Rabu, 14 Desember 2011

Afrizal Malna dan Titarubi: Merajut Cinta Yang Hilang

Sabrank Suparno *
http://sastra-indonesia.com/

Bagi kalangan perteateran dan sastra (puisi), siapa yang tidak mengenal sosok melankolis Afrizal Malna? Tokoh yang disebut-sebut sebagai seniman multidimensi, tajam sebagai seniman, sekaligus peka sebagai sosiolog. Sosok kondang sebagai tokoh kontroversi di era-korup, kolusif terhadap kebijakan orba, sekaligus eksis menjumpai generasi kontemporer setelah rezim orba tumbang.

Logikanya, Afrizal Malna ‘mati kutu’ setelah orba lengser, tidak ada lagi yang wajib ditegakkan, diluruskan semasa era-revormasi, sebab, pada era-revormasi, anak ingusan pun bebas mengkritisi kebijakan kaum elit, terutama di bidang kesuastraan sekali pun. Bunuh diri dalam bahasa, adalah gambaran gamblang untuk menganalisa keputusasaan Afrizal yang mengarah bahwa konsekwensi dirinya sebagai sastrawan, pekerja puitika, serta pemerhati timbulnya gejala semiotika, semantika, filologis dst, sudah selesai. Artinya, mubadzir melontarkan gagasan pada era-revormasi yang melanjutkan tongkat estafet era-tinggalandas orba. Harusnya, selesailah tanggungjawab membenahi Indonesia. Bukan Indonesia tidak bisa dirubah, tetapi tidak mau berubah.

Kiranya tidak demikian dengan Afrizal. Ia sejenak mengepompong dari carut-marut berkesenian untuk melahirkan sublimitas karya selanjutnya. Gagasan video art, adalah ketajaman seorang Afrizal sebagai formula baru dalam menganalisa kekurangsempurnaan dalam bahasa tulis. Untuk menjelaskan kecepatan cahaya misalnya, Afrizal memproyeksikan dengan audio visual, lebih jelas diskripsinya dari sekedar bahasa tulisan. Bagaimana warna dan gerak cahaya, menentukan berapa tingkat kecepatan cahaya melesat.

Gejala rezim sastra, juga tak luput dari sorotan tajam Afrizal. Di negara-negara Barat, sastra masih berdisiplin pada media sastra khusus. Berbeda dengan Indonesia, koran tiba-tiba marak sebagai ajang pembangunan jatidiri sastrawan. Koran juga menjadi tolakukur perkembangan sastra. Padahal, koran dan televisi sekali pun kinerjanya tak luput dari intervensi pemilik saham yang menentukan ke mana ujung pendulum akan diarahkan. Orientasi koran, ialah orientasi bisnis: mana yang laku, bukan mana yang bermutu. Dari sini, sastra bergerak menuruti aturan media yang kerapkali diperankan berdasarkan mood editor, kawan seperjuangan, teman dekat, bahkan ada ulah editor yang konyol memuat karya para penulis berparas cantik, dengan harapan kemudian menelponnya dan selanjutnya, dan sebagainya. Gejala semacam ini mengakibatkan perkembangan sastra menjadi sekedar tipikal, tipograf, baku dan basi.

Dalam dunia teater pun demikian. Afrizal mulai menyembulkan elevasi voltase yang ia rakit sekian puluh tahun berkeliteran seputar perteateran. Buku Perjalanan Teater Kedua: Antologi Tubuh Dan Kata yang dicetak penerbit: iCAN Yogyakarta setebal 428 halaman ini merupakan proses metamorfosis Afrizal dalam memandang dunia teater dengan kacamata ‘tua’nya.

Teater ke dua yang dimaksut Afrizal ialah dokumentasi atas catatan-catatannya selama menyaksikan pertunjukan taeter, sedang teater pertamanya berupa pertunjukan teater yang sedang berlangsung. Selanjutnya pembaca buku Teater Kedua berposisi sebagai teater ke tiga dan selanjutnya.

Teater ke dua, berawal dari persinggungan kecil semasa kanak-kanak, di mana Afrizal sering berkeliaran di area parkir sekitar gedung pertunjukan: Wayang Orang Adhiluhung, Wayang Orang Bharata, Miss Tjitjih dan Bioskop Grand. Ketakutan Afrizal atas peran aktor yang ia saksikan di malam pertunjukan, terjawab ketika siang harinya Afrizal melihat aneka kostum horor yang dijemur berjajar di area parkir gedung tersebut (kawasan pasar Senen Jakarta). Dari sanalah Teater ke dua berlangsung, bahwa ketika pertunjukan usai, gelaran pentas ditutup, sesungguhnya teater sedang berpindah proses ke penonton, bagaimana mereka akhirnya menerjemahkan bahasa tubuh, kata serta ruang ke dalam laku hidup.

Afrizal menyinggung detail ketika mengantarkan buku cetakan I, 2010 tersebut dalam acara yang digelar Dewan Kesenian Jombang pada Minggu 10 April 1011 dengan tajuk: Launcing, Diskusi Teater dan Senirupa bersama Afrizal Malna dan Titarubi. Pendiskriptian Afrizal mengenai teater, bermula sejak orang bangun tidur, ke kamar mandi, beraktifitas dan seterusnya, di sanalah sesungguhnya manusia melangsungkan teater dalam dirinya, di mana sabun dan benda-benda masing-masing memerankan diri sebagai tokoh teater. Ayah, anak, ibu dalam percaturan rumahtangga, masing-masing berperan sebagai dirinya atau justru tidak berperan dalam posisisnya. Artinya, jika ditanyakan: bagaimanakah Indonesia menurut kacamata Afrizal? Maka jawabnya ialah sabun mandi, sintron televisi, praktek pemerintahan, kondisi perekonomian, sosial, budaya yang berlangsung. Kemudian jika terjadi kejanggalan dalam naskah teater hidup tersebut, mulailah terjadi pembongkaran secara stereotip terhadap pembacaan teater. Bahkan ketika menjawab pertanyaan salah satu audiens perihal hidup sesudah mati, Afrizal menjawab secara ringan bahwa bagi dirinya kehidupan itu, ya, hari ini, tidak ada pemaknaan setelah mati. Logikanya, mengapa harus memikirkan nanti, jika hari ini tak berbuat baik. Esensinya bukanlah hari ini atau nanti, tetapi seberapa tinggi nilai yang dapat dibangun.

Lahirnya buku Perjalanan Teater Kedua ini, dari proses pencetakan menjadi bentuk, merupakan lakon teater tersendiri yang disebut teater pertama. Namun saya melihat ada teks yang tidak tertulis dalam buku ini tetapi diperankan oleh penulis, yaitu politik bahasa. Kenapa Afrizal memakai kata ‘teater ke dua’, dan bukan diksi lain yang bermakna setara, misal: teater transformasi, teater total, teater bersambung dll. Kalau pun sah memilih kata ‘teater ke dua’, kesannya Afrizal terburu-buru. Rendra belum pudar dari julukan sebagai Bapak Teater Kesatu, sebagai rujukan atas perkembangan perteateran di Indonesia. Kata ‘teater ke dua’, sepertinya sengaja dihembuskan sebagai isyu konsesi atas pertanyaan: siapakah yang terpilih menggantikan Rendra?

Berbeda dengan Afrizal, Titarubi, sang istri perupa kondang Agus Suwage, juga merangkai senirupa yang digelutinya lebih komprehensip. Pakaian yang ia rajut dari pernak-pernik plastik seberat 25 kilogram, mendapat apresiasi hangat dari negara-negara Barat. Pada proyektorfiled yang dipresentasikan, Titarubi menjelaskan bagaimana korelasi antara warna, bentuk dan ekspresi modeling yang menggambarkan beban seberat 25 kilogram tersebut.

Contoh lain adalah karya Titarubi berupa patung yang sekujur tubuhnya dipenuhi guratan ayat-ayat Alqur’an. Ia berasumsi bahwa seluruh partikel yang mengontruksi struktur fisik adalah ayat-ayat kauniah. Yang menarik dari proses kreatifitas Titarubi ialah bagaimana ia menggali peletakan arah pencahayaan dari atas, depan, bawah pada patung tersebut yang tiap arah akan menghasilkan kalderalisasi muatan cahaya berbeda terhadap bayang penumbra. Cahaya dari atas, lebih menerangi hampir 80% posisi benda (QS: An nur).

Menjawab pertanyaan salah satu guru yang hadir tentang bagaimana menghubungkan seni dengan materi pelajaran lain-non seni-di sekolah, Titarubi menjelaskan secara teoritik Golden Ratio dari Pytagoras. Yaitu bagaimana sebuah proses seni diciptakan dengan menentukan komposisi keindahan yang ideal dengan cara menghitung secara matematis, berapa prosen dauran warna hendak dituangkan?

Tidak heran apa yang diungkap Nasrul Ilaihi (Cak Nas) selaku moderator, bahwa kebesaran Agus Suwage sebagai perupa kaliber nasional adalah backing kuat dari sosok istri tercinta: Titarubi.

*) Penulis lahir di Jombang 24 Maret 1975. Menulis esai, puisi, cerpen, cerkak bahasa nJombangan. Redaktur Bulletin Lincak Sastra. Team pengelola media Forum Sastra Jombang.blogspot.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati