Sutejo
Radar Madiun, 3 Okt 2000
Ketika reformasi bergelombang bak laut lepas, maka batu karang yang bernama status quo terkikis. Keangkuhan batu-batu pantai Orde Baru pecah oleh dahsyatnya dentuman ombak. Namun sayang, laut reformasi belum berhasil mengantarkan perahu idaman nurani bernama perubahan.
Yang ada, nahkoda-nahkoda oportunistik yang mengibarkan bendera arogansi kekuasaan baru. Kalau begitu, untuk apa gelombang reformasi ini mengalun? Untuk apa kita bermimpi tentang dewa keadilan dalam mimpi yang kelam? Untuk apa kita berbicara demokrasi, kalau nurani kita terselip nadi-nadi Fir’aun, Korun, dan mungkin Dajjal yang anti demokrasi?
Ketika sampah-sampah reformasi masih begitu banyak berserakan di antara meja-meja birokrasi, masih gentayangan di benak terdalam para pejabat negeri. Dan ketika onggokan sampah reformasi itu masih menggelembung menjadi penyakit sosial, yang tiba-tiba menjalar di antara denyut nadi masyarakat kita, apa sebenarnya yang dapat kita impikan?
Otonomi daerah mungkin salah satu sampah itu. Sebab, bisa jadi UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 25 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN itu, hanya ‘ingatan sejenak’ setelah terlelap tidur panjang di dipan Orde Baru. Bukankah kita, berpuluh tahun gemar ber-KKN ria? Bukankah kita sebagai pejabat dan aparat negara (daerah) berpuluh tahun berjubah kebesaran bernama Juklak dan Juknis?
Bukankah kita sebagai penyelenggara pemerintah daerah selama berpuluh tahun, hanya ‘krido lumahing asto’ kepada pemerintah pusat?
Permasalahannya sekarang: adakah kesiapan sosiologis rasional, untuk mengubah keadaan begitu drastis, seperti kita membalik telapak tangan? Sebab konsekuensi logis dengan akan diberlakukannya otonomi daerah, jelas menuntut berbagai kesiapan di berbagai lini dan dimensi institusi pemerintahan dan sosial masyarakat. Misalnya soal kewenangan daerah (Bab IV), pada pasal 7 kemudian disebutkan: ‘Kewenangan daerah mencakup kewenangan seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.’
Salah satu konsekuensi dari pemberian/pelimpahan wewenang itu, adalah disertai juga dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia (pasal 8). Mampukah daerah, dengan bupati atau gubernur sebagai sumbu mengembannya? Terlebih perubahan dan pelimpahan wewenang itu menjadi sesuatu yang sangat krusial dan kompleks.
Suatu kebiasaan penerimaan pegawai negeri sebagai ‘subsidi pengangguran’ misalnya, merupakan fenomena pelik yang harus secepatnya dijawab. Otonomi daerah yang bernafaskan etos kerja tinggi dengan bernadikan kompetisi, menjadi problem terberat daerah yang sudah sangat terbiasa dengan budaya ‘pegawai yang malas’, ‘pegawai duduk’, maupun ‘pegawai lembur’. Mungkinkah akan diberlakukan rasionalisasi pegawai?
Khusus persoalan SDM misalnya, di Indonesia secara umum adalah persoalan yang menakutkan. Apalagi di daerah. Jika selama ini kecenderungan SDM kita disinyalir banyak pihak pemalas, tidak kreatif, tidak disiplin, etos kerja rendah, kagetan, gumunan dan mudah marah (anarkis) maka problem sosiokultural ini jelas merupakan ‘benteng raksasa’ yang harus dirobohkan, manakala kita mau menancapkan fondasi otonomi daerah yang kuat. Mampukah bupati mengemban tugas sebagai buldozer budaya?
Arus reformasi memang kencang. Namun ternyata, belum mampu merobohkan ‘benteng raksasa’ itu. Apalagi reformasi moral. Jika reformasi hanyalah sebuah retorika (baik tulis maupun lisan), maka boleh jadi pemerintahan daerah yang reformatif tampaknya hanya akan melingkar-lingkar di ranah verbalistik. Di angan-angan, kata almarhum Gombloh.
Jika dalam penyelenggaraan negara dipergunakan asas umum (Pasal 3 UU No. 28 Tahun 1999, tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN) yang meliputi asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas. Maka fenomena mutakhir dengan centang perenangnya fenomena sosial merupakan sesuatu yang sangat kontradiktif. Kepastian hukum, masih isapan jempol. Tertib penyelenggaraan negara masih dalam cerita. Asas kepentingan umum, masih di tangan para penyamun (koruptor-birokrat). Asas keterbukaan masih dalam retorika. Asas proporsionalitas, masih formalitas. Asas profesionalitas, masih di atas kertas. Asas akuntabilitas, masih disentuh tangan-tangan setan.
Ketika masyarakat masih mengeja demokrasi, para penyelenggara negara sudah main jurus demokrasi. Ketika rakyat masih berkata-kata reformasi, penyelenggara sudah ‘mereklamasi’ laut demokrasi. Ketika rakyat baru melangkahkan satu bidak catur, ‘politikus negara’ sudah main langkah variasi kuda. Alamak! Begitu sulitkah belajar demokrasi, terlebih reformasi, di negeri siluman ini? Emha bilang, negeri ini adalah tempat persembunyian makhluk siluman teraman di dunia. Gus Dur (sebelum jadi presiden) bilang, negeri ini adalah sebuah negeri yang seolah-olah ‘antah berantah’.
Romo Mangun, sebelum wafat sempat memotret negeri ini sebagai negeri yang unik, tempat segala apapun bisa terjadi.
Kini ketika senandung reformasi dan gelombang demokrasi menelurkan berpuluh undang-undang, di sana-sini masih banyak rakyat yang jengah. Masih banyak yang terbelalak. Dan masih banyak juga, yang mengusap-usap matanya dengan punggung tangan karena kabur tak dapat mengeja.
Kini, ketika genderang otonomi daerah dibunyikan, aparat dan rakyat masih tertutup lelap. Hanya sebagian kecil rakyat bicara, itupun dengan setengah gagap. Mau ke mana rakyat negeri ini? Jika merujuk pada fenomena politik 1999 dengan carut-marutnya perebutan kursi reformasi, pemberdayaan rakyat secara politis demokratis, tampaknya masih menjadi sesuatu yang sangat utopis. Pemberdayaan politik dan keterbukaan rakyat boleh jadi hanya menjadi tanah ulayat.
Jika memang demikian, otonomi daerah dan pemberdayaan daerah sebagai wujud keterbukaan demokrasi hanya akan melahirkan fatamorgana. Melahirkan mimpi-mimpi yang boleh jadi, tidak menjadi kenyataan. Sebab taktik politik yang diperagakan politikus daerah misalnya, menjadi salah satu hambatan untuk terwujudnya ‘demokrasi yang otonom’ di daerah.
Jika tangan-tangan ajaib masih berseliweran di kepala para politikus, di bibir pengemban amanat rakyat, maka proses reproduksi status quo dalam wajah baru akan menjelma menjadi drakula zaman yang mencekam. Penjilat-penjilat baru dengan teknik baru akan terfragmentasi ke dalam panggung bernama Ultra Orde Baru. Sebab bagaimana pun, akar-akar rumput Orde Baru masih tertanam kuat di tanah kemarau ini. Jika hujan itu tiba, atau badai sudah berlalu, akar-akar itu akan siap menjadi padang yang hijau.
Dan ini akan benar-benar terjadi, jika reformasi budaya tidak teragenda dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam paket reformasi daerah. Karena itu, menyongsong berkibarnya bendera otonomi daerah, marilah kita bermimpi akan munculnya seorang bupati dan gubernur yang berjiwa penggembala, yang siap menanggalkan baju kebesarannya untuk berteduh apa yang digembalakannya.
*) Penulis adalah Dosen Kopertis VII pada STKIP PGRI Ponorogo.
Dijumput dari: http://sastra-indonesia.com/2013/03/kesiapan-budaya-menyongsong-otonomi-daerah/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar