Selasa, 13 September 2011

Indonesia (Tentu) Bisa Samai Korsel

Nelson Alwi *
http://www.ambonekspres.com/

Dalam rentang waktu relatif singkat, Korsel (baca: Korea Selatan), negeri yang porak-poranda sehabis Perang Korea (1950-1953) itu, muncul sebagai macan Asia yang menakjubkan.

Sekarang negara itu berada di posisi negara ke-11 terbesar di bidang perekonomian dunia. Sepuluh tahun ke depan diprediksi para pakar menembus peringkat ke-7, dengan 7 persen pertumbuhan ekonomi per tahun dan US$ 40.000 pendapatan per kapita.

Luar biasa. Sementara banyak negara semisal Indonesia masih terseok-seok dan terus-menerus berkutat dalam lingkar sebuah negara berkembang, Korsel berhasil melepaskan diri dari tradisi masyarakat agraris, menjelma menjadi negara modern.

Pertanyaannya adalah, apa gerangan ”resep” yang dipakai Negeri Ginseng itu sehingga begitu cepat menjadi negara dan bangsa yang sejahtera?

Koh Young Hun, Profesor di Program Studi Malay-Indonesia, Hankuk University of Foreign Studies, Seoul, Korsel, lewat tulisan berjudul “Korea Saja Bisa, Apalagi Indonesia” (2008) menengarai bahwa musuh terbesar yang harus ditaklukkan negara berkembang adalah kebodohan dan kemalasan, cikal bakal yang melahirkan kemiskinan.

Konon inilah yang disadari sepenuhnya oleh para pemimpin (di) Korsel dalam meletakkan dasar-dasar pembangunan bangsa dan, sejak awal 1970-an mereka bekerja ekstra keras mengubah sekaligus membentuk karakter rakyatnya menjadi manusia-manusia yang memiliki empat sifat utama.

Pertama “rajin”, lebih menghargai bekerja secara tuntas betapa pun kecilnya pekerjaan itu ketimbang bicara muluk-muluk tetapi tiada pelaksanaannya. Kedua “hemat”, yang tumbuh sebagai buah dari sikap rajin bekerja tadi.

Ketiga “self-help”, yang dijabarkan sebagai usaha mengenal diri sendiri dengan perspektif yang lebih baik, lebih jujur, dan lebih tepat di samping berupaya mengembangkan sifat mandiri serta rasa percaya diri. Keempat “kooperasi” atau kerja sama, yang bermakna mempersatukan individu dan masyarakatnya dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan rasional.

Sebagaimana dikemukakan Steven J Rosen melalui buku The Logic of International Relation (2000), dalam teori pembangunan dikenal dua aliran pendapat-yang secara prinsipal saling bertolak-belakang-menyangkut maju serta tidak kunjung majunya sebuah negara berkembang.

Aliran yang pertama memandang keterbelakangan dan kemiskinan mutlak disebabkan faktor internal. Sementara itu, yang kedua beranggapan bahwa kemiskinan dan keterbelakangan disebabkan dominannya pengaruh eksternal.

Terkait ini Korsel berpendapat bahwa proses pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di sebagian besar negara terhambat akibat rendahnya tingkat produktivitas yang berhubungan erat dengan tingginya kemubaziran dan ketidakefisienan sosial.

Sementara itu, aliran yang kedua disimpulkan sebagai teori yang selalu mencari kambing hitam. Pepatah Melayunya, kata Profesor Hun, “karena awak tak bisa menari, lantai pula yang disalahkan.”

Bangsa Indonesia, menurut hemat kita, cenderung menganut paham yang kedua. Sadar tidak sadar kita memang (pe)malas, manja dan sering berkilah, menyesalkan campur tangan atau eksploitasi negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang.

Kecuali itu, untuk melegitimasi kekuasaan (baca: membela diri dari kegagalan dan atau ketidakmampuan) para pemimpin kita pun tidak segan-segan menuding kondisi geografis, pluralisme, atau heterogenitas suku bangsa dan budaya-sebagai kendala.

Sementara itu, di sisi lain potensi yang dimiliki diabaikan alias tidak dan atau belum teroptimalkan. Sangat mungkin, sumber daya alam yang berlimpah membuat bangsa kita lupa diri.

Kelupadirian, yang juga tercermin dari mentradisinya upaya penekanan dan pembodohan, disinyalir para peneliti identik dengan pembunuhan karakter yang membuat mayoritas anak bangsa semakin kehilangan nilai-nilai serta rasa percaya diri, sehingga memandang orang (berikut produk) asing lebih berharga dari (hasil usaha) diri sendiri.

(Entah kenapa, praktik-praktik yang barangkali diwarisi dari kaum feodal atau sistem perpolitikan kolonialisme Belanda dan Jepang, sampai setelah 65 tahun lebih Indonesia merdeka, tetap berlanjut seolah tak terelakkan.

Hal ini dapat ditelusuri, umpamanya, dari sikap krusial penjajahan budaya yang diterapkan, dari dan terhadap bangsa sendiri, dari yang mayoritas ke minoritas, dari yang kuat ke yang lemah).

Justru karena itu, jika ingin makmur menyamai Korsel dan atau keluar dari kekeliruan yang mengungkung kita dalam pusaran bingkai sebuah negara-yang selalu disebut-berkembang, kita mesti bangkit. Melakukan introspeksi. Mengadakan evaluasi. Merevitalisasi dan memandang segala sesuatunya secara lebih dewasa dan terbuka.

Sekadar ”Ngomong”

Harus diakui bahwa dewasa ini kita punya kebiasaan sekadar ngomong berbual-bual, tak hendak menyelusup masuk ke jantung persoalan yang (sesungguhnya) diomongkan.

Sekian banyak ungkapan di negeri ini sudah kehilangan makna, tidak pernah diaplikasikan atau diimplementasikan secara benar dan tepat guna. Keanekaragaman (ke)budaya(an) yang tiada tepermanai nilainya kini tak ubahnya sebuah monumen kebanggaan yang cuma dielus-elus, belum dijadikan cemeti pemersatu anak bangsa atau pemicu semangat untuk kebaikan dan perbaikan ke depan.

Toh, bila dicermati keempat butir nilai yang menjiwai etos kerja bangsa Korsel sesungguhnya telah lama hidup di tengah-tengah kita. Dalam keseharian kita sangat akrab dengan ungkapan “rajin pangkal pandai” dan “hemat pangkal kaya”.

Sementara sikap self-help, kalau dikaji dan direnungkan, mengacu pada nilai religi yang tak asing lagi bagi 90 persen lebih masyarakat Indonesia: “tak akan kenal engkau Tuhanmu sebelum engkau mengenal dirimu sendiri” atau “Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mengusahakannya”.

Adapun konsep kerja sama atau gotong royong, jelas, merupakan produk asli budaya Indonesia yang tetap dipelihara alias dilestarikan dan, akhirnya malah diimplementasikan dalam “koperasi sebagai sokoguru perekonomian bangsa”.

Ya, seperti halnya bangsa Korsel, kita, seyogianya kembali dan mulai dari pangkal. Mensyukuri sekaligus memesrai potensi keberagaman budaya dan kekayaan alam yang berlimpah-ruah-sebagai rahmat Tuhan Yang Maha kuasa-sembari terus-menerus membenahi dan menata faktor-faktor internal yang membuat negara ini seakan-akan berjalan di tempat atau, bahkan surut ke belakang.

25 JUNI 2011
*) Budayawan, tinggal di Padang.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati