Asep Sambodja
http://sastra-indonesia.com/
Puisi Saut Situmorang:
surat bawah tanah
bukan rasa perih peluru yang membakar
darah kami yang memaksaku
menulis surat ini, kawan
bukan rasa takut di mata mata hitam itu
di suara jeritan jeritan kematian di sekitar kami
yang mengingatkanku padamu
bukan rasa puas di wajah wajah baret hijau baret merah itu
tangan tangan coklat yang kokoh yang kejam yang menggenggam
senapan senapan marah mereka
yang menembakku untuk mengangkat penaku, kawan
bukan matahari, matahari yang dingin dan buta itu
bukan kebiruan diam mencekam langit yang cuma menonton itu
bukan kebisuan yang tak termaafkan ini
yang membuat marah jiwa kami yang frustrasi
tapi kewajiban untuk berdiri tegak
melawan ketidakadilan binatang
kemunafikan bau kentut
dan kebenaran diri sendiri yang berkarat berlumut
yang membuat kami berani beraksi
rasa sakit yang tak tertahan di hati kami
yang terluka membuat kami sadar
dari candu politik sehari-hari
marah kami adalah marah kupu kupu
di malam bulan purnama
karena mawar merahnya ternoda
diperkosa ketawa pelacur pelacur tua ibukota
kawan, masih kudengar mereka menembak
dan menembak dan menembak
waktu akhirnya berhasil kuselesaikan
surat duka ini
sebagai saksi
bagi kita semua
Puisi Nirwan Dewanto:
Semu
Puisiku hijau
seperti kulit limau
Kupaslah, kupaslah
dengan tangan yang lelah
temukan daging kata
bulat sempurna, merah jingga
terpiuh oleh laparmu
Junjunglah urat kata dengan lidahmu
sampai menetes darah kata
manis atau masam
atau dendam yang lama terpendam
melukaimu ingin
kecuali jika
lidahmu hampa seperti angin
Puisiku putih kabur
seperti cangkang telur
Pecahkanlah, pecahkanlah
dengan tangan yang hampir alah
temukan cairan kata
meradang, bening sempurna
tak berinti
mampu mengalir ke seluruh bumi
Tapi kau mencari jantung kata
kuning yang kau anggap milikmu
dan pernah nyala di lidah ibumu
Maafkan aku
tak bisa kuceritakan diriku
dengarlah, cangkang telur atau kulit limau
hanya samaranku
Aku sayap kata
terbang sendiri, birahi sendiri
hingga hancur aku
kau tak bisa menjangkauku
jika pun kau seluas langit lazuardi
sebab kata sesungguh kata
tak bisa mengena
jika kau masih juga
separuh membaca
separuh buta
2005
Rendra pernah mengatakan bahwa di dunia persilatan tidak ada yang nomor dua, sementara di dunia persuratan tidak ada yang nomor satu. Hal-hal yang berkaitan dengan otot, kekuatan, seperti dalam dunia pencak silat, pemenangnya adalah yang bisa mengalahkan lawannya. Sementara dunia persuratan yang bergerak di bidang kebudayaan, yang ada hanyalah keberagaman. Demikianlah saya menilai penyair Saut Situmorang dan Nirwan Dewanto sama-sama memiliki ilmu yang tinggi di dunia persuratan, dunia perpuisian Indonesia modern.
Dari dua puisi yang saya perlihatkan di atas, kedua penyair ini memiliki gaya dan muatan isi yang berbeda. Bahasa yang dipergunakan Saut Situmorang adalah bahasa yang familiar dengan pengguna bahasa Indonesi, sementara bahasa yang digunakan Nirwan Dewanto adalah bahasa yang terekam dalam kamus bahasa Indonesia, namun terkadang tidak familiar bahkan oleh pengguna bahasa Indonesia sehari-hari.
Meskipun demikian, kedua penyair ini menciptakan makna dalam puisinya secara utuh. Keduanya sama-sama merahasiakan motif penciptaan puisi; penciptaan suatu karya. Dalam puisi “Surat Bawah Tanah”, Saut Situmorang pada mulanya merahasiakan proses penulisan surat bawah tanah itu. Namun, dalam baris-baris sajaknya kemudian terbaca bahwa ia menulis “surat duka ini” untuk dijadikan “sebagai saksi bagi kita semua”.
Dalam puisi “Semu”, Nirwan Dewanto merahasiakan kata-kata dalam puisinya. Ia menyebut “puisiku hijau seperti kulit limau” dan “puisiku putih kabur seperti cangkang telur”, namun dalam baris-baris puisinya, ia mengungkapkan bahwa “cangkang telur atau kulit limau hanya samaranku”. Penyair seperti memberi teka-teki kepada pembacanya. Meskipun ia mengaku “Aku sayap kata” yang “terbang sendiri, birahi sendiri”, Nirwan Dewanto merasa yakin bahwa pembaca “tak bisa menjangkauku”.
Ada yang terlintas ketika membaca kedua puisi penyair papan atas Indonesia ini. Pertama, ketika membaca puisi “Surat Bawah Tanah” karya Saut Situmorang, yang berkelebat dalam kepala saya adalah puisi Subagio Sastrowardoyo yang berjudul “Mata Penyair”. Saya menilai kedua puisi itu memiliki visi yang sama, yakni mengungkapkan kejujuran dan melawan ketidakadilan. Penyair, dalam hal ini Saut Situmorang dan Subagio Sastrowardoyo, memiliki fungsi atau tugas mulia sebagai pembawa kabar derita; seolah-olah penderitaan rakyat itu berada di pundak kedua penyair itu.
Kedua, ketika membaca puisi “Semu” karya Nirwan Dewanto, yang berkelebat di kepala saya adalah puisi Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Pada Suatu Hari Nanti” dan “Sajak-sajak Empat Seuntai”. Menurut saya, baik Nirwan Dewanto dan Sapardi Djoko Damono sama-sama bermain kata dan makna kata. Jika dalam puisinya Nirwan Dewanto mengatakan “kau tak bisa menjangkauku jika pun kau seluas langit lazuardi”, maka dalam puisi Sapardi Djoko Damono terbaca “jika suatu hari nanti mereka mencapaimu, rahasiakan, sia-sia saja memahamiku.”
Jika dalam puisi Saut Situmorang yang menjadi “lawan” adalah penguasa atau penindas, maka yang menjadi “lawan” dalam puisi Nirwan Dewanto adalah pembaca dalam arti luas. Keduanya sama-sama mencoba sembunyi dari “lawan”-nya. Dari judul masing-masing puisi terbaca makna bahwa aku-lirik dalam puisi Saut Situmorang berada dalam posisi memperjuangkan kemerdekaan dari rasa takut. Sementara aku-lirik dalam puisi Nirwan Dewanto bersembunyi dari pemahaman publik. Ia seperti seorang empu atau begawan yang berada di menara mercusuar. Tak seorang pun diperbolehkan mendekatinya, apalagi memahaminya. Kalaupun ada yang ingin disampaikannya kepada pembaca, maka yang disampaikannya hanyalah semu. Hanya tipu daya. Bisa jadi hanya sekadar permainan kata belaka.
Yang menarik dari kedua penyair ini adalah muatan isi pada puisi mereka. Puisi Saut Situmorang terlihat jelas bermuatan politik. Ada relasi kuasa yang tengah bernegosiasi dan Saut Situmorang memposisikan dirinya berada di pihak korban, kaum tertindas. Sikap politik semacam ini muncul dalam puisi-puisinya yang mengangkat kasus Marsinah, Wiji Thukul, dan Munir dalam Otobiografi. Kalaupun dibandingkan dengan sastrawan-sastrawan Lekra yang berprinsip “Politik sebagai Panglima”, misalnya dibandingkan dengan puisi Putu Oka Sukanta dan Amarzan Ismail Hamid, maka puisi Saut Situmorang berada dalam garis politik seperti itu. Hanya saja persoalan yang diangkat sudah jauh berbeda, dan masing-masing penyair memiliki kekhasannya masing-masing.
Nirwan Dewanto sedikit banyak meneruskan garis politik sastrawan Manikebu yang apolitis. Prinsipnya “seni untuk seni” yang mengutamakan bentuk pengucapan. Apakah seorang pembaca seperti Anwar Holid mengerti atau tidak terhadap puisi itu, tampaknya itu tak menjadi soal. Puisi menjadi semacam klangenan yang meninabobokan. Jika kita perhatikan puisi-puisi Joko Pinurbo, tampak jelas ia memanfaatkan kata “celana” dan segala yang terkait dengannya untuk menghasilkan sebuah puisi yang memikat. Kalau kita perhatikan betul-betul puisi Nirwan Dewanto, ternyata ia memanfaatkan kata “payudara” atau “susu” untuk memikat pembacanya.
Joko Pinurbo bekerja keras mengolah kata “celana” yang tidak puitis itu menjadi puitis di mata pembaca. Nirwan Dewanto pun bekerja keras mengolah kata “payudara” dan “susu” dalam puisi-puisinya. Sedikitnya ada 13 puisi yang menggunakan kata “payudara” dalam buku Jantung Lebah Madu. Dan itu adalah pilihan. Bisa juga pencapaian. Joko Pinurbo mendapat berbagai penghargaan karena puisi “Celana”. Nirwan Dewanto juga dianugerahi penghargaan karena jasa kata “Payudara” dalam 13 puisinya.
Baik Saut Situmorang maupun Nirwan Dewanto layak diberi penghargaan. Keduanya harus dicatat, keduanya dapat tempat, sebagaimana kata Chairil Anwar.
Citayam, 24 Oktober 2009
Dijumput dari: http://manuskripdody.blogspot.com/2011/06/dua-penyair-indonesia-modern-saut.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar