada di Jombang.
Ada dua kemungkinan yang mempengaruhi Binhad Nurrohmat dalam menawarkan
estetika ketika menggarap puisi Kwatrin Ringin Contong. Pertama,
menyerap keseharian masyarakat Tanjung Pinang yang setiap pembicaraan
mengunakan pantun berbalas atau yang di Jawa Timur dikenal dengan
Parikan Jula Juli Jombang. Pengalaman puisi bersajak tersebut diamati
Binhad ketika menjadi peserta Temu Sastra Indonesia 2010. Kedua, setelah
dua tahun menetap di Jombang, tampaknya Binhad kesemsem budaya
pondok pesantren yang kerap mengaji qasidah kitab kuning. Syair dalam
puisi Kwatrin Ringin Contong tak ubahnya nadhom, Imriti atau Alfiah.
Satu contoh empat baris nadhom Alfiah misalnya: Wayaktadi ridhon bi ghoiri suhti-Faiqotalfiyata Ibnu Mukti-wayaktadi ridhon bi ghoiri suhti-al hayyu qod yughlabu alfamayyiti.
Selain mementingkan irama, nadhom Alfiyah di atas juga menyampaikan
nilai bahwa ketika santri mampu berkarya yang mengalahkan kiainya, lalu
sesumbar, tak ubahnya satu orang yang masih hidup pasti mampu
mengalahkan seribu kiainya yang sudah mati.
Buku puisi Kwatrin Ringin Contong diniatkan khusus mengabadikan tempat
tempat yang ada di wilayah Jombang.Terhitung dari 42 judul puisi di
antaranya: Pelukis Morosunggingan, PasarPeterongan, Malam Jumat di
Rejoso, Rel Terjulur ke Sumobito, Sayyid di Mojoagung, Pertigaan ke
Denanyar, Pasar Burung Tunggorono, Iblis Tak Keluyurandi Diwek, Pelarian
di Watugaluh, Trah Brantas, Dewa di Gudo, Bercumbu di Kudu,Komunis
Curahmalang, Kemah Raja di Tembelang, Kekasih di Kedung Cinet, Es Tehdi
Kebun Raja, Russell Wallace di Ngrimbi, Mojowarno Ahad Pagi, Pelesiran
ke Wonosalam. Inilah keberanian puisi Kwatrin Ringin Contong, puisi yang
disandarkan berdasarkan konsep nama suatu wilayah. Sementara sebagai
pegiat sastra di Jombang saya belum menemukan kumpulan puisi khusus yang
mengangkat perangkat sejarah di Jombang, kecuali esai, cerpen, prosa
bebas, dan naskah derama.
Berangkat dari nama tempat, kemudian pilihan diksi dalam satu kalimat
yang mengangkat nama tokoh dan peristiwa diJombang, sepertinya sang
penyair hendak menyembulkan elevansi tanya. Apa yang tersembunyi dibalik
tema? Misal larik: Setelah bertapa Sungging menggurat raga// Permaisuri
di lukisan tersedu dipeluk raja (hal. 9), Kebo Kicak tak menanamdi rel
kepalanya // Di sekujur gerbong kuburan Surontanu tak ada (hal. 13),
DiKali Tambak Beras mengucur darah pertama // Perih Wiraraja di Trowulan
tahta Wijaya (hal. 31), Kapal Tionghoa di utara // Berlayar dewa ke
Jawa (hal. 27). Dari gelagat pilihan tema tersebut penyair menyadari,
bahwa beberapa tempat di Jombang tidak muncul begitu saja, melainkan ada
sejarah yang melatarbelakangi. Penyair berkeyakianan bahwa wilayah
dengan sejarah silam yang berperadaban tinggi berpotensi melahirkan
karya dahsyat yang bisa digali dari berbagai sisi. Apalagi Jombang
memang berbeda dengan kota sekitar di Jawa yang lahir berdasarkan tata
letak kota hasil desain arsitektur Kolonial bersama Amangkurat. Jombang
sangat perdikan. Mungkin dahulu tempat kecantolnya jubah Mpu Baradah
ketika membelah kerajaan Erlangga menjadi Panjalu dan Jenggala dengan
caramengucurkan kendi dari langit. Artinya suatu tempat yang wingit dan
aura mistisnya mengalahkan kesaktian sang Empu. Maka tanah yang demikian
kemudian terbebas dari pengaruh dua wilayah kerajaan yang terbagi.
Batas wilayah itu juga berkemungkinan menjadi garis pembatas antara
budaya Arek dengan budaya Mataraman. Meskipun dalam sistem tataletak
kota dan pemerintahan akhirnya Jombang harus menyesuaikan dengan desain
kota lain di sekitar.
Ketertarikan Binhad terhadap sejarah Jombang setara kegelisahan pemikir
lain, bahwa penyair itu ibarat penggembala yang selalu kawatir dengan
ribuan ternak miliknya. Apalagi ketika malam menjelang, penggembala
menggiring seluruh ternaknya ke kandang kawatir dicuri,dirampok,
disembelih orang. Sedang sang penggembala sendirian, tak ada yang mau
menolong. Demikianlah kekalutan penyair, takut sejarah dan budaya lokal
miliknya dicuri atau hilang tak jelas jluntrungnya. Siapa yang
hendak mempertahankan? Kwatrin Ringin Contong seolah berteriak, "ke mana
penyairJombang? Apakah kebablasan imajinasi menjadi sastrawan Indonesia
lantas enggan menulis kota kelahirannya?"
Namun, sebagai persembahan catatan tentang sejarah Jombang, Kwatrin
Ringin Contong baru sepersen saja meski puisi berjudul Ringin Contong
sendiri ditulis dalam empat pengamatan, yakni RinginContong Pagi, Ringin
Contong Siang, Sore dan Malam. Harusnya buku KwatrinRingin Contong
setebal Antologi Puisi Festival Bulan Purnama Majapahit Trowulanyang
digarap Dewan Kesenian Kabupaten Mojokerto edisi Oktober 2010 yang
mencapai 829 halaman. Sebab masih banyak fenomena sejarah dan budaya
Jombang yang belum ditangkap imajinasi penulis. Misal: Geger batu ajaib
Ponari yang mematahkan teori bahwa supaya profesional menyembuhkan orang
harus merampungkan fakultas kedokteran. Begitu juga supaya kaya harus
menjadi interpreneur yang handal. Ponari cukup dengan batu temuan mampu
menyembuhkan ribuan pasien dan cukup waktu beberapa bulan saja sudah
menjadi milyuner dan tak perlu menunggu dewasa. Fenomena si Jagal Rian
juga menghentakkan kesadaran, bahwa manusia berparas ganteng belum tentu
berperilaku baik. Artinya jangan menilai orang berdasarkan ketoke, tapi berdasarkan nyotone.
Fenomena Jombang berikutnya adalah penampakan Manggar Emas, yakni bakal
buah kelapa yang mencorong seperti emas disekitaran Mojongapit sebelum
tahun 1965. Ada lagi fenomena Kaca Benggala, yakni gedek rumah milik si
miskin di sekitaran Desa Kandangan Kecamatan Kesamben berfungsi sebagai
cermin. Posisi rumah tetap gedek bambu, cuma siapa yang melintas di
depan rumah tersebut seperti melintas di depan kaca raksasa. Persis
layar lebar pada film. Kejadian unik sekitar tujuh tahun lalu itu hanya
berlangsung satu minggu lalu kembali seperti sediakala. Bahkan,
membincang perihal Ringin Contong, menurut cerita tetangga saya, Pak
Senipan (alm) bahwa"besok lek ono rejane zaman, Ringin Contong bakale nguwoh brondong
(besok jika ada keramaian sejarah, Ringin Contong akan berbuah
berondong: snackdari jagung popcorn)." Dongeng dari sesepuh Pak Senipan
terbukti bahwa ketika rezim Soeharto berkuasa, orang yang berani
menganggu partai berlambang pohon beringin pasti diberondong peluru
tembak.
Untuk menulis tentang sejarah tentang Jombang, Binhad masih terlalu
sepintas. Perlu lebih banyak minum sumber air dan merasakan bercak
lumpur sawah di Jombang, apalagi memasuki pedesaan yang terpencil
sekalipun yang diperkirakan tidak ada hal yang menarik. Siapa sangka
misal di tanah Lincak Sastra Dowong ternyata ada selonjor patok batu
peninggalan Majapahit. Atau dipekuburan Desa Tengaran Peterongan
ternyata ada prasasti tergolong tua sebagai data peninggalan manusia
purba Jombang. Masih banyak sejarah budaya Jombang yang berpotensi
sebagai bahan untuk menebalkan mini epik puisi puisi Binhad selanjutnya.
*)
Tulisan ini sebagai makalah bedah buku Kwatrin Ringin Contong karya
Binhad Nurrohmat pada Jumat, 16 Mei 2014 di Elek Comik Center, JL.
Adityawarman 3 Jombang.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar