Minggu, 17 Maret 2013

Kesiapan Budaya Menyongsong Otonomi Daerah

Sutejo
Radar Madiun, 3 Okt 2000

Ketika reformasi bergelombang bak laut lepas, maka batu karang yang bernama status quo terkikis. Keangkuhan batu-batu pantai Orde Baru pecah oleh dahsyatnya dentuman ombak. Namun sayang, laut reformasi belum berhasil mengantarkan perahu idaman nurani bernama perubahan.
Yang ada, nahkoda-nahkoda oportunistik yang mengibarkan bendera arogansi kekuasaan baru. Kalau begitu, untuk apa gelombang reformasi ini mengalun? Untuk apa kita bermimpi tentang dewa keadilan dalam mimpi yang kelam? Untuk apa kita berbicara demokrasi, kalau nurani kita terselip nadi-nadi Fir’aun, Korun, dan mungkin Dajjal yang anti demokrasi?

Ketika sampah-sampah reformasi masih begitu banyak berserakan di antara meja-meja birokrasi, masih gentayangan di benak terdalam para pejabat negeri. Dan ketika onggokan sampah reformasi itu masih menggelembung menjadi penyakit sosial, yang tiba-tiba menjalar di antara denyut nadi masyarakat kita, apa sebenarnya yang dapat kita impikan?

Otonomi daerah mungkin salah satu sampah itu. Sebab, bisa jadi UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 25 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN itu, hanya ‘ingatan sejenak’ setelah terlelap tidur panjang di dipan Orde Baru. Bukankah kita, berpuluh tahun gemar ber-KKN ria? Bukankah kita sebagai pejabat dan aparat negara (daerah) berpuluh tahun berjubah kebesaran bernama Juklak dan Juknis?

Bukankah kita sebagai penyelenggara pemerintah daerah selama berpuluh tahun, hanya ‘krido lumahing asto’ kepada pemerintah pusat?

Permasalahannya sekarang: adakah kesiapan sosiologis rasional, untuk mengubah keadaan begitu drastis, seperti kita membalik telapak tangan? Sebab konsekuensi logis dengan akan diberlakukannya otonomi daerah, jelas menuntut berbagai kesiapan di berbagai lini dan dimensi institusi pemerintahan dan sosial masyarakat. Misalnya soal kewenangan daerah (Bab IV), pada pasal 7 kemudian disebutkan: ‘Kewenangan daerah mencakup kewenangan seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.’

Salah satu konsekuensi dari pemberian/pelimpahan wewenang itu, adalah disertai juga dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia (pasal 8). Mampukah daerah, dengan bupati atau gubernur sebagai sumbu mengembannya? Terlebih perubahan dan pelimpahan wewenang itu menjadi sesuatu yang sangat krusial dan kompleks.

Suatu kebiasaan penerimaan pegawai negeri sebagai ‘subsidi pengangguran’ misalnya, merupakan fenomena pelik yang harus secepatnya dijawab. Otonomi daerah yang bernafaskan etos kerja tinggi dengan bernadikan kompetisi, menjadi problem terberat daerah yang sudah sangat terbiasa dengan budaya ‘pegawai yang malas’, ‘pegawai duduk’, maupun ‘pegawai lembur’. Mungkinkah akan diberlakukan rasionalisasi pegawai?

Khusus persoalan SDM misalnya, di Indonesia secara umum adalah persoalan yang menakutkan. Apalagi di daerah. Jika selama ini kecenderungan SDM kita disinyalir banyak pihak pemalas, tidak kreatif, tidak disiplin, etos kerja rendah, kagetan, gumunan dan mudah marah (anarkis) maka problem sosiokultural ini jelas merupakan ‘benteng raksasa’ yang harus dirobohkan, manakala kita mau menancapkan fondasi otonomi daerah yang kuat. Mampukah bupati mengemban tugas sebagai buldozer budaya?

Arus reformasi memang kencang. Namun ternyata, belum mampu merobohkan ‘benteng raksasa’ itu. Apalagi reformasi moral. Jika reformasi hanyalah sebuah retorika (baik tulis maupun lisan), maka boleh jadi pemerintahan daerah yang reformatif tampaknya hanya akan melingkar-lingkar di ranah verbalistik. Di angan-angan, kata almarhum Gombloh.

Jika dalam penyelenggaraan negara dipergunakan asas umum (Pasal 3 UU No. 28 Tahun 1999, tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN) yang meliputi asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas. Maka fenomena mutakhir dengan centang perenangnya fenomena sosial merupakan sesuatu yang sangat kontradiktif.  Kepastian hukum, masih isapan jempol. Tertib penyelenggaraan negara masih dalam cerita. Asas kepentingan umum, masih di tangan para penyamun (koruptor-birokrat). Asas keterbukaan masih dalam retorika. Asas proporsionalitas, masih formalitas. Asas profesionalitas, masih di atas kertas. Asas akuntabilitas, masih disentuh tangan-tangan setan.

Ketika masyarakat masih mengeja demokrasi, para penyelenggara negara sudah main jurus demokrasi. Ketika rakyat masih berkata-kata reformasi, penyelenggara sudah ‘mereklamasi’ laut demokrasi. Ketika rakyat baru melangkahkan satu bidak catur, ‘politikus negara’ sudah main langkah variasi kuda. Alamak! Begitu sulitkah belajar demokrasi, terlebih reformasi, di negeri siluman ini? Emha bilang, negeri ini adalah tempat persembunyian makhluk siluman teraman di dunia. Gus Dur (sebelum jadi presiden) bilang, negeri ini adalah sebuah negeri yang seolah-olah ‘antah berantah’.

Romo Mangun, sebelum wafat sempat memotret negeri ini sebagai negeri yang unik, tempat segala apapun bisa terjadi.

Kini ketika senandung reformasi dan gelombang demokrasi menelurkan berpuluh undang-undang, di sana-sini masih banyak rakyat yang jengah. Masih banyak yang terbelalak. Dan masih banyak juga, yang mengusap-usap matanya dengan punggung tangan karena kabur tak dapat mengeja.

Kini, ketika genderang otonomi daerah dibunyikan, aparat dan rakyat masih tertutup lelap. Hanya sebagian kecil rakyat bicara, itupun dengan setengah gagap. Mau ke mana rakyat negeri ini? Jika merujuk pada fenomena politik 1999 dengan carut-marutnya perebutan kursi reformasi, pemberdayaan rakyat secara politis demokratis, tampaknya masih menjadi sesuatu yang sangat utopis. Pemberdayaan politik dan keterbukaan rakyat boleh jadi hanya menjadi tanah ulayat.

Jika memang demikian, otonomi daerah dan pemberdayaan daerah sebagai wujud keterbukaan demokrasi hanya akan melahirkan fatamorgana. Melahirkan mimpi-mimpi yang boleh jadi, tidak menjadi kenyataan. Sebab taktik politik yang diperagakan politikus daerah misalnya, menjadi salah satu hambatan untuk terwujudnya ‘demokrasi yang otonom’ di daerah.

Jika tangan-tangan ajaib masih berseliweran di kepala para politikus, di bibir pengemban amanat rakyat, maka proses reproduksi status quo dalam wajah baru akan menjelma menjadi drakula zaman yang mencekam. Penjilat-penjilat baru dengan teknik baru akan terfragmentasi ke dalam panggung bernama Ultra Orde Baru. Sebab bagaimana pun, akar-akar rumput Orde Baru masih tertanam kuat di tanah kemarau ini. Jika hujan itu tiba, atau badai sudah berlalu, akar-akar itu akan siap menjadi padang yang hijau.

Dan ini akan benar-benar terjadi, jika reformasi budaya tidak teragenda dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam paket reformasi daerah. Karena itu, menyongsong berkibarnya bendera otonomi daerah, marilah kita bermimpi akan munculnya seorang bupati dan gubernur yang berjiwa penggembala, yang siap menanggalkan baju kebesarannya untuk berteduh apa yang digembalakannya.

*) Penulis adalah Dosen Kopertis VII pada STKIP PGRI Ponorogo.
Dijumput dari:  http://sastra-indonesia.com/2013/03/kesiapan-budaya-menyongsong-otonomi-daerah/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati