Dody Kristianto
Bangka Pos, 20 Mar 2011
ADIK, kau tahu jika langkah kakiku ini kian berat. Terasa ada bandul yang mengikat dan memberatinya. Pandanganku juga semakin buram, menatap kota-kota yang kulalui. Kota-kota itu adik, terus membuatku merasa serupa orang yang mengejar halusinasi. Ya, halusinasi. Aku benar merasa sendiri di tengah kota ramai itu. Adik, jika kau mendengarnya, aku meminta kau segera menanggalkan sayapmu itu.
Sepasang sayapmu itu adik, membuatku merana sekian tahun ini. Aku bagai menahan suatu kutukan yang harus kutanggung selama hidupku, sisa hidupku. Dan dalam sisa hidupku ini adik, aku harus mencarimu yang telah pergi entah ke mana. Dengan sepasang sayapmu itu. Aku sungguh benci pada sepasang sayap yang telah tumbuh di punggungmu. Adik, percayalah, jika aku dan anak kita selalu menunggu kau kembali. Bagaimana si kecil terus merengek, menanyakan di mana kau pergi.
Aku tak tahu, aku bingung, harus aku jawab seperti apa pertanyaan anak itu. Dia sudah mulai pintar. Bila dulu aku bisa mengatakan jika kau sedang berada di sebuah kota nun jauh. Kau mencari mainan dan segala baju-baju indah untuknya. Aku selalu mengatakan hal itu padanya. Dan sungguh, aku hanya bisa menunjukkan setumpukan kartu pos bergambar yang pernah kau berikan untukku agar perhatiannya teralihkan. Aku mengatakan padanya, kau berada di salah satu tempat pada kartu pos bergambar itu kini. Sejenak ia terdiam, melupakan tangisnya, lalu ia teringat dan terus mencecarku dengan pelbagai pertanyaan, mengapa kau mesti berada di situ.
Aku harus memutar otakku untuk menjawab pertanyaannya. Kadang ia juga menemukan dan memandangi sebuah kartu pos bergambar yang selalu kusembunyikan dari tatapannya, kartu pos bergambar kota yang rusuh. Di mana-mana kekacauan terjadi. Ada asap yang menyelimuti kota. Kota dengan penduduk yang bermata menyala, seperti api. Apakah mungkin kau berada di situ, tanyanya padaku.
Aku sungguh terkaget-kaget. Dari mana ia menemukan kartu pos bergambar itu. Aku terdiam, lidahku kelu. Ia terus mendesakku. Aku pun menjawab mungkin kau berada di atas kota itu, sedang terbang di antara kepungan asap yang mengerumuni kota. Bagiku kau tak mungkin berada di tempat semacam itu.
Atau mungkinkah justru kau kini tengah terkepung pada kota yang tengah menyimpan dendam di setiap jendela rumahnya? Aku sungguh berharap hal itu tidak terjadi. Aku takut adik, aku takut bila hal itu terjadi. Kau dan sayap mungilmu pasti direnggut oleh asap hitam jahat yang membuat semua orang menjadi nanar.
Ah, jika ia bertanya kembali, lekas-lekas aku sembunyikan kartu pos bergambar yang satu itu dan kualihkan pandangannya pada kartu pos bergambar lain. Kartu pos dengan gambar yang lebih indah. Perihal semua kartu pos bergambar itu, aku pernah teringat pada saat kita berdua memandangi gambar-gambar yang kau berikan itu. Terkadang kau bercerita padaku tentang harapanmu untuk tinggal pada salah satu gambar itu.
Setumpukan kartu pos bergambar itu mungkin saja bergambar tempat dari mana kau berasal, seperti pernah kau bercerita padaku. Adik, mungkinkah, kau sedang berada pada salah satu tempat dalam setumpukan kartu pos bergambar itu? Ya, kartu pos bergambar yang masih kusimpan. Kau mengatakan jika kartu pos bergambar itu adalah pemberian ayahmu. Ternyata kau selalu meyakini jika ayahmu kini tengah tinggal pada salah satu tempat dalam setumpukan kartu pos bergambar itu.
Kau paling berharap dan bermimpi jika ayahmu tinggal pada salah satu tepian pantai, tempat senja kerap muncul. Senja yang benar-benar kau idamkan selama ini. Kau bercerita jika kau memang terlahir ketika senja menjelang dan yang selalu kau ingat, kau ingin menyatu dengan senja itu. Dan perjumpaan pertama kita, perjumpaan ketika senja tiba. Tentu saja ketika itu kau mengatakan semua itu hanya kebetulan saja.
Kulupakan sejenak tentang setumpukan kartu pos bergambar adik. Aku menyesali dan mengutuk mengapa sepasang sayap itu tumbuh di punggungmu. Kau benar-benar menjelma lain ternyata. Aku sebenarnya tak pernah yakin pada ceritamu. Kau meyakini jika kelak sepasang dapat tumbuh di punggungmu. Akhirnya, sepasang sayap itu memang tumbuh di punggungmu, melebihi apa yang aku percayai dan yakini. Adik, mengapa harus kusangkal semua yang kau ceritakan perihal sepasang sayap tumbuh di punggungmu.
Terkutuklah aku kini.
Jika aku dapat mengulang waktu, aku tentu ingin sekali memotong sepasang sayap yang tumbuh di punggungmu itu. Aku ingin memotongnya ketika malam tiba, ketika kau tengah terlelap dan sepasang sayap itu tengah menguncup. Aku mau merenggut sayapmu itu diam-diam. Diam-diam pula aku merasa ingin memilikinya. Aku ingin memindah sepasang sayap di punggungmu ke punggungku.
Ah, mengapa tiba-tiba harus terbersit keinginan demikian? Kau tahu adik, aku sangat ingin terbang dari satu kota ke kota lain. Aku benar-benar bosan terpenjara dalam rumah kecil ini. Aku juga ingin bepergian ke tempat dalam setumpukan kartu pos yang kau tunjukkan padaku. Aku sungguh iri padamu. Kenapa harus kau yang memiliki sepasang sayap di punggungmu itu. Adik, dalam waktu semalam saja, dengan sepasang sayap di punggungku, aku akan berkeliling mencari tempat-tempat yang ada dalam setumpukan kartu pos itu. Hanya dalam semalam saja adik.
Akan tetapi, ternyata kau mendahuluiku. Aku memang berkelana dari satu kota ke kota lain, namun kuperlukan waktu yang entah untuk berapa lama. Adik, setiap malam aku juga menyaksikan kota-kota yang ajaib. Kota-kota penuh dengan sorot cahaya lampu yang menyilaukan mataku. Kota yang dipenuhi tempat-tempat bercahaya yang bernama diskotek, kafe, atau hipermarket.
Aku harus selalu memendam kecewa akhirnya. Ternyata kau memang tak berada di kota itu. Aku sangat yakin dan percaya kalau cahaya silau itu menyembunyikan tubuhmu. Mungkin kini aku bisa membenarkan, mengapa dulu kau sangat mencintai keremangan.
Kau tak pernah membiarkan rumah kita bermandi cahaya. Cukuplah satu dua lampu saja sebagai penerang. Asal tidak gelap menyelimuti rumah mungil ini. Keremangan akan selalu melindungi kita dari kelelahan. Sesudah seharian kita dihinggapi penat. Keremangan ini akan membuat kita terlahir kembali. Aku juga akan kata-katamu, keremangan akan mengingatkan kita pada saat-saat di dalam rahim. Saat-saat paling hangat dalam kehidupan kita. Sungguh aku tercengang ketika mendengar penjelasanmu itu. Ada sedikit cahaya dalam rahim ibu kita. Itulah mengapa kita dapat bertahan hidup di dalam sana.
Adik, kota-kota silau cahaya ini makin mengurungku. Tubuhku tidak tahan lagi. Aku menyaksikan banyak perempuan dengan wajah yang dipoles sedemikian rupa. Wajah mereka serupa boneka dengan baju yang sedikit terbuka. Aku ngeri menyaksikan itu. Baru sekali ini aku menyaksikan manusia-manusia semacam itu. Adik, semoga kau tidak berada di antara mereka. Aku sangat berharap jika kau segera di depanku malam ini. Aku sungguh ingin terbang meninggalkan kota mengerikan ini bersamamu.
Malam terus saja memanjang. Aku masih setia dengan pencarian ini. Aku kini tak tahu batas antara tidur dan sadar. Kurasakan dalam tidur aku berjalan, begitu juga sebaliknya. Aku sungguh tak pernah menghitung seberapa jauh aku telah berjalan. Hanya kau yang ada dalam pikiranku. Aku abai meski setiap orang menganggap aku sebagai mahluk asing. Mereka selalu menertawakanku setiap aku bertanya mengenai dirimu. Mana ada perempuan bersayap di kota ini, jangan-jangan aku sedang bermimpi, seru mereka. Adik, benarkah semua orang memang seperti itu. Apabila demikian, aku akan sangat damai berada di sisimu.
Ah adik, apakah kau akan mengirimiku setumpukan kartu pos lagi? Aku kini juga tak tahu bagaimana keadaan anak kita. Kutinggalkan ia di rumah. Semoga ia tidak seperti aku yang terus mengikutimu. Adik, aku khawatir jika dia menjadi pejalan jauh seperti aku. Jika di sayapmu tumbuh sepasang punggung, mungkin kakiku ini sudah melebihi sayap dan aku terbang tanpa sayap untuk mencarimu. Aku merayap dari kota ke kota. Kadang dalam kesepianku, aku menulis surat untukmu. Kutitipkan ia bersama angin atau kularung ia jauh, ke sungai, ke laut. Semoga surat itu sampai padamu.
Sepasang sayapmu adik, apakah kau memang bukan manusia seperti kami? Entah mengapa aku jadi berpikir seperti itu. Entah, aku mulai terpengaruh oleh orang-orang yang kujumpai selama perjalanan. Sepanjang perjalanan, aku selalu melihat patung perempuan bersayap. Mereka menamainya sebagai bidadari. Apakah kau mungkin mahluk langit yang diciptakan untuk turun ke bumi.
Terkutuklah aku karena telah mendekati mahluk langit yang suci. Oh adik, maafkan aku. Akan tetapi aku tetap akan mencarimu. Aku tak peduli jika harus ke langit untuk mencarimu. Aku tak takut kalau para dewa harus menghukumku. Aku berpikir jika perjalanan ini memang ditakdirkan padaku. Aku harus mencarimu ribuan mil, ribuan tahun.
Adik, sekarang aku tidak tahu, apakah aku sedang tertidur. Sementara keriuhan kota-kota terus menenggelamkanku. Aku terjebak oleh lanskap kota penuh cahaya ini. Suatu waktu, aku terkepung oleh asap kota. Ya, kota dalam kartu pos. Kota yang dipenuhi kekacauan, persis gambar yang selalu kusembunyikan dari si kecil. Kota yang penuh kekacauan adik. Aku menyaksikan lebih dahsyat dari gambar dalam kartu pos itu. Sepanjang hari adik, orang-orang berlari dengan tatap nanar. Tatapan yang menakutkan. Bangkai-bangkai tergeletak di jalanan. Bau kota jadi amis.
Adik, jika kau mendengarkanku, selamatkan aku. Bukannya aku takut, tapi aku tak tahan dengan bau anyir ini. Bau yang tak pernah kujumpai di rumah kita. Adik, perjalanan di kota kacau ini sungguh memilukan. Jerit tangis mereka yang dicekam ketakutan amat menyayat-nyayat hatiku. Tumpukan bangkai terus bertambah di depan mataku. Aku tak dapat berbuat sesuatu. Yang dapat kulakukan adik, hanyalah mencarimu.
Aku sangat berharap perjalanan di kota kacau ini akan segera berakhir. Aku berdoa semoga ini hanya mimpi buruk. Adik, aku sangat ingin kau kini berada di depanku dan segera membawaku pergi dari kekacauan ini. Adik di tengah kota yang porak-poranda ini, aku rentangkan dua tanganku. Aku pejamkan mata. Aku sudah benar-benar memasrahkan tubuh ini. Lamat-lamat di tengah kekacauan, aku bayangkan suaramu lembut terdengar. Aku merasakan kau menyambut tanganku.
Benar, sentuhan lembut ini memang tanganmu. Aku sangat ingin membuka mataku, tapi aku tak ingin menyaksikan kota yang perlahan hancur ini. Adik, izinkanlah aku membuka mataku. Aku ingin memandang kembali wajahmu. Aku ingin segera mengakhiri perjalanan panjang ini.
Adik, kubuka mataku untuk kali pertama sepanjang perjalanan ini. Aku merasakan terbebas, akan tetapi tetap tak kujumpai di mana dirimu. Padahal, sentuhan tanganmu masih lembut kurasakan. Kota di sekitarku masih sibuk dengan kekacauannya. Puing-puing bangunan mulai terlihat di mana-mana. Aku tak menangkap kehadiranmu, hanya saja bebauan anyir itu kini tak lagi tercium.
Hanya bau wangi kehadiranmu, seperti saat kali awal kita berjumpa.
Adik di mana dirimu. Mengapa setelah perjalanan jauh ini tak dapat melihatmu? Aku tak merasakan apa-apa selain menyaksikan kekacauan di bawah sana. Aku tak menyaksikan dirimu ada di sini, meski perlahan aku merasa kau tengah membimbingku terbang dengan sepasang sayap di punggungmu. Semua kini begitu kosong. Aku menyaksikan tubuhku tengah pulas tertidur di bawah.
Dijumput dari: http://manuskripdody.blogspot.com/2011/04/ahasveros.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Sabtu, 24 September 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel GarcÃa Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar