Eriyanti
Pikiran Rakyat, 30 Mei 2010
APA kabar syair dan pantun Melayu? Masih adakah karya sastra tertua ini dibuat pada era sekarang? Jangan-jangan tak pernah ada lagi karya syair dan pantun terbaru yang dibuat orang, kecuali “Gurindam Dua Belas” karya Raja Ali Haji yang bernilai religius dan monumental itu.
Asumsi itu ternyata keliru. Pada era kehidupan sastra, khususnya sajak (puisi) yang sudah begitu banyak jenis dan ragamnya — seperti puisi mbeling, puisi mini kata (haiku), puisi pesantren, puisi internet, dan masih banyak lagi — syair dan pantun masih dibuat orang. Seperti buku kumpulan syair dan pantun Bual Kedai Kopi karya Hj. Suryatati A. Manan dan Martha Sinaga yang diperbincangkan pekan kemarin di sebuah hotel di Bandung.
Buku berisi 19 syair dan 15 pantun dari Suryatati dan 35 syair dan 11 pantun karya Martha Sinaga ini, dibahas Ahmadun Y. Herfanda, Sides Sudyarto D.S., dan Matdon.
Suryatati A. Manan dikenal sebagai Wali Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau. Sementara Martha Sinaga dikenal sebagai wartawati penulis.
Namun persoalannya adalah apakah syair dan pantun sebagai bentuk sebuah kesaksian realitas manusia pada zamannya yang ditulis kedua penyair ini harus “steril” dari perubah-an? Padahal manusia terus berubah. Kebutuhan manusia dalam menggunakan bahasa sebagai media berekspresi notabene juga berubah. Akan tetapi, mengapa Ahmadun Y. Herfanda justru menganjurkan buku yang ini harus direvisi? Di sinilah titik diskursus mengapa diskusi yang dihadiri sebagian besar masyarakat Kepulauan Riau ini menjadi perdebatan menarik.
**
DALAM pandangan Sides, “Bual Kedai Kopi” bukanlah sebuah bualan, melainkan sebuah kesaksikan dua pribadi mengenai realitas sosial yang memancing kritik kedua penulis. Kesaksian dan kritik sosial itu dikemas dalam bentuk pantun dan syair.
Dengan demikian, antologi karya kedua penyair ini, menurut dia, mempunyai dua fungsi ganda. Di satu sisi, ke-dua penyair ikut melestarikan bentuk pantun dan syair sebagai genre sastra. Di sisi lain, mereka menyampaikan sumbangan pemikirannya berupa keprihatinan menyangkut lingkungan manusia dan lingkungan hidup yang sedang meradang akibat ulah sesama manusia.
Tentu saja, sudut pandang kedua penyair ini berbeda. Suryatati A. Manan sebagai orang yang memangku jabatan pemerintah banyak menulis tentang pekerja di jajaran birokrasi. Sementara Martha Sinaga yang mempunyai latar belakang sebagai jurnalis, banyak menyoroti berbagai hal tentang nasib dan kehidupan masyarakat luas.
Persamaan keduanya mencoba bicara jujur dan terbuka. Mereka juga berbicara apa yang mereka ketahui. Mereka tidak berbicara apa yang mereka tidak ketahui. Hasilnya, karya lugu yang disampaikan dalam bahasa merakyat, komunikatif, dan mudah dicerna oleh kalangan atas hingga pa-ling bawah. Keduanya memihak kepada kepentingan rak-yat, terutama kaum lemah terpinggirkan.
Sejak dulu, kata Sides, syair dan pantun telah memainkan peran dalam kebudayaan Melayu. “Gurindam Dua Belas” karya Raja Ali Haji sangat sarat dengan nilai religius. Sitor Situmorang termasuk penyair era kekinian yang menggunakan jiwa pantun untuk karya puisinya yang berjudul “Lagu Gadis Itali”.
**
SEDANG Almukarom Kyai Majelis Sastra Bandung ini, menyoalkan “Bual Kedai Kopi” pada muatan lokal dan profannya. Ia membandingkannya dengan sisindiran yang berkembang di Tatar Parahyangan.
Sebagai identitas lokal, “Bual Kedai Kopi” dapat dikenali dari judulnya. Kata “Bual” sudah menjadi penanda pragamatik kelokalan itu. Ini bagus, karena dengan pemilihan kata “Bual” sebagai judul, kedua penyair menyadari betul estetika lokal yang dipilihnya. Hal ini juga memperjelas dasar keberangkatan kedua penyair dari Kepulauan Riau. Bahkan lokalitas sebagai tanda ini tidak berhenti pada “kelokalan”, tetapi menjadi local genius karya sastra yang juga mengemban misi universal.
Ia menilai, pantun sebagai alat pemelihara bahasa, penjaga kata, dan mampu menjaga alur berpikir. Melatih sese-orang untuk berpikir tentang makna kata sebelum berujar.
Kendati begitu, Matdon juga menenggarai, telah muncul fenomena pantun dan syair profan yang berkembang di masyarakat. Meski pantun “jenis baru” ini keluar dari pakem pantun dan syair, keberadaannya lebih komunikatif di kalangan anak muda. Bahkan sejalan dengan fungsi pantun dan syair pada dasarnya, pantun dan syair profan ini kerap pula menjadi media komunikasi rekreatif yang menghibur. Contoh, Jaka Sembung bawa golok/teu nyambung goblok/ atau buah pepaya buah kendondong/orang kaya minta rokoknya dong/ dan seterusnya.
Bagi Matdon, pantun dan syair profan seperti itu sah-sah saja. Toh fungsi kata yang terangkum dalam bahasa dan terekspresikan dalam pantun dan syair sebagai genre sastra, pada hakikatnya adalah media komunikasi masyarakat pada zamannya.
Dalam kaitan “Bual Kedai Kopi”, Matdon senada dengan Sides. Dia lebih menyoroti pesan yang disampaikan kedua penulis. Menurut dia, Suryatati dan Martha merupakan penyair pantun dan syair yang telah menguraikan banyak tentang potret sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang dengan bahasanya yang lugas telah jujur berujar. Beberapa karya malah menunjukkan pengolahan kata dalam pantun dan syair di dalamnya, terasa sangat kental dan intens sehingga penyair mampu menggiring pembacanya pada wilayah empiris dalam memahami kehidupan.
**
BERBEDA dengan kedua pembicara ini, Ahmadun Y. Herfanda justru memperkarakan kedua penulis yang telah berani mengubah pola dan pakem pantun dan syair. Menurut dia, hal ini berbahaya karena akan mengubah definisi pantun dan syair yang telah diyakini dan dipahami selama ini.
Kedua penyair dengan lelua-sa mengubah pola pantun dan pola syair dengan lebih bebas. Bukan hanya pola pantun ab ab atau aa aa yang diubah, tetapi jumlah suku kata pun menyimpang dan tidak dihiraukan lagi. Padahal syair memiliki konvensi yang ketat, rimanya harus aa, dan kepanjangan baris 8-12. Syair diadopsi dari sastra Arab. Jumlah suku kata perbaris 8-12 suku kata perbaris dan pola suku kata terakhirnya “a” semua.
Sementara eksistensi pantun dan syair juga sudah menjadi common sense dan konvensi masyarakat Melayu. “Bagaimana mungkin pantun dan syair dibongkar-bongkar seperti ini, padahal bentuk pantun dan syair ada konvensinya,” ucap Ahmadun.
Kendati begitu, Ahmadun menilai, karya pantun dan syair milik Suryatati cenderung lebih tertib dibandingkan dengan karya pantun dan syair milik Martha. Hal ini bisa jadi dipengaruhi latar belakang kedua penyair. Surya-tati sebagai birokrasi yang cenderung masih memegang teguh aturan-aturan baku dan konvensi. Sementara Martha jurnalis yang cenderung “nakal” dengan ide-idenya sehingga memengaruhi pola dan rima pantun dan syair.
Padahal, setiap karya sastra itu, kata Ahmadun, ada genrenya masing-masing. Kalau saja kedua penyair menamakan “Bual Kedai Kopi” ini sebagai genre pantun dan syair bebas, mungkin keberadaannya tidak jadi “mengaburkan” definisi dan eksistensi pantun dan syair. Oleh karena itu, Ahmadun menganjurkan untuk merevisinya. “Atau bila kedua penyair terutama Martha ingin berekspresi lebih bebas dan leluasa, tuangkan saja dalam bentuk puisi. Bukan dalam bentuk pantun dan syair,” ucapnya.
Walaupun begitu, Suryatati dan Martha saat mempertanggungjawabkan karyanya mengatakan, “Bual Kedai Kopi” telah lahir dan menjadi kesaksian dari sebuah realitas manusia dan kehidupannya. Kalaupun karya itu dinilai telah menyimpang dan keluar dari konvensi pantun dan syair, biarkanlah pula menjadi penanda sejarah. “Tidak akan terlahir sebuah kebenaran tanpa kesalahan yang mencuat ke permukaan,” tutur Martha.
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2010/05/menyoal-pantun-dan-syair.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar