Romi Zarman
http://www.riaupos.com/
Hampir setiap koran di negri ini memiliki halaman sastra. Masing-masingnya tentu memiliki cara yang berbeda dalam mengapresiasi penulisnya. Ada yang mengapresiasi dengan cara memberikan honor yang layak bagi penulisnya. Ada yang mengapresiasi penulisnya dengan cara mengumpulkan sejumlah karya dalam satu buku. Kompas, misalnya, mereka menyeleksi cerpen-cerpen yang dimuat selama setahun dan mengumpulkannya dalam bentuk buku. Begitu pun puisi dan esai yang dimuat di rubrik “Bentara”.
Belakangan Riau Pos juga mengapresiasi penulisnya dengan membukukan sejumlah karya. Adapun tahun 2008, Riau Pos mengumpulkan sejumlah cerpen yang pernah dimuat selama setahun dengan judul buku Pipa Air Mata. Dalam buku tersebut, terhimpun lima belas cerpen yang ditulis oleh berbagai pengarang. Selain dari Riau, buku tersebut juga menghimpun tiga cerpen dari pengarang Sumatra Barat dan daerah lain. Tentu hal itu mengindikasikan bahwa Riau Pos sangat diminati oleh pengarang-pengarang dari luar Riau. Bahkan, seperti dikatakan redaktur sastranya dalam buku ini, naskah-naskah yang masuk juga ada yang berasal dari Medan, Lampung, Bandung, Jakarta, Jogjakarta, Semarang, dan Kudus, dll.
Adapun kelima belas pengarang itu adalah, Deddy Arsya, Eddy Akhmad RM, Fakhrunnas MA Jabbar, Fariz Ihsan Putra, Gde Agung Lontar, Hary B Kori‘un, Joni Lis Efendi, M Badri, Mohm Amin MS, Pinto Anugrah, Olyrinson, Pandapotan MT Siallagan, Sobirin Zaini, Sultan Yohana, dan Yetti A KA. Kelima belas pengarang di atas terdiri dari berbagai generasi. Ada Fakhrunnas, selama tahun 2008 saya juga membaca cerpen-cerpennya di sejumlah koran nasional. Ada Hary B Kori‘un, karyanya yang paling kuat menurut saya adalah Nyanyian Batanghari (lihatlah bagaimana pengarangnya berhasil mengolah karakter Martinus Amin dengan jalinan cerita yang apik). Ada Yetti A KA, dengan bahasa yang puitik ia mengolah cerita, walau di beberapa cerpennya kita melihat adanya alur yang agak samar.
Cerpen pertama dari buku ini adalah karya Deddy Arsya, dengan judul “Kurir Peluru”. Ia bercerita tentang seorang kurir yang bertugas sebagai pengantar peluru semasa terjadinya perang saudara. Saya pikir cerpen ini berhasil tanpa melibatkan tendensi cerita. Lihatlah ceritanya yang berlatar perang. Perang saudara yang dimaksud pengarang adalah perang antara Pusat dan PRRI/Permesta (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia), yang terjadi di Sumatra Tengah antara tahun 1958-1961. Secara historis, perang saudara itu merupakan bentuk ketidakmampuan Jakarta untuk menerima kritik dari daerah. Saat itu daerah melancarkan kritik pada pusat. Akan tetapi, kritik itu dibalas dengan senjata. Padang dibombardir. Tentara Pusat merajalela. Permerkosaan dan penindasan terjadi di mana-mana. Efek dari semua itu adalah trauma yang sangat mendalam. Orang Minang disebut pemberontak. Dan lebih pedihnya lagi, Ahmad Yani, diberi gelar pahlawan oleh Jakarta. Sebagai seorang komandan operasi pada saat itu, Yani tak pernah dimintai pertanggungjawabannya atas jatuhnya korban dari kalangan sipil yang tak bersalah.
Tentu saja bila kita membaca latar cerpen itu akan membuat kita sedikit emosi. Akan tetapi, pada bagian inilah pengarangnya berhasil merangkai kisah. Tanpa tendensi, pengarangnya berhasil menggambarkan sosok manusia pandir dalam jalinan kisah yang apik. Bahasanya terang. Alurnya jelas, dengan sudut pandang orang pertama. Sekilas teknik cerpen ini mengingatkan kita pada teknik cerpen “Rubuhnya Surau Kami”.
Cerpen kedua dalam buku ini adalah “Pil-Kadal”, karya Eddy Akhmad RM. Bercerita tentang seorang anak yang hendak maju dalam pemilihan gubernur. Akan tetapi, ketakutan segera merayapi ayah kandungnya. Tokoh Ayah dapat digolongkan sebagai potret masyarakat kecil dengan tetap mempertahankan prinsip dan idealisme. Pada bagian awal cerpen ini, melalui tokoh Ayah, pengarang menyuarakan suara komunal tentang kegundahan masyarakat dalam setiap pemilihan gubernur. Lihatlah logika yang digunakan pengarangnya… paling sedikit setiap calon harus memiliki uang Rp.150 miliar. Ke mana hendak mencari uang sebanyak itu?… Kalaulah Ahmad melakukan hal yang sama seperti dilakukan calon lain… mau jadi apa negri ini? (hal. 11). Untunglah pengarangnya tidak terlalu hanyut dengan kegundahan itu. Di pertengahan cerita, pengarangnya mulai menarik cerita ke dalam konflik. Konflik itu terjadi ketika tokoh Ayah membaca di sebuah koran bahwa anaknya mundur dari pencalonan gubernur dikarenakan tidak mendapat restu dari orangtua. Tentu saja Ayahnya tersentak karena ia tak pernah melarang anaknya. Pada bagian inilah konflik antara Ayah dan anak mulai terjadi.
Cerpen Fakhrunnas, “Kiamat Kecil di Sempadan Pulau”, berkisah tentang sebuah kota pelabuhan yang dilanda bencana karena merajalelanya perbuatan maksiat. Saya pikir, cerpen ini memiliki ruang tersendiri sehingga tidak heran kenapa ceritanya agak terasa bertenden. Sejauh pengamatan saya atas cerpen-cerpen Fakhrunnas, cerpen ini agak berbeda dari cerpen-cerpennya yang lain. Biasanya cerita digerakan oleh alur, dialog yang padu serta didukung dengan suasana yang menggigit.
Cerpen “Simpul”, karya Fariz Ihsan Putra, bercerita tentang detik-detik kematian seorang presiden. Penyajian ceritanya sangat apik. Lihatlah bahasa yang digunakan pengarangnya, sangat detail dan penuh sebab-akibat. Ia bercerita dengan sabar dan memiliki alur yang terang. Tidak seperti “Sejarah Sungai Darah”, karya Gde Agung Lontar. Meminjam istilah Raudal, cerpen ini adalah cerpen “gumam” bila dilihat dari bahasa yang digunakan. Tidak adanya alur yang jelas dan ditambah lagi dengan bahasa yang cendrung metaforik menyebabkan pembaca sukar memahami cerita. Padahal bila ditelisik secara seksama, maka tokoh cerpen ini hanya bergumam tentang silsilah sebuah sungai. Sekilas pengarangnya nampak ingin bereksperimen. Hal itu terlihat dari minumnya tokoh cerita dan adanya beberapa suku kata yang mengganggu keutuhan sintaksis, seperti “perlelahan”, “terkekejut”, “memarah” dan “memasing” (saya kira keberadaan kata-kata ini perlu dipertanyakan secara morfologis).
Cerpen keenam adalah “Cinta Ibu”, karya Hary B Kori`un. Cerpen ini menggambarkan kegetiran hidup di Tongar, Pasaman Barat. Saya kira Hary sangat memahami benar kondisi masyarakat Tongar. Tidak hanya pada cerpen ini. Dalam Nyanyian Batanghari pun ia juga berkisah tentang Tongar dengan segala kompleksitas persoalannya. Bahkah, jauh-jauh hari, Hary telah melakukan penelitian dalam bentuk skripsi atas kasus Tongar di Pasaman Barat. Tentu saja data-data itu akan semakin membantukannya dalam berimajinasi.
Lihatlah tokoh Aku dalam cerpen ini. Ceritanya mengalir lancar, mengisahkan seorang ibu yang tetap setia menunggu suaminya tiba dari Suriname. Kesetiaan itu terus dipertahankannya hingga akhir hayatnya. Cerita ini tidak hanya menceritakan tentang penantian seorang istri, melainkan juga bercerita tentang tragisnya kehidupan masyarakat Tongar. Lihatlah pada akhir cerita. Kuburan sang ibu diratakan dengan tanah dan dijadikan ladang sawit oleh pihak perkebunan. Sesuatu yang benar-benar tragis di negri ini!
Sementara, cerpen ”Teman Kecil”, Yetti A KA, juga bercerita tentang seorang ibu. Ia kecewa pada anaknya karena telah menghamili seorang perempuan. Seperti biasanya, bila kita perhatikan sejumlah cerpen Yetti, maka ceritanya sering berpusar pada tema-tema keluarga, dengan jalinan bahasa yang puitik dan terkadang dengan menyamarkan alur cerita.
“Pipa Air Mata”, karya M Badri, yang menjadi judul buku ini, bercerita tentang sebuah kampung di tengah hutan, yang diberangus oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab. Pengarangnya berhasil mengolah data jadi cerita yang memikat. Lihatlah bagaimana Badri membangun cerita dengan alur yang terang. Mampu membangkitkan emosi pembaca. Seperti halnya juga dalam “Bakau Sungai Tanjung”, Sobirin Zaini. Dengan suasana yang mencekam, pengarangnya juga berhasil membangun cerita jadi memikat dengan latar yang sama-sama dunia Melayu. Sementara “Hujan dan Pertemuan”, berkisah tentang seorang pelacur. Mohd Amin MS, melalui cepen “Menjadi Kutu”, bercerita tentang seorang tokoh aku yang menjadi kutu. Cerpen ini bersifat simbolis. Lihat saja dari judulnya: Menjadi. Dan proses menjadi kutu itulah yang ditampilkan oleh pengarangnya.***
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar