Selasa, 06 Maret 2012

[Perempuan] Inggit Putria Marga

Frans Ekodhanto
Koran Jakarta, 14 Agu 2011

PEREMPUAN ini lebih memilih puisi karena sangat misterius. Menurut dia, puisi mengundang banyak persepsi, tafsir, lebih menantang, dan lebih menuntut kompleksitas.

Di kamar hotel 317 yang terletak di salah satu jantung Kota Palembang, beberapa waktu lalu, Inggit berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang proses kreatifnya. Dari bibirnya yang basah, terucap rangkaian cerita pada masa kecil hingga menjadi penyair papan atas.

“Sebenarnya saya suka dengan karya sastra sejak kecil. Saya hidup di lingkungan keluarga yang banyak menjadi guru bahasa Indonesia,” ujar dara kelahiran Lampung, 25 Agustus 1981, ini.

Sejak duduk di bangku sekolah dasar, ia gemar membaca buku-buku sastra lama Indonesia, seperti karya Marah Rusli dan Sultan Takdir Alisabana. Buku-buku tersebut membuatnya mulai tertarik dengan sastra Indonesia, terlebih ketika menemukan cerita yang terkadang membuatnya terhanyut dalam aliran cerita. Sebuah cerita yang membawanya pada khayalan, selanjutnya membuatnya hadir dan hidup dalam cerita.

Tak mengherankan jika ia gandrung dengan pelajaran bahasa Indonesia, khususnya mengarang. Lewat pelajaran bahasa Indonesia itu pula ia menemukan pelajaran menganalisis puisi di bangku SMP dan SMA. “Sejak saat itulah saya mulai menyukai sastra,” cetus dia.

Namun, saat melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan tinggi, pililihan kuliahnya di Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Walau begitu, ia tetap berusaha konsisten dengan kata hatinya untuk menggeluti dunia sastra. Karena itu, ia mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni pada divisi teater dan sastra.

Di sana ia mulai belajar dan berkenalan dengan penyair-penyair Lampung. “Memang saat itu saya masih kroco, namun sejak saat itu pulalah saya mulai kenal dengan penyair-penyair Lampung dan mulai mengikuti diskusi demi diskusi, workshop, dan mulai menulis serta kirim karya ke media,” jelas perempuan yang pernah menyandang juara satu Pekan Seni Mahasiswa Nasional 2004.

Intinya, Inggit mengenal sastra dan mempelajarinya sejak SD, SMP, SMA, akan tetapi memulai menulis puisi secara serius sejak kuliah. Waktu itu, kali pertama karyanya dimuat di media lokal Sumatra, seperti Lampung Post dan Sumatera Post.

Selama proses kreatif, ia lebih banyak menulis puisi dan sesekali menulis cerpen. Ia lebih memilih puisi karena baginya, puisi sangat misterius. Puisi mengundang banyak persepsi, tafsir, lebih menantang, dan lebih menuntut kompleksitas.

Pun tentang cara penyampaian dengan segala peraturan yang dimiliki puisi. Semacam kalimat yang tidak terlalu panjang, tidak terlalu singkat, tetapi masih memiliki kekayaan makna, persepsi, dan interpretasi.

Kesulitan

Meski demikian, sama dengan penulis pemula lainnya, ia juga kerap menemukan kesulitan demi kesulitan, terlebih ketika memulai menulis. Beberapa kesulitan itu ialah cara menulis puisi itu sendiri (konsep), memilih judul yang baik, memakai kata-kata (diksi) yang bisa mewakili isi pesan, tanda baca, serta awalan dan akhiran yang secara keseluruhannya juga harus dipelajari.

“Hal-hal itulah yang kemudian membuat saya nyaman dengan puisi. Yang pasti, ketika menulis puisi, saya menemukan sebagian dari diri saya dalam puisi tersebut, dan saya bahagia ketika menulisnya. Dengan menulis puisi, diri saya seperti hidup,” tandasnya.

Selain menulis puisi, Inggit melakukan proses kreatif seni dan sastra lainnya. Sebagai contoh, semasa kuliah, ia sempat mentas teater, tur keliling Sumatra, juga sempat pentas di TIM (Taman Ismail Marzuki, Jakarta). Tapi ketika main teater, ia merasa ada sesuatu yang tidak terekspesikan, dan itu bisa terekspresikan ketika menulis puisi. Artinya, ia lebih mendapatkan kepuasan ketika menulis puisi ketimbang main teater.

Setelah 10 tahun berproses, mulai dari tahun 2000 hingga 2010, akhirnya Inggit membuat antologi puisi tunggal. Ia mengemas beragam tema sedemikian rupa dengan judul besar Penyeret Babi. Respons konkret yang ia dapatkan dari antologi puisi tersebut adalah sebuah penghargaan Khatulistiwa Literary Award 2010.

Meski nama Inggit telah melambung hingga dipercaya mengisi acara-acara sastra ke pelbagai negara, ia tetap seorang perempuan yang rendah hati. Setidaknya, itu tecermin saat menyikapi dikotomi antara penyair senior dan junior yang terjadi sejak dulu.

Dikotomi tersebut juga pernah ia alami ketika baru menggauli puisi. Sekitar tahun 2005-2006, ia dan beberapa kawan sempat disebut sebagai penyair ilegal karena belum memiliki KTP kepenyairan (antologi puisi tunggal).

Karena itu, menurut dia, dikotomi sebaiknya diabaikan. Apalagi jika parameternya adalah umur. Sebab, meskipun seseorang telah berkarya bertahun-tahun, jika puisinya tidak bagus, secara artistik, estetik, kepenulisan, dan lainnya tidak memenuhi syarat, puisinya layak dikatakan tidak bagus.

Akan tetapi apabila ada penyair yang masih balita namun karyanya bagus, mau tidak mau penyair tersebut harus diakui, terlebih secara kekaryaan dan tidak boleh dijegal-jegal. “Artinya ketika kita ingin melihat seseorang (penyair), tentu kita juga harus melihat karyanya, bukan melihat background-nya,” pungkas Inggit. frans ekodhanto

Mencari Kesempurnaan

Berharap karyanya tidak seperti gelembung sabun. Inggit Putria Marga memilih jalan hidupnya sebagai penyair. “Jalan hidup saya adalah puisi. Saya berharap karya saya bisa lebih sempurna, bisa lebih tidak serupa dengan karya yang sebelumnya. Karena kalau tidak berubah, itu artinya sama saja kita tidak hidup,” tandas dia.

Ia berharap karyanya tidak seperti gelembung sabun yang banyak, selanjutnya meledak, hanya menghadirkan kehampaan demi kehampaan saja. “Maka untuk mengisi kehampaan tersebut, tidak perlu buru-buru, harus ada proses yang intens, baik dengan diksi, tema, dan dengan hal-hal lainnya,” tuturnya.

Selain sibuk menulis puisi, Inggit rajin menghadiri kegiatan-kegiatan sastra, baik yang diadakan di dalam negeri maupun luar negeri. Beberapa waktu lalu, misalnya, ia hadir dalam ajang Pertemuan Penyair Nusantara (PPN V), Palembang. Tahun lalu, ia juga hadir sebagai pembaca puisi dalam sebuah festival di Pangkor, Malaysia, dalam acara Festival Puisi Antarbangsa.

Menurut dia, kegiatan semacam itu bisa mempererat silaturahim antar penyair. “Lebih dari itu, penyair bisa saling berbagi pengalaman tentang kondisi perpuisian di daerahnya serta proses kreatif para penyair itu sendiri,” ujar dia.

Proses kreatif setiap orang tentu berbeda antara satu dan lainnya. Menurut dia, setiap orang punya peraturan dan tingkat kesempurnaan puisinya masing-masing. “Kalau saya sendiri, terlebih pada saat sekarang ini, ketika menulis puisi untuk menghasilkan satu karya saja membutuhkan waktu yang lama. Bahkan puisi saya yang mulai ditulis sejak Mei 2011, sampai dengan sekarang belum tunai,” jelas Inggit.

Di sela-sela menekuni dunia sastra, lulusan Fakultas Pertanian Lampung ini punya hobi menjalani kehidupan nyata, yaitu bertani. Kegiatan ini memberikannya kesempatan menerapkan apa yang pernah dipelajarinya di bangku kuliah.

Inggit Putria Marga

Tempat, tanggal lahir : Lampung, 25 Agustus 1981
Karier : Menulis puisi
Hobi : Bertani
Pendidikan : S-1 Universitas Lampung

Prestasi:
5 Besar Anugerah Khatulistiwa Literary Award 2010
100 Puisi Terbaik Indonesia-Pena Kencana 2010
60 Puisi Terbaik Indonesia 2009
Anugerah Kebudayaan dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata 2005.
Juara 1 Pekan Seni Mahasiswa Nasional 2004.
Juara 2 Festival Krakatau 2004

Riwayat Festival:
Festival Puisi Antar Bangsa-Pulau Pangkor, Perak, Malaysia, 2010
Ubud Writers Festival, 2009
Festival Sastra Internasional di Utan Kayu, 2005

Dijumput dari: http://ulunlampung.blogspot.com/2011/08/perempuan-inggit-putria-marga.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati