Senin, 16 April 2012

DEMOKRASI TOLOL VERSI SARIDIN

Emha Ainun Nadjib
http://sudisman.blogspot.com/

Saridin bukan tidak sadar dan bukan tanpa perhitungan kenapa dia memilih nyantri ke pondoknya Sunan Kudus. Saridin itu tipe seorang murid yang cerdas dan mengerti apa yang dilakukannya.

Harap dimengerti murid itu bukan padanan kata dari siswa atau student, sebagaimana manusia zaman modern memaknainya secara tolol. Memang manusia dalam kebudayaan dan peradaban modern kerjanya selalu melawak. Mereka lucu, dan bahkan sangat lucu karena mereka sendiri tidak sadar bahwa mereka lucu.

Coba lihat saja. Di dunia modern ada yang namanya universitas. Wah gagahnya bukan main lembaga pendidikan tertinggi ini.

Penuh gengsi dan keangkuhan. Kalau sudah lulus darinya, orang di sebut “sarjana.”

Padahal sesungguhnya Saridin membuktikan sendiri bahwa para pelaku lembaga pendidikan dunia modern ini ndagel atawa melawak. Mereka pura-pura bikin universitas adalah manusia universal.

Padahal nanti para sarjana keluaran universitas itu kualitas dan cakrawala pandangnya tak lebih dari manusia fakultif.

Anak-anak didik usianya sudah dewasa ini tetap saja kanak-kanak sampai tua, karena sudah bertahun-tahun di universitas masih saja terbuntu di kualitas fakultif atau bahkan jurusan.

Apa begitu itu namanya, kata Saridin, kalau bukan ndagel.

Kalau remaja-remaja itu berangkat ke universitas, ngakunya pergi kuliah. Istilah itu dari bahasa Arab: kulliyah. Artinya, suatu keberangkatan intelektual, mental, spiritual dan moral menuju taraf kosmopolitanisme.

Segi lawakannya menurut Saridin terletak pada kenyataan bahwa sebenarnya mereka bukan berangkat kuliah, melainkan berangkat juz’iyyah. Ya yang diterangkan di atas tadi: juz’iyyah itu artinya berangkat memahami sesuatu secara sektoral, secara fakultatif dan parsial.

Seandainya mereka bukan pelawak, tentu setiap keberangkatan juz’iyyah akan selalu pada akhirnya diorientasikan atau dikembalikan lagi ke spektrum kulliyah atau universalitas.

Tapi karena tradisi demikian tidak menjadi habitat utama budaya pendidikan manusia modern, maka hasilnya adalah kesempitan.

Umpamanya kalau mereka disodori pakaian oleh Saridin dan tanyakan kepada mereka “apa ini?” mereka paling menjawab “ini baju, ” atau ini celana,” ini cawet.” Atau ini dasi.”

Mereka tidak pernah menjawab-ini kain, ini benang,” ini kapas” ini serat-serat,” atau mungkin ini kerjasama antara alam ciptaan Tuhan dengan teknologi ciptaan manusia.”

Pendeknya pada kesimpulan Saridin, jangkauan ilmu mereka atau dangkalnya kedalaman pengetahuan mereka itu hanya bisa diterangkan melalui dua kemungkinan acuan. Kalau tidak bodoh, ya itu: ndagel.

Kalau pembicaraan kita sampai pada soal “dasi” atau “sepatu” , yang merupakan ciri-ciri terpenting dari eksistensi manusia modern, lebih terasa lagi lawakannya. Kalau sudah mengingat itu, Saridin tersengguk-sengguk karena tawa dantangisnya menjadi satu keluar dari mulut dan matanya.

Dasi itu menurut pemahaman Saridin adalah benda yang benar-benar tidak bisa dipahami apa kegunaannya, kecuali untuk siap-siap kalau sewaktu-waktu pemakainya ingin kendat atau bunuh diri dengan carta menggantung diri atau menjerat leher.

Kebudayaan manusia modern selalu menjelaskan dasi dalam konteks sopan santun, kepribadian dikaitkan atau apalagi ditententukan oleh seutas kain yang dikaitkan menggelilingi leher.

Benar-benar sangat lucu. Saridin khawatir Tuhan sendiri bisa geleng-gelng kepala karena kelucuan dasi ini tingkatnya benar-benar rendah. Kepribadian itu maslah software, soal batin, mutu nilai yang rohaniah sifatnya. Kok dilawakkan melalui seutas dasi. Alangkah tidak bermutunya lawakan manusia modern.

Apalagi masalah sepatu. Pakailah sepatu, kata Saridin menirukan seseorang yang pernah didengarnya di abad 20, agar kakimu terlindung dari duri atau kerikil tajam.”

Padahal para pemakai sepatu justru cenderung menolak untuk berjalan di jalanan. Mereka justru lebih sering melangkahkan kaki kelantai yang dipakai karpet tebal dan empuk.

Lantas seseorang melanjutkan, tapi sebelum pakai sepatu, pakailah dulu kaos kaki, untuk melindungi kakimu dari sepatu, agar tidak mlicet.”

Di sinilah, menurut studi Saridin , puncak lawakannya. Orang yang disuruh pakai sepatu dan kaos kaki pasti kebingungan, jadi sebenarnya sepatu ini melindungi kaki ataukah mengancam kaki, sehingga kaki harus dilapisi dengan kaos kaki?”

***

Oleh karena itu,sejak abad 16 Saridin sudah sadar untuk tak mau di ranjau oleh kebodohan yang canggih atau kepandaian yang ndagel versi kebudayaan modern. Maka ia mateg aji menjadi murid.

“Murid” itu kata subyek yang berasal dari kata kerja arada, yuridu, muridan. Artinya: seseorang yang berkendak. Ingat kata iradat Tuhan? Artinya kendak Tuhan.

Saridin menjdai muridnya Sunan Kudus karena ia sendiri yang berkehendak untuk itu. Juga ia sendiri yang berkehendak, atau menjadi subyek yang menghendaki segala macam yang menyangkut ilmu dan pengalaman hidup yang akan dialaminya dari Sang Sunan.

Dengan kata lain, sesungguhnya Saridin sendiri yang menyusun kurikulum kesantriannya. Itu namanya murid. Kalau seseorang datang ke pesantren atau sekolah lantas pasrah bongkokan dan mulutnya mengangga melulu menunggu apa saja terapan kurikulum yang telah disediakan, itu namanya murad . Artinya, orang yang kehendaki.

Memang sih pesantrennya Sunan Kudus sudah memiliki kuyrikulum, sistem pendidikan dan metoda pengajaran tersendiri. Tetapi itu sekedar bahan dan masukan bagi Saridin. Tetapi si Saridin sendiri yang kemudian mengatur dan menguasai kurikulum itu di dalam dirinya sendiri.

Jadi pada hakekatnya pesantren Saridin terletak di dalam otaknya Saridin itu sendiri. Sekolah Saridin berdiri di dalam hitungan akal sehat Saridin sendiri. Universitas Saridin berlangsung di dalam metoda dan proses belajar atau kaifiyah intelektual-spiritual Saridin sendiri.
Itulah sebabnya ia sungguh-sungguh seorang murid.
***

Menurut pandangan Saridin, sikap menjadi murid adalah perwujudan demokrasi pendidikan. Kalau ia hanya murad, berarti ia menyediakan diri untuk ditindas. Padahal Saridin tahu, di dalam Islam, orang dilarang menindas, dan lebih dilarang lagi untuk bersedia ditindas.

Tapi jangan lupa pengetahuan tentang demokrasi itu pasti Saridin ambil dari dunia modern juga. Jadi jangan seratus persen percaya kalau Saridin begitu mbagusi ketika mentertawakan kebudayaan modern. Sebab sesungguhnya ia juga banyak belajar kepada segala sesuatu mengenai modernitas dan modernisme.

Bahkan ada bulan-bulan di mana ia salah menerapkan prinsip demokrasi ketika mengikuti pengajaran dan pendidikan yang diselenggarakan oleh Sunan Kudus.

Ketika Sang Sunan meminta Saridin membuktikan hapalan Qur’annya, satu juz saja, di depan para santri lainnya-dengan mantap ia menjawab: “Sunan, adalah hak asasi saya untuk memilih apakah saya perlu menghapalkan Qur’an atau tidak.”

Demokrasi bagi Saridin ketika itu, bertitik berat pada prinsip hak asasi manusia.

Ketika ia diminta mempraktekkan jurus jalan panjang ketika dilatih silat, Saridin juga menjawab: “Saya sendirilah yang berwenang untuk mempraktekkan jurus itu sekarang . Tidak seorangpun bisa memaksa saya” .”

Tapi sebelum selesai kalimatnya, Sunan Kudus mendadak menghampirinya dan menyerbunya dengan berbagai jurus. Saridin kepontal-pontal, pontang-panting, terjatuh-jatuh, terluka dan keseleo.

“Kalau kamu tidak sanggup menjadi pendekar, jangan bersembunyi di balik kata demokrasi!” kata Sunan Kudus sambil mencengkeram leher Saridin yang terengah-engah.

(Demokrasi tolol versi saridin/Zaituna/1998/PadhangmBulaNetDok)
Dijumput dari: http://sudisman.blogspot.com/2009/10/demokrasi-tolol-versi-saridin.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati