Salman Rusydie Anwar
__Kedaulatan Rakyat, 20 Nov 2011
Menurut orang-orang dan terutama perempuan-perempuan yang ada di kampungnya, Sukat hanyalah lelaki biasa. Wajahnya sungguh tidak menarik, karena selain agak hitam juga ada bekas luka di pipi kiri dan dagunya yang membuatnya semakin tidak sedap dilihat. Tak hanya itu, Sukat juga dikenal sebagai lelaki pengangguran yang lebih banyak menghabiskan waktu siangnya dengan tidur di pos ronda dan jika malam pergi keluyuran entah kemana.
Namun bagi Sukat, mungkin seperti itulah cara terbaik menjalani kehidupan. Menurut Sukat hidup itu adalah sesuatu yang indah dan menyenangkan. Itu sebabnya ia tidak peduli terhadap omongan para tetangga yang sering mengata-ngatai dirinya sebagai lelaki tak bermasa depan. Begitupun Sukat selalu merasa masa bodoh jika kebetulan ia mendengar para orangtua mengingatkan anak-anak mereka untuk tidak menjadi manusia seperti dirinya.
“Belajar yang tekun, nanti bisa jadi pegawai, dapat pekerjaan enak dan hidup sejahtera. Tidak seperti Sukat yang pengangguran itu.”
Sukat tak pernah marah meski mungkin sudah ribuan kali ia mendengar omongan-omongan miring tentang dirinya. Kemarahan hanya akan membuat seseorang menjadi cepat tua, dan Sukat tak ingin dirinya lekas tua, lalu lapuk dan tak berdaya. Beruntung kalau kelak ia berkeluarga, punya anak dan anak-anaknya masih mau mengurus dirinya. Tapi bagaimana kalau seperti orang-orang kota yang sibuk, yang merasa enggan mengurus orangtua mereka yang sudah renta sehingga panti jumpo selalu menjadi pilihan yang tak bisa ditawar-tawar? Tentu saja Sukat tak ingin seperti itu. Bahkan membayangkan saja Sukat merasa sedikit ngeri.
Seperti siang itu di dalam gardu, Sukat sudah bersiap-siap dengan bantalnya. Hari ini ia merasa sangat mengantuk karena semalam habis bergadang dengan teman-temannya saat nonton wayang golek di kampung sebelah. Dan seperti biasanya, Sukat akan berkhayal tentang apa saja yang membuat dirinya senang dan lekas tertidur. Sukat memang suka berkhayal. Dan mungkin karena berkhayal tidak membutuhkan biaya mahal, maka banyak sekali yang Sukat khayalkan.
Kemarin-kemarin Sukat berkhayal betapa enaknya menjadi seorang artis. Di mata Sukat, artis ibarat seorang nabi yang segala perkataan, tindakan dan kebiasaan-kebiasaannya menjadi perhatian banyak orang dan bahkan tidak sedikit yang mengikutinya. Dan yang lebih penting adalah, artis selalu memiliki uang banyak, selalu wangi, hidup mewah dan tak pernah menderita.
Dan siang itu khayalan tentang artis kembali datang menggoda Sukat setelah sebelumnya ia sudah menguburnya dalam-dalam. Sukat berpikir, mungkin tidak salah mengikuti saran beberapa sahabatnya yang menyuruh dirinya ikut audisi yang banyak digelar oleh beberapa stasiun televisi.
“Meskipun tampangmu tidak setampan Tom Cruise, Sukat, tapi dalam tubuhmu ada daya tarik yang sangat kuat yang dapat membuatmu menjadi seorang artis.”
“Artis terkenal. Ya, artis terkenal yang sering muncul di tivi-tivi.”
Dan Sukat tersenyum meski kemudian senyumnya hilang perlahan-lahan ketika secara tidak sengaja ia meraba pipi dan dagunya yang terdapat bekas luka di sana. Tak banyak yang tahu bagaimana bekas luka itu bisa tersemat di pipi dan dagu Sukat. Orangtua, tetangga dan teman-temannya percaya saja ketika Sukat mengatakan kalau bekas luka itu akibat karena dia terjatuh sewaktu berkunjung ke kota, ke rumah temannya.
Tetapi khayalan memang hanyalah sebuah khayalan yang harus berakhir ketika ia disadari sebagai khayalan. Khayalan Sukat tentang artis pun akhirnya pudar kembali saat ia menyadari betapa sesungguhnya tidak enak menjadi artis karena menurut dirinya hidup artis itu diatur jadwal dan kontrak. Setiap saat harus selalu berurusan dengan banyak orang seperti wartawan yang memburu untuk wawancara, foto-foto, minta tanda tangan dan sebagainya. Itu semua sungguh tidak membuat hidupnya jadi bebas. Apalagi beberapa hari yang lalu Sukat melihat berita tentang artis yang dipenjara akibat mengkonsumsi obat-obatan terlarang.
Hmm, orang boleh menyebut dirinya manusia pengangguran dan tidak bermasa depan. Tetapi Sukat sedikitpun tak pernah mencicipi obat-obatan macam itu meski teman-temannya yang lain sudah banyak yang kecanduan. Sukat membatin.
“Hidup ini terlalu indah untuk dinodai dengan obat-obatan seperti itu, Brur,” kata Sukat. Dan itulah alasan yang selalu dilontarkan Sukat setiap kali ada temannya yang mengajak untuk ikut mencicipi obat-obatan yang sangat dilarang pemerintah namun sayangnya tak pernah tuntas diberantas itu. Sukat benar-benar mengerti bagaimana menghargai kesehatan tubuhnya meski kata sebagian teman-temannya yang lain ia justru gagal memahami dan memperlakukan nasibnya dengan lebih baik.
Angin berhembus perlahan-lahan. Menerpa daun-daun mangga yang menaungi gardu di mana Sukat berbaring dengan santainya. Beberapa ekor burung kecil di atas pohon juga masih terdengar kicaunya. Sukat berhenti berkhayal tentang artis dan kemudian khayalannya mengembara ke bagian-bagian hidup yang lain sampai akhirnya ia berkhayal tentang suami.
Pertanyaan pertama yang muncul di benak Sukat saat berkhayal tentang sosok seorang suami adalah, apakah dirinya bisa menjadi seorang suami? Tepatnya suami yang baik? Sukat dihantui perasaan ragu untuk meyakinkan diri bahwa kelak ia akan hidup normal sebagaimana sahabat-sahabatnya yang lain yang sudah berkeluarga, punya anak, punya pekerjaan tetap. Kalaupun kelak ia berniat mencari istri, tentu saja ia harus mencari perempuan lain yang berasal dari luar. Bukan perempuan-perempuan dari desanya sendiri.
Sukat merasa kalau para gadis di desanya sudah menjadi perempuan matre. Harta, pekerjaan dan uang adalah pembicaraan utama yang akan mereka tanyakan saat ada orang datang untuk melamar. Mereka tidak mengerti bahwa sesungguhnya cinta berada di atas segalanya. Cinta yang membuat pasangan sebuah keluarga bertahan sampai kapanpun. Seperti sebuah lagu, cinta yang membuat segalanya begitu indah. Dan kalau ingat betapa matrenya gadis-gadis di desanya itu, Sukat merasa pasti akan gagal membina kehidupan rumah tangga. Ia tidak memiliki pekerjaan tetap selain seperti yang dituduhkan para tetangganya, menganggur. Orangtuanya tak memiliki cukup harta yang dapat diwariskan jika kelak mereka meninggal. Maka apa yang bisa diharapkan dari sosok suami seperti dirinya saat ini?
Sukat lalu teringat Miun, Bagir, Asep dan terakhir Gandes. Sahabat-sahabatnya itu pada akhirnya menyerah atas permintaan cerai istri-istri mereka yang terlalu banyak menuntut minta ini dan itu sementara pekerjaan mereka yang sebagian besar buruh pabrik sungguh sangat tidak memungkinkan untuk mewujudkannya. Masih beruntung Miun, Bagir, Asep dan Gandes punya pekerjaan meski hanya sebagai buruh. Sementara dirinya yang tak punya pekerjaan lain selain –kata orang- menganggur, apa tidak akan mengalami nasib lebih buruk dari mereka? Pikir Sukat.
Sukat terus berkhayal. Dalam khayalannya ia mencari kemungkinan-kemungkinan yang dapat menjadikan dirinya diterima sebagai suami. Oleh siapa saja. Di luar, langit yang semula cerah tiba-tiba menjadi mendung. Awan hitam tebal menyelimuti matahari. Sukat yang hampir saja terlelap jadi terjaga. Angin kencang yang disertai hujan deras menghilangkan rasa kantuk Sukat seketika. Sukat bangkit dan duduk sambil memandangi keadaan di sekitarnya. Tanpa sengaja Sukat meraba bekas luka di wajahnya. Ya, luka itu begitu terasa sekali di telapak tangannya. Bahkan masih jelas terasa bagaimana seseorang dulu telah menyematkan luka itu di wajahnya.
Sukat menatap hujan yang semakin deras dan ia jadi teringat bahwa dalam suasana hujan deras seperti itu, tepatnya sekitar dua bulan yang lalu di sebuah rumah di dalam kota, ia mendapat sabetan pisau dari seorang perempuan yang mencoba melawan saat dirinya mendatangi rumah perempuan itu untuk merampas kalung yang dipakainya.
Sukat tersenyum sendiri. Ia berpikir, justru akan lebih baik jika orang-orang di kampungnya ini tetap yakin bahwa dirinya adalah seorang pengangguran dari pada tahu siapa dirinya yang sebenarnya.
Sumber: http://www.facebook.com/note.php?note_id=279640472077197
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Kamis, 09 Februari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar