M. Fauzi Sukri *
http://www.lampungpost.com/
Narasi ekologi adalah interupsi. Ia hadir dalam kehidupan manusia yang sibuk dengan diri manusia; manusia yang sibuk mempertanyakan diri sendiri; manusia yang sibuk mengatur diri manusia; manusia yang sibuk mengurus perut manusia; manusia yang sibuk memandang manusia. Dan hutan, pohon-pohon yang ditumbangkan, pencemaran lingkungan, sungai yang mengering, air laut yang meningkat, gunung meletus, lumpur yang menyentak keluar, siapa peduli?
Narasi ekologi adalah interupsi sejenak dari pemikiran panjang manusia tentang manusia, oleh manusia, untuk manusia. Sejak manusia bisa berpikir, hal pertama yang dipikirkannya adalah kenapa dia bisa berpikir, bagaimana dia berpikir, untuk apa dia berpikir dan apa yang seharusnya di pikirkannya. Untuk membuktikannya, tidak perlu dengan mendatangkan René Descartes untuk mencetuskan slogan filosofis terbesar, tercanggir dan termahsyur: cogito ergo sum. Tidak perlu mendatangkan Martin Heidegger untuk mendekonstruksi besar-besaran sejarah pemikiran manusia: aku ada maka aku berpikir. Ataupun Derrida. Semua sama: berpikir tentang manusia, oleh manusia, dan untuk manusia.
Pada tahun 80-an kita mendengar pengumuman besar, maklumat akbar, seakan ia adalah tiupan terompet penanda kiamat: Akhir Sejarah, dari Francis Fukuyama. Semua terperangah, kaget dan geregetan, kok!, dan semua pemikir sama-sama membantah dengan sedikit pengecualian. Kini akhir sejarah, kata Fukuyama, yang ditandai dengan kemenangan ide-ide barat: liberalisme, demokrasi, dan pasar bebasnya. Kita sebagai manusia, tentu saja, takut akan kehilangan lahan subur spekulasi dinamika perpikiran.
Hegemoni Dua Narasi
Kenapa semua pengabaian ini bisa terjadi? Setidaknya ada dua alasan yang mendasari. Pertama, masuknya ilmu alam dalam kesadaran manusia pada awal modernisme. Seperti kita tahu, ilmu alam adalah ketakjuban manusia akan akal budi manusia, bukan ketakjuban terhadap rasionalitas alam. Alexander Pope, penyair Inggris termahsyhur pada abad itu, menyatakan dalam puisinya dengan sangat baik: “/Nature and Nature’s laws lay hid in night:// God said, Let Newton be! and all was light.”
Alam yang semula gaib-mistik, penuh dengan aura yang menakjubkan bahkan menakutkan, ternyata tunduk dalam hukum alam yang rasional. Alam yang semula gelap laksana malam (hid in night) menjadi terang benderang. Bahkan Pope mengatakan seraya seakan mewakili Tuhan (berhakkah dia?), ’biarkan Newton menjelaskan, maka alam beserta seluruh rahasianya akan menjadi terang benderang, laksana cahaya’. Alam bukan lagi medan yang perlu dihadapi dengan gentar, penuh gemetar di hadapannya. Ia bukan lagi kegelapan; ia cahaya yang tertaklukkan.
Ada ironi dengan datangnya ilmu alam (nature/nature’s law). Dengan datangnya ilmu alam, bukan sebuah penghargaan yang alam dapatkan, tapi perusakan alam secara besar-besaran. Dengan semakin terungkapnya hukum-hukum alam, bukan keinsafan yang semakin mendalam, tapi keserakan yang merajalela.
Dengan datangnya ilmu alam, bukan melestarikan alam yang kita lakukan, tapi merusak alam.
Kedua, manusia adalah narasi yang tiada matinya. Tidak seperti alam yang dianggap sudah selesai, pembicaraan tentang manusia atau pendefinisian tentang manusia, berikut yang berkaitan dengan manusia, adalah sebagian masih misteri yang belum tersingkap. Timbulnya berbagai ideologi dan berbagai cabang ilmu pengetahuan adalah bukti nyata terhadap kekurangan terhadap pengetahuan tentang manusia. Pendefinisian manusia yang belum usai ini mau tidak mau akan mengembangkan berbagai spekulasi dan dinamika pemikiran tersendiri tentang manusia.
Pemikiran tentang manusia hanya selesai dalam kaitannya dengan agama. Atau, definisi manusia yang berdasarkan agama, petunjuk Tuhan dalam bentuk wahyu-wahyu. Namun, dalam kehidupan yang hampir semuanya tersekulerisasi ini, agama sepertinya ikut juga mengizinkan terhadap eksploitasi alam.
Tidak seperti alam, manusia adalah makhluk yang sangat dinamis dalam sejarah peradaban. Setiap kali manusia membuat gerak di situlah terjadi berbagai pemikiran, interpretasi, spekulasi, metodologisasi, teoretisasi, yang semuanya seakan tidak pernah berhenti dan selesai. Maka tidak mengherankan jika manuisa sibuk memikirkan tentang manusia itu sendiri. Bukankah ini sebuah lahan yang sangat manis untuk menumbuhkan berbagai pemikiran? Tidak ada tema yang paling banyak ditulis, dibicarakan, difilmkan, dilukiskan, atau entah apalagi, selain manusia itu sendiri.
Kepemimpinan Ekologis
Narasi ekologi, sebagai kebalikan dari narasi manusia, memang akan terus di bawah bayang-bayang manusia. Ia cuma sekadar interupsi. Tapi, separah itukah narasi ekologi, bahkan seperti akan menemukan jalan buntu selama manusia masih berkuasa? Manusia, meski menjadi penyebab kerusakan alam, mau tidak mau tetap harus manusia yang memperbaiki. Manusia, saya yakin, tetap akan menjadi faktor penyelamat alam.
Maka mau tidak mau kita harus mengangkat narasi ekologi, paling tidak sebagai sebuah kesimbangan. Di sini kita membutuhkan sebuah kerangka kerja atau landasan pemikiran. Pemikiran yang pernah ditulis dan bahkan yang sekarang cukup menjadi sorotan memang cukup memberikan kita harapan. Tapi, yang menjadi kendala selama ini adalah kepemimpinan ekologis lokal dan nasional dan internasional.
Harus diakui bahwa kepemimpinan ekologis lokal (daerah) adalah catatan-catatan kegagalan. Bahkan tragisnya, kepemimpinan lokal dengan visi-misi ekologis tidak (pernah) ada. Sejak era reformasi bergulir, kita terpaku pada peralihan kekuasaan dari pusat ke daerah dalam porsi yang tidak wajar sehingga masalah ekologis menjadi terabaikan. Hal ini tampak jelas sekali dalam masalah pembalakan liar (kenapa media tidak menggunakan kata penghancuaran hutan?).
Harus diakui bahwa jika ada kampanye calon pemimpin (presiden, legislatif, dan kepala daerah) yang mengedepankan masalah ekologis sudah dapat dipastikan tidak akan laku dijual kepada masyarakat. Pendidikan gratis, pelayanan kesehatan gratis, dan penyediaan lapangan kerja, adalah komoditas politik yang sangat laku sekali di masyarakat kita. Praktis isu-isu pembalakan hutan, penanaman pohon, penanganan kebakaran hutan, dan seterusnya, adalah komoditas politik yang terpinggirkan dari hiruk pikuk pemilihan pemimpin.
*) Pencinta lingkungan, tinggal di Solo
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar