Kamis, 27 Juni 2013

Membaca Pipa Air Mata

Romi Zarman
http://www.riaupos.com/

Hampir setiap koran di negri ini memiliki halaman sastra. Masing-masingnya tentu memiliki cara yang berbeda dalam mengapresiasi penulisnya. Ada yang mengapresiasi dengan cara memberikan honor yang layak bagi penulisnya. Ada yang mengapresiasi penulisnya dengan cara mengumpulkan sejumlah karya dalam satu buku. Kompas, misalnya, mereka menyeleksi cerpen-cerpen yang dimuat selama setahun dan mengumpulkannya dalam bentuk buku. Begitu pun puisi dan esai yang dimuat di rubrik “Bentara”.
Belakangan Riau Pos juga mengapresiasi penulisnya dengan membukukan sejumlah karya. Adapun tahun 2008, Riau Pos mengumpulkan sejumlah cerpen yang pernah dimuat selama setahun dengan judul buku Pipa Air Mata. Dalam buku tersebut, terhimpun lima belas cerpen yang ditulis oleh berbagai pengarang. Selain dari Riau, buku tersebut juga menghimpun tiga cerpen dari pengarang Sumatra Barat dan daerah lain. Tentu hal itu mengindikasikan bahwa Riau Pos sangat diminati oleh pengarang-pengarang dari luar Riau. Bahkan, seperti dikatakan redaktur sastranya dalam buku ini, naskah-naskah yang masuk juga ada yang berasal dari Medan, Lampung, Bandung, Jakarta, Jogjakarta, Semarang, dan Kudus, dll.

Adapun kelima belas pengarang itu adalah, Deddy Arsya, Eddy Akhmad RM, Fakhrunnas MA Jabbar, Fariz Ihsan Putra, Gde Agung Lontar, Hary B Kori‘un, Joni Lis Efendi, M Badri, Mohm Amin MS, Pinto Anugrah, Olyrinson, Pandapotan MT Siallagan, Sobirin Zaini, Sultan Yohana, dan Yetti A KA. Kelima belas pengarang di atas terdiri dari berbagai generasi. Ada Fakhrunnas, selama tahun 2008 saya juga membaca cerpen-cerpennya di sejumlah koran nasional. Ada Hary B Kori‘un, karyanya yang paling kuat menurut saya adalah Nyanyian Batanghari (lihatlah bagaimana pengarangnya berhasil mengolah karakter Martinus Amin dengan jalinan cerita yang apik). Ada Yetti A KA, dengan bahasa yang puitik ia mengolah cerita, walau di beberapa cerpennya kita melihat adanya alur yang agak samar.

Cerpen pertama dari buku ini adalah karya Deddy Arsya, dengan judul “Kurir Peluru”. Ia bercerita tentang seorang kurir yang bertugas sebagai pengantar peluru semasa terjadinya perang saudara. Saya pikir cerpen ini berhasil tanpa melibatkan tendensi cerita. Lihatlah ceritanya yang berlatar perang. Perang saudara yang dimaksud pengarang adalah perang antara Pusat dan PRRI/Permesta (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia), yang terjadi di Sumatra Tengah antara tahun 1958-1961. Secara historis, perang saudara itu merupakan bentuk ketidakmampuan Jakarta untuk menerima kritik dari daerah. Saat itu daerah melancarkan kritik pada pusat. Akan tetapi, kritik itu dibalas dengan senjata. Padang dibombardir. Tentara Pusat merajalela. Permerkosaan dan penindasan terjadi di mana-mana. Efek dari semua itu adalah trauma yang sangat mendalam. Orang Minang disebut pemberontak. Dan lebih pedihnya lagi, Ahmad Yani, diberi gelar pahlawan oleh Jakarta. Sebagai seorang komandan operasi pada saat itu, Yani tak pernah dimintai pertanggungjawabannya atas jatuhnya korban dari kalangan sipil yang tak bersalah.

Tentu saja bila kita membaca latar cerpen itu akan membuat kita sedikit emosi. Akan tetapi, pada bagian inilah pengarangnya berhasil merangkai kisah. Tanpa tendensi, pengarangnya berhasil menggambarkan sosok manusia pandir dalam jalinan kisah yang apik. Bahasanya terang. Alurnya jelas, dengan sudut pandang orang pertama. Sekilas teknik cerpen ini mengingatkan kita pada teknik cerpen “Rubuhnya Surau Kami”.

Cerpen kedua dalam buku ini adalah “Pil-Kadal”, karya Eddy Akhmad RM. Bercerita tentang seorang anak yang hendak maju dalam pemilihan gubernur. Akan tetapi, ketakutan segera merayapi ayah kandungnya. Tokoh Ayah dapat digolongkan sebagai potret masyarakat kecil dengan tetap mempertahankan prinsip dan idealisme. Pada bagian awal cerpen ini, melalui tokoh Ayah, pengarang menyuarakan suara komunal tentang kegundahan masyarakat dalam setiap pemilihan gubernur. Lihatlah logika yang digunakan pengarangnya… paling sedikit setiap calon harus memiliki uang Rp.150 miliar. Ke mana hendak mencari uang sebanyak itu?… Kalaulah Ahmad melakukan hal yang sama seperti dilakukan calon lain… mau jadi apa negri ini? (hal. 11). Untunglah pengarangnya tidak terlalu hanyut dengan kegundahan itu. Di pertengahan cerita, pengarangnya mulai menarik cerita ke dalam konflik. Konflik itu terjadi ketika tokoh Ayah membaca di sebuah koran bahwa anaknya mundur dari pencalonan gubernur dikarenakan tidak mendapat restu dari orangtua. Tentu saja Ayahnya tersentak karena ia tak pernah melarang anaknya. Pada bagian inilah konflik antara Ayah dan anak mulai terjadi.

Cerpen Fakhrunnas, “Kiamat Kecil di Sempadan Pulau”, berkisah tentang sebuah kota pelabuhan yang dilanda bencana karena merajalelanya perbuatan maksiat. Saya pikir, cerpen ini memiliki ruang tersendiri sehingga tidak heran kenapa ceritanya agak terasa bertenden. Sejauh pengamatan saya atas cerpen-cerpen Fakhrunnas, cerpen ini agak berbeda dari cerpen-cerpennya yang lain. Biasanya cerita digerakan oleh alur, dialog yang padu serta didukung dengan suasana yang menggigit.

Cerpen “Simpul”, karya Fariz Ihsan Putra, bercerita tentang detik-detik kematian seorang presiden. Penyajian ceritanya sangat apik. Lihatlah bahasa yang digunakan pengarangnya, sangat detail dan penuh sebab-akibat. Ia bercerita dengan sabar dan memiliki alur yang terang. Tidak seperti “Sejarah Sungai Darah”, karya Gde Agung Lontar. Meminjam istilah Raudal, cerpen ini adalah cerpen “gumam” bila dilihat dari bahasa yang digunakan. Tidak adanya alur yang jelas dan ditambah lagi dengan bahasa yang cendrung metaforik menyebabkan pembaca sukar memahami cerita. Padahal bila ditelisik secara seksama, maka tokoh cerpen ini hanya bergumam tentang silsilah sebuah sungai. Sekilas pengarangnya nampak ingin bereksperimen. Hal itu terlihat dari minumnya tokoh cerita dan adanya beberapa suku kata yang mengganggu keutuhan sintaksis, seperti “perlelahan”, “terkekejut”, “memarah” dan “memasing” (saya kira keberadaan kata-kata ini perlu dipertanyakan secara morfologis).

Cerpen keenam adalah “Cinta Ibu”, karya Hary B Kori`un. Cerpen ini menggambarkan kegetiran hidup di Tongar, Pasaman Barat. Saya kira Hary sangat memahami benar kondisi masyarakat Tongar. Tidak hanya pada cerpen ini. Dalam Nyanyian Batanghari pun ia juga berkisah tentang Tongar dengan segala kompleksitas persoalannya. Bahkah, jauh-jauh hari, Hary telah melakukan penelitian dalam bentuk skripsi atas kasus Tongar di Pasaman Barat. Tentu saja data-data itu akan semakin membantukannya dalam berimajinasi.

Lihatlah tokoh Aku dalam cerpen ini. Ceritanya mengalir lancar, mengisahkan seorang ibu yang tetap setia menunggu suaminya tiba dari Suriname. Kesetiaan itu terus dipertahankannya hingga akhir hayatnya. Cerita ini tidak hanya menceritakan tentang penantian seorang istri, melainkan juga bercerita tentang tragisnya kehidupan masyarakat Tongar. Lihatlah pada akhir cerita. Kuburan sang ibu diratakan dengan tanah dan dijadikan ladang sawit oleh pihak perkebunan. Sesuatu yang benar-benar tragis di negri ini!

Sementara, cerpen ”Teman Kecil”, Yetti A KA, juga bercerita tentang seorang ibu. Ia kecewa pada anaknya karena telah menghamili seorang perempuan. Seperti biasanya, bila kita perhatikan sejumlah cerpen Yetti, maka ceritanya sering berpusar pada tema-tema keluarga, dengan jalinan bahasa yang puitik dan terkadang dengan menyamarkan alur cerita.

“Pipa Air Mata”, karya M Badri, yang menjadi judul buku ini, bercerita tentang sebuah kampung di tengah hutan, yang diberangus oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab. Pengarangnya berhasil mengolah data jadi cerita yang memikat. Lihatlah bagaimana Badri membangun cerita dengan alur yang terang. Mampu membangkitkan emosi pembaca. Seperti halnya juga dalam “Bakau Sungai Tanjung”, Sobirin Zaini. Dengan suasana yang mencekam, pengarangnya juga berhasil membangun cerita jadi memikat dengan latar yang sama-sama dunia Melayu. Sementara “Hujan dan Pertemuan”, berkisah tentang seorang pelacur. Mohd Amin MS, melalui cepen “Menjadi Kutu”, bercerita tentang seorang tokoh aku yang menjadi kutu. Cerpen ini bersifat simbolis. Lihat saja dari judulnya: Menjadi. Dan proses menjadi kutu itulah yang ditampilkan oleh pengarangnya.***

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati