Senin, 19 Maret 2012

KELINDAN TRAGEDI DAN EKSOTISME

Maman S Mahayana *
http://mahayana-mahadewa.com/

Hanna Fransisca, Konde Penyair Han (Jakarta: Katakita, 2010), 141 halaman.

Kwee Tek Hoay, awal tahun 1900-an. Perintis sastra Indonesia ini berhasil membangun tradisi berdiskusi di kalangan penulis peranakan Tionghoa. Ia juga kerap menghidupkan pantun dan syair dalam pesta para nyonya Tionghoa. Pada zamannya, sastrawan peranakan Tionghoa—sebagaimana dicatat Claudine Salmon—berhasil menyebarkan karya-karyanya ke seantero negeri ini. Sesungguhnya, dari situlah langkah perjalanan sastra Indonesia dalam tradisi cetak, dimulai!

Tetapi, kekuasaan kolonial Belanda, membelokkan perjalanan sejarah. Sastra yang ditulis kelompok etnik ini menjadi sesuatu yang dianggap rendah, marginal, dan berada di luar mainstream. Ia dikesankan eksklusif. Perlahan-lahan, kabar beritanya hilang: tenggelam atau ditenggelamkan. Lalu, pada zaman Orde Baru, hampir semuanya berubah: sastrawan atau bukan, beramai-ramai menyembunyikan marga dan identitas diri: berganti nama Indonesia yang tak jelas cantelan akar budayanya.

***

Kini terbit antologi puisi berjudul Konde Penyair Han karya Hanna Fransisca (Jakarta: Katakita, 2010, 141 halaman). Siapakah gerangan penyair Han ini? Ia keturunan etnis Tionghoa, asal Singkawang. Lalu masih perlukah persoalan etnik dibincangkan ketika zaman telah berubah dan kita merayakan keberbagaian dalam keindonesiaan? Tentulah perkara etnik dalam wilayah politik sudah usang dan sejak lama usai. Tetapi, sejauh mana kekayaan etnisitas muncul dan menjadi ruh keseluruhan puisinya, sebagaimana banyak diusung sastrawan yang lahir dan hidup dalam lingkungan kultur etnik?

Bagaimanapun, judul mesti dicurigai ada implikasinya pada isi. Bukankah kata Han di sana mengisyaratkan sebuah ras yang punya sejarah panjang ketika berhadapan dengan bangsa Mongolia atau Tibet? Jika tidak, atau sekadar sapaan: Hanna, tentu ia boleh dianggap coba menderetkan nama di antara —menyebut beberapa— Eka Budianta, Tan Lioe Ie, Kurniawan Junaedhie, Wilson Tjandinegara, Medy Loekito, atau bahkan Abdul Hadi WM? Jika gagal bertahan, seperti pernyataan Budi Darma yang memlesetkan larik puisi Chairil Anwar: sekali (tidak) berarti, setelah itu mati, maka kehadiran antologi ini, anggaplah sebagai perayaan sesaat, dan setelah itu tenggelam dalam tidur panjang.

Ada 66 puisi dalam buku ini dengan sebuah ulasan penyair kondang yang juga gurubesar FIB-UI, Sapardi Djoko Damono. Seperti lazimnya ekspresi puitik dalam proses kreatif, ada tema-tema yang pengucapannya cukup diselesaikan dalam dua sampai tujuh larik saja, sehingga membentuk puisi pendek. Dari sekitar 18-an puisi pendek itu, di antaranya, coba bermain dengan citraan (image), meski tak cukup kuat untuk menghidupkan saklar asosiasi yang mengisyaratkan sebuah tema tentang sisi kehidupan. Penyair seperti hendak mewartakan sesuatu yang datang selintasan (“Hujan Puisi” atau “Kail”). Keinginan untuk mengangkat keindahan bahasa atau kesamaan bunyi, lebih menonjol dibandingkan semangat mengeksploitasi citraan. Padahal, substansi dan kekuatan puisi, justru terletak dalam citraan. Meski tak ada larangan menulis model puisi apa pun, problemnya segera tampak ketika kita coba membandingkan puisi “Malam Pengantin, 1” dan “Malam Pengantin, 2” yang lebih asosiatif, lantaran penyair punya kesempatan memanfaatkan metafora dan sarana simbolisme.

Meski begitu, dalam puisi lain yang mendominasi keseluruhan antologi ini, penyair laksana tak punya pilihan kecuali menyampaikannya sebagai puisi naratif. Sebagian besar, terasa seperti menawarkan banyak hal baru. Setidaknya, secara tematik: judul Konde Penyair Han mengisyaratkan tradisi sosio—kultural bangsa Han (Tionghoa) yang hidup di negeri ini, sekaligus menyajikan beberapa persoalan ketika kelompok etnik ini menyikapi posisinya dalam berhadapan dengan perubahan politik bangsa (: pemerintah) kita.

Pengucapan Hanna yang sederhana, mengalir begitu saja. Tak terhindarkan membawa ingatan subjektif saya pada gaya Li Tai Po (701—762), penyair Tionghoa zaman dinasti Tang (618—907). Meski kesederhanaan dan kejujuran ungkapkan perasaan pada diri Hanna, tak berhubungan dengan pemujaan pada anggur, sebagaimana penyair Li, setidaknya, puisi-puisi dalam antologi ini, tak terjebak pada gerak bahasa yang diindah-indahkan, atau disajikan begitu rumit, sehingga sulit dipahami. Kemengaliran segala perangkat puitiknya itulah salah satu kekuatan antologi ini.

Dalam puisi-puisinya yang lain, ada suasana getir yang mengingatkan pada cerita klasik Liang Shan Bo dan Zhu Ting Tai karya Zhao Qing-Ge. Tetapi, Hanna tak mengisahkan tragedi cinta, melainkan tragedi etniknya di negeri yang sangat dicintainya. Di sinilah, puisi menjadi pewarta yang baik tentang: kultur, kepercayaan, tradisi, peristiwa, atau bahkan penganiayaan dan tindakan diskriminatif. Periksa sekadar menyebut beberapa—puisi “Air Mata Tanah Air”, “Puisi Mei”, “Di Sudut Bibirmu Ada Sebutir Nasi”, “Kepada Kerbau”, “Di Depan Kuburan Keluarga”, “Cap Go Meh”, atau “Surat buat Pahlawan”.

Dalam sejumlah puisi itu, kita seperti melihat dunia lain nun jauh di sana yang sesungguhnya bagian tak terpisahkan dengan kehidupan bangsa ini. Maka, kisah-kisah yang disajikan jadi terkesan eksotik, meski di sana tersimpan kepedihan ketika ia bercerita tentang tragedi dan duka marga etnik. Di luar kisah tragedi, bukankah tema-tema itu dulu pernah semarak lalu menghilang begitu lama. Oleh karena itu, apa yang dilakukan Hanna menjadi penting lantaran ia seperti menghidupkan kembali tema-tema dan gaya pengucapan yang sekian lama tenggelam. Dalam konteks itulah, Konde Penyair Han, sepatutnya ditempatkan.

*) Pengajar FIB-UI, Kini mengajar di Hankuk University of Foreign Studies, Seoul, Korea. ***

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati