Kamis, 09 Februari 2012

Sukat

Salman Rusydie Anwar
__Kedaulatan Rakyat, 20 Nov 2011

Menurut orang-orang dan terutama perempuan-perempuan yang ada di kampungnya, Sukat hanyalah lelaki biasa. Wajahnya sungguh tidak menarik, karena selain agak hitam juga ada bekas luka di pipi kiri dan dagunya yang membuatnya semakin tidak sedap dilihat. Tak hanya itu, Sukat juga dikenal sebagai lelaki pengangguran yang lebih banyak menghabiskan waktu siangnya dengan tidur di pos ronda dan jika malam pergi keluyuran entah kemana.

Namun bagi Sukat, mungkin seperti itulah cara terbaik menjalani kehidupan. Menurut Sukat hidup itu adalah sesuatu yang indah dan menyenangkan. Itu sebabnya ia tidak peduli terhadap omongan para tetangga yang sering mengata-ngatai dirinya sebagai lelaki tak bermasa depan. Begitupun Sukat selalu merasa masa bodoh jika kebetulan ia mendengar para orangtua mengingatkan anak-anak mereka untuk tidak menjadi manusia seperti dirinya.

“Belajar yang tekun, nanti bisa jadi pegawai, dapat pekerjaan enak dan hidup sejahtera. Tidak seperti Sukat yang pengangguran itu.”

Sukat tak pernah marah meski mungkin sudah ribuan kali ia mendengar omongan-omongan miring tentang dirinya. Kemarahan hanya akan membuat seseorang menjadi cepat tua, dan Sukat tak ingin dirinya lekas tua, lalu lapuk dan tak berdaya. Beruntung kalau kelak ia berkeluarga, punya anak dan anak-anaknya masih mau mengurus dirinya. Tapi bagaimana kalau seperti orang-orang kota yang sibuk, yang merasa enggan mengurus orangtua mereka yang sudah renta sehingga panti jumpo selalu menjadi pilihan yang tak bisa ditawar-tawar? Tentu saja Sukat tak ingin seperti itu. Bahkan membayangkan saja Sukat merasa sedikit ngeri.

Seperti siang itu di dalam gardu, Sukat sudah bersiap-siap dengan bantalnya. Hari ini ia merasa sangat mengantuk karena semalam habis bergadang dengan teman-temannya saat nonton wayang golek di kampung sebelah. Dan seperti biasanya, Sukat akan berkhayal tentang apa saja yang membuat dirinya senang dan lekas tertidur. Sukat memang suka berkhayal. Dan mungkin karena berkhayal tidak membutuhkan biaya mahal, maka banyak sekali yang Sukat khayalkan.

Kemarin-kemarin Sukat berkhayal betapa enaknya menjadi seorang artis. Di mata Sukat, artis ibarat seorang nabi yang segala perkataan, tindakan dan kebiasaan-kebiasaannya menjadi perhatian banyak orang dan bahkan tidak sedikit yang mengikutinya. Dan yang lebih penting adalah, artis selalu memiliki uang banyak, selalu wangi, hidup mewah dan tak pernah menderita.

Dan siang itu khayalan tentang artis kembali datang menggoda Sukat setelah sebelumnya ia sudah menguburnya dalam-dalam. Sukat berpikir, mungkin tidak salah mengikuti saran beberapa sahabatnya yang menyuruh dirinya ikut audisi yang banyak digelar oleh beberapa stasiun televisi.

“Meskipun tampangmu tidak setampan Tom Cruise, Sukat, tapi dalam tubuhmu ada daya tarik yang sangat kuat yang dapat membuatmu menjadi seorang artis.”

“Artis terkenal. Ya, artis terkenal yang sering muncul di tivi-tivi.”

Dan Sukat tersenyum meski kemudian senyumnya hilang perlahan-lahan ketika secara tidak sengaja ia meraba pipi dan dagunya yang terdapat bekas luka di sana. Tak banyak yang tahu bagaimana bekas luka itu bisa tersemat di pipi dan dagu Sukat. Orangtua, tetangga dan teman-temannya percaya saja ketika Sukat mengatakan kalau bekas luka itu akibat karena dia terjatuh sewaktu berkunjung ke kota, ke rumah temannya.

Tetapi khayalan memang hanyalah sebuah khayalan yang harus berakhir ketika ia disadari sebagai khayalan. Khayalan Sukat tentang artis pun akhirnya pudar kembali saat ia menyadari betapa sesungguhnya tidak enak menjadi artis karena menurut dirinya hidup artis itu diatur jadwal dan kontrak. Setiap saat harus selalu berurusan dengan banyak orang seperti wartawan yang memburu untuk wawancara, foto-foto, minta tanda tangan dan sebagainya. Itu semua sungguh tidak membuat hidupnya jadi bebas. Apalagi beberapa hari yang lalu Sukat melihat berita tentang artis yang dipenjara akibat mengkonsumsi obat-obatan terlarang.

Hmm, orang boleh menyebut dirinya manusia pengangguran dan tidak bermasa depan. Tetapi Sukat sedikitpun tak pernah mencicipi obat-obatan macam itu meski teman-temannya yang lain sudah banyak yang kecanduan. Sukat membatin.

“Hidup ini terlalu indah untuk dinodai dengan obat-obatan seperti itu, Brur,” kata Sukat. Dan itulah alasan yang selalu dilontarkan Sukat setiap kali ada temannya yang mengajak untuk ikut mencicipi obat-obatan yang sangat dilarang pemerintah namun sayangnya tak pernah tuntas diberantas itu. Sukat benar-benar mengerti bagaimana menghargai kesehatan tubuhnya meski kata sebagian teman-temannya yang lain ia justru gagal memahami dan memperlakukan nasibnya dengan lebih baik.

Angin berhembus perlahan-lahan. Menerpa daun-daun mangga yang menaungi gardu di mana Sukat berbaring dengan santainya. Beberapa ekor burung kecil di atas pohon juga masih terdengar kicaunya. Sukat berhenti berkhayal tentang artis dan kemudian khayalannya mengembara ke bagian-bagian hidup yang lain sampai akhirnya ia berkhayal tentang suami.

Pertanyaan pertama yang muncul di benak Sukat saat berkhayal tentang sosok seorang suami adalah, apakah dirinya bisa menjadi seorang suami? Tepatnya suami yang baik? Sukat dihantui perasaan ragu untuk meyakinkan diri bahwa kelak ia akan hidup normal sebagaimana sahabat-sahabatnya yang lain yang sudah berkeluarga, punya anak, punya pekerjaan tetap. Kalaupun kelak ia berniat mencari istri, tentu saja ia harus mencari perempuan lain yang berasal dari luar. Bukan perempuan-perempuan dari desanya sendiri.

Sukat merasa kalau para gadis di desanya sudah menjadi perempuan matre. Harta, pekerjaan dan uang adalah pembicaraan utama yang akan mereka tanyakan saat ada orang datang untuk melamar. Mereka tidak mengerti bahwa sesungguhnya cinta berada di atas segalanya. Cinta yang membuat pasangan sebuah keluarga bertahan sampai kapanpun. Seperti sebuah lagu, cinta yang membuat segalanya begitu indah. Dan kalau ingat betapa matrenya gadis-gadis di desanya itu, Sukat merasa pasti akan gagal membina kehidupan rumah tangga. Ia tidak memiliki pekerjaan tetap selain seperti yang dituduhkan para tetangganya, menganggur. Orangtuanya tak memiliki cukup harta yang dapat diwariskan jika kelak mereka meninggal. Maka apa yang bisa diharapkan dari sosok suami seperti dirinya saat ini?

Sukat lalu teringat Miun, Bagir, Asep dan terakhir Gandes. Sahabat-sahabatnya itu pada akhirnya menyerah atas permintaan cerai istri-istri mereka yang terlalu banyak menuntut minta ini dan itu sementara pekerjaan mereka yang sebagian besar buruh pabrik sungguh sangat tidak memungkinkan untuk mewujudkannya. Masih beruntung Miun, Bagir, Asep dan Gandes punya pekerjaan meski hanya sebagai buruh. Sementara dirinya yang tak punya pekerjaan lain selain –kata orang- menganggur, apa tidak akan mengalami nasib lebih buruk dari mereka? Pikir Sukat.

Sukat terus berkhayal. Dalam khayalannya ia mencari kemungkinan-kemungkinan yang dapat menjadikan dirinya diterima sebagai suami. Oleh siapa saja. Di luar, langit yang semula cerah tiba-tiba menjadi mendung. Awan hitam tebal menyelimuti matahari. Sukat yang hampir saja terlelap jadi terjaga. Angin kencang yang disertai hujan deras menghilangkan rasa kantuk Sukat seketika. Sukat bangkit dan duduk sambil memandangi keadaan di sekitarnya. Tanpa sengaja Sukat meraba bekas luka di wajahnya. Ya, luka itu begitu terasa sekali di telapak tangannya. Bahkan masih jelas terasa bagaimana seseorang dulu telah menyematkan luka itu di wajahnya.

Sukat menatap hujan yang semakin deras dan ia jadi teringat bahwa dalam suasana hujan deras seperti itu, tepatnya sekitar dua bulan yang lalu di sebuah rumah di dalam kota, ia mendapat sabetan pisau dari seorang perempuan yang mencoba melawan saat dirinya mendatangi rumah perempuan itu untuk merampas kalung yang dipakainya.

Sukat tersenyum sendiri. Ia berpikir, justru akan lebih baik jika orang-orang di kampungnya ini tetap yakin bahwa dirinya adalah seorang pengangguran dari pada tahu siapa dirinya yang sebenarnya.

Sumber: http://www.facebook.com/note.php?note_id=279640472077197

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati