Asarpin
http://sastra-indonesia.com/
Sudah banyak yang menggugat fenomen teater yang menampilkan dialog yang tidak cerdas dan hanya berlarat-larat sehingga tidak mempunyai ruang untuk persiapan batin seorang aktor, apalagi sampai menggarap detail di tingkat tubuh aktor. Wajar saja jika suatu waktu orang rindu lagi dengan teater monolog sebagai jalur alternatif menghadapi kebuntuan. Tapi ternyata tak mudah dan orang kembali ke teater dialog dengan mempelajari buku-buku aktor dari Constantin Stanislavski.
Seperti sudah banyak diketahui, Stanislavski adalah si empunya teater realisme yang punya pengaruh kuat di sini sejak jaman ATNI hingga Teater Garasi Yogyakarta dan Teater Satu di Lampung. Tak lengkap rasanya jika kita bicara panjang-lebar tentang teater realis kalau tidak menyitir Stanislavski. Salah satu aspek mustahak dalam teater realisme yang ditekankan Stanislavski adalah persiapan seorang aktor menjadi intelektual, punya bobot emosional yang terjaga baik, bukan cuma pemain. Stanislavski menekankan dialog dengan penafsiran secara liris kata demi kata, kalimat demi kalimat, sampai si aktor dapat merasakan kata dan kalimat itu.
Intonasi dialog, diksi yang bernyanyi, gestur dan mimik, dan berbagai prasyarat pelik, anehnya membuat Stanislavski tak mati-mati di negeri ini. Padahal masih diragukan apakah dalam mempelajari karya-karya Stanislavski calon aktor betah digembleng secara tahap demi tahap dengan merasakan secara praktik-pikiran-pikiran seni peragaan sastra Stanislavski. Walau banyak juga yang pernah mencak-mencak karena membuat teater Indonesia modern jadi seragam, lalu muncul Arifin C. Noer yang sempat menganggap Stanislavski bersama David Garrick hingga Steve Lim (Teguh Karya) telah lama mati.
Metode akting yang dikembangkan dari garis tebal realisme Stanislavski itu juga pernah dikritik Afrizal Malna, Remy Silado dan banyak lagi. Namun tokoh Teater Seni Moskwa itu tak juga mati. Para kru Teater Garasi tahun lalu harus menerjemahkan satu buku lagi karya Stanislavski: Membangun Tokoh (judul Inggris: Building A Character).
Di Lampung, Iswadi Pratama dekat sekali dengan arahan Stanislavski. Dalam melatih calon aktor, Iswadi secara fanatik menekankan keterampilan di bidang intonasi dialog dan sangat habitual pada bentuk-bentuk antara bacaan hafalan dan bacaan kata per kata, atau resiatif dan mentrastik. Mungkin karena begitu sulit mencari aktor berbakat, maka Iswadi jadi pengekor Stanislavski.
Kecuali beberapa aktor yang lahir dari Teater Garasi, dan sedikit dari Teater Satu (seperti Hamidah), tak banyak aktor mutakhir yang keberhasilannya bisa bertahan lama. Maka anjuran Iswadi agar para calon aktor terus membaca karya-karya Stanislavski tidak sia-sia, sebab setelah sosok Hamidah disebut oleh Tempo (15 Desember 2008) sebagai seorang diri yang sanggup menghadirkan dunia batin seorang perempuan yang terluka, dan dinobatkan majalah yang sama sebagai satu di antara aktor teater terbaik 2008, Iswadi tak bisa menyembunyikan keterpesonaannya pada Stanislavski.
Tentu saja Stanislavski masih mempesona untuk sebuah teater monolog, walau pun dialog paling mendapat tekanan dalam karya-karyanya. Dialah sang inovator, aktor, sutradara, dan kritikus teater Rusia yang pengaruhnya terhadap penekanan terhadap rasa kata atau diksi dan bernyanyi bisa kita lihat dalam lakon Nostalgia Sebuah Kota, Kenangan tentang Tanjungkarang karya Iswadi. Tak sia-sia, setelah di pentaskan kali pertama 2003 di Jakarta, lakon ini menyabet empat penghargaan sekaligus: Naskah Terbaik, Sutradara Terbaik, Grup Terbaik, dan Kelompok Artis Terbaik. Patutlah kita berbangga karena ternyata ada sutradara dari Lampung yang berkelas dan dapat disejajarkan dengan Yudi Ahmad Tajudin.
Sebagai sutradara, Iswadi menekankan bagaimana memberi bentuk fisik peran/karakter yang dimainkan sehingga citraan-citraan lahir maupun batin peran bisa sampai. “Bahkan, tidak jarang ada semacam keraguan di kalangan mereka untuk menentukan apakah aspek-aspek batin peran terlebih dahulu yang harus diserap aktor kemudian diberi bentuk fisik; ataukah citraan-citraan fisikal lebih dahulu yang dikejar aktor barulah ‘jiwa’ peran diberikan?“
Beberapa kali saya dengar kritikus teater menyebut tentang kekuatan sebuah teater justru ada pada person. John Perreault dan Michael Kirby mendedah lakon Oedipus, a New Work dan menemukan daya pukau dan daya sihir sebuah teater justru pada matrik tokoh dan kisahan yang menampakkan kekuatan person, alih-alih aktor.
Sambutan Tempo yang menobatkan Iswadi sebagai satu dari tujuh tokoh terbaik 2008 tak terlepas dari keberhasilan lakon Nostalgia Sebuah Kota, Kenangan tentang Tanjungkarang. Bukan semata-mata karena karyanya jadi penyelamat aktor, tapi karena gaya hibrid yang kuat, persenyawaan antar berbagai seni pertunjukan, pertemuan gerak balet dan serimpi, bahasa kebisuan dan ritme wicara yang puitis, intonasi yang terjaga, mimik yang khas, dan pengucapan epikal, bukan lirikal.
Dari sini kita tahu bahwa tokoh punya peran penting bagi teater, tapi bukan segalanya. Aktor yang baik tidak selalu baik karena piawai menampilkan dialog dan monolog batin, melainkan mampu menghubungkan momen batinnya dalam keadaan khusuk seperti orang semadi dengan sejumlah persyaratan lain yang tentu tidak sedikit. Teater dialog maupun monolog tetap membutuhkan semacam tempo-ritme. Dalam berbicara maupun membisu, bergerak maupun diam, kata Stanislavski, kita harus pula mengikuti tempo-ritme. Tanpa memperhatikan tempo dan ritme, sulit sekali dialog atau monolog berlangsung dengan intim dan khidmat.
Iswadi hampir sepenuhnya meyakini definisi aktor teater dari gabungan antara Stanislavski dan Goenawan Mohammad, di mana keterampilan seorang tokoh merupakan hal yang paling signifikan. Keterampilan dalam memahami, menghayati, dan memainkan peran serta menghidupkan pertunjukkan, untuk menjadikan seni pertunjukan menjadi suatu realitas tersendiri yaitu realitas pertunjukan teater, di mata Goenawan adalah hal paling mendasar. Terlebih lagi dalam teater monolog yang memang menempatkan aktor sebagai pusat gravitasi.
Tengok pernyataan Goenawan dalam Lakon dan Lelucon, betapa dekat dengan semangat esai Iswadi berjudul Buku ‘Penyelamat Aktor: “persoalan yang dihadapi oleh seorang sutradara dewasa ini“, kata Goenawan, adalah “ketika metode akting Stanilavsky tampaknya tidak pernah diikhtiarkan lagi dan ketika karya-karya yang sering dipanggungkan di Indonesia sekitar tahun 1950-1960-an (Chekhov, Ibsen, Strindberg, misalnya, atau beberapa lakon Indonesia oleh Motinggo Boesje dan Nasyah Djamin) tidak pernah muncul kembali.
Di pentas di Indonesia sekarang mungkin hanya Studi Teater Bandung yang masih meneruskan apa yang dulu dirintis oleh Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) dan tentu saja oleh Jim Adilimas. Kita tak pernah lagi menyaksikan Pinangan atau Kebun Cheri, di mana aktor dituntut menampilkan drama batin, karakterisasi, suasana hati (lebih penting ketimbang alur cerita), dengan fokus pada segi tragikomedi dari kejadian-kejadian yang sering banal“.
Beruntung buku Persiapan Seorang Aktor masih bisa saya baca di perpustakaan daerah Lampung, di mana Stanislavski meyakinkan saya melalui pengalaman personalnya tentang makna sesungguhnya dari monolog batin: “Jika aku berkesempatan untuk mengadakan hubungan batin dengan perasaanku sendiri dalam keadaan hening“, tulis Stanilavsky, “maka aku akan menikmatinya“.
Sekali pun dengan harga cukup mahal, kusempatkan membeli buku Membangun Tokoh karena di buku ini saya diajarkan bagaimana menubuhkan tokoh dengan penekanan pada aksen bicara, penokohan batin, mimik wajah, intonasi, jeda, diksi, keliatan gerak, tempo-ritme, dan seperangkat persiapan lain yang tak mudah .
Saya tahu sekarang bahwa teater monolog berhubungan erat dengan aktor yang memiliki sifat silent soliloquy. Tentu saja, monolog di atas panggung bukan hal yang mudah dikerjakan, seperti diakui sendiri oleh Stanislavski. Iswadi sendiri tampak lebih berhasil melakukan percakapan dengan diri sendiri dalam puisi, ketimbang di teater. Tapi monolog batin itulah yang juga sedang dicari bentuknya dalam tiap kali pementasan Teater Satu. Bahkan dalam lomba teater monolog beberapa tahun lalu di Lampung, Iswadi Pratama dan Ari Pahala mengeluh dengan sulitnya mencari teater monolog yang memenuhi selera dan dahaga keduanya.
Kala itu saya ingin mengatakan: kalian berdua terlampau ketat dibayangi Stanislavski sehingga penilaian pun begitu ketat. Dalam hal ini, Iswadi tampak secara harafiah mengikuti petuah Stanilavsky tentang bermain dalam diam. Dalam puisi, Iswadi lebih dekat dengan ucapan Carlos Fuentes: menulis dalam diam. Sebab siapa lagi yang dikenal cukup intim dalam menghadirkan semesta batin di tengah cuaca dramaturgi dan puisi yang tengah bergayut mendung, kecuali Iswadi.
Tak jarang saya membayangkan tokoh lakon Iswadi di atas panggung sedang berpegangan pada sebatang jerami kering, menarah keperihan dan kegelisahan dengan rintih-diam sambil membisikkan sajak Pushkin di akhir buku Membangun Tokoh Stanislavski: …“dari ketinggian/dapat memindai dengan mata berbinar/Lembah tempat tenda-tenda putih tersemat/Dan, jauh selespasnya, laut/serta layar terkembang melaju pesat“.
__________
*) ASARPIN, lahir di dekat hilir Teluk Semangka, propinsi Lampung, 08 Januari 1975. Pernah kuliah di jurusan Perbandingan Agama IAIN Raden Intan Bandar Lampung. Setelah kuliah, bergabung dengan Urban Poor Consortium (UPC), 2002-2005. Koordinator Uplink Lampung, 2005-2007. Pada 2009 mengikuti program penulisan Mastera untuk genre Esai di Wisma Arga Mulya, 3-8 Agustus 2009. Tahun 2005 pulang lagi ke Lampung, dengan membuka cabang Urban Poor Linkage (UPLINK). Di UPLINK pernah menjabat koordinator (2005-2007). Menulis esai sudah menjadi bagian perjalanan hidup, yang bukan untuk mengelak dari kebosanan, tapi ingin memuaskan dahaga pengetahuan. Sejak 2005 hampir setiap bulan esai sastra dan keagamaan terbit di Lampung Post. Kini telah beristri Nurmilati dan satu anak Kaila Estetika. Alamat blognya: http://kailaestetika.blogspot.com/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel GarcÃa Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar