Sabtu, 24 September 2011

Ahasveros

Dody Kristianto
Bangka Pos, 20 Mar 2011

ADIK, kau tahu jika langkah kakiku ini kian berat. Terasa ada bandul yang mengikat dan memberatinya. Pandanganku juga semakin buram, menatap kota-kota yang kulalui. Kota-kota itu adik, terus membuatku merasa serupa orang yang mengejar halusinasi. Ya, halusinasi. Aku benar merasa sendiri di tengah kota ramai itu. Adik, jika kau mendengarnya, aku meminta kau segera menanggalkan sayapmu itu.

Sepasang sayapmu itu adik, membuatku merana sekian tahun ini. Aku bagai menahan suatu kutukan yang harus kutanggung selama hidupku, sisa hidupku. Dan dalam sisa hidupku ini adik, aku harus mencarimu yang telah pergi entah ke mana. Dengan sepasang sayapmu itu. Aku sungguh benci pada sepasang sayap yang telah tumbuh di punggungmu. Adik, percayalah, jika aku dan anak kita selalu menunggu kau kembali. Bagaimana si kecil terus merengek, menanyakan di mana kau pergi.

Aku tak tahu, aku bingung, harus aku jawab seperti apa pertanyaan anak itu. Dia sudah mulai pintar. Bila dulu aku bisa mengatakan jika kau sedang berada di sebuah kota nun jauh. Kau mencari mainan dan segala baju-baju indah untuknya. Aku selalu mengatakan hal itu padanya. Dan sungguh, aku hanya bisa menunjukkan setumpukan kartu pos bergambar yang pernah kau berikan untukku agar perhatiannya teralihkan. Aku mengatakan padanya, kau berada di salah satu tempat pada kartu pos bergambar itu kini. Sejenak ia terdiam, melupakan tangisnya, lalu ia teringat dan terus mencecarku dengan pelbagai pertanyaan, mengapa kau mesti berada di situ.

Aku harus memutar otakku untuk menjawab pertanyaannya. Kadang ia juga menemukan dan memandangi sebuah kartu pos bergambar yang selalu kusembunyikan dari tatapannya, kartu pos bergambar kota yang rusuh. Di mana-mana kekacauan terjadi. Ada asap yang menyelimuti kota. Kota dengan penduduk yang bermata menyala, seperti api. Apakah mungkin kau berada di situ, tanyanya padaku.

Aku sungguh terkaget-kaget. Dari mana ia menemukan kartu pos bergambar itu. Aku terdiam, lidahku kelu. Ia terus mendesakku. Aku pun menjawab mungkin kau berada di atas kota itu, sedang terbang di antara kepungan asap yang mengerumuni kota. Bagiku kau tak mungkin berada di tempat semacam itu.

Atau mungkinkah justru kau kini tengah terkepung pada kota yang tengah menyimpan dendam di setiap jendela rumahnya? Aku sungguh berharap hal itu tidak terjadi. Aku takut adik, aku takut bila hal itu terjadi. Kau dan sayap mungilmu pasti direnggut oleh asap hitam jahat yang membuat semua orang menjadi nanar.

Ah, jika ia bertanya kembali, lekas-lekas aku sembunyikan kartu pos bergambar yang satu itu dan kualihkan pandangannya pada kartu pos bergambar lain. Kartu pos dengan gambar yang lebih indah. Perihal semua kartu pos bergambar itu, aku pernah teringat pada saat kita berdua memandangi gambar-gambar yang kau berikan itu. Terkadang kau bercerita padaku tentang harapanmu untuk tinggal pada salah satu gambar itu.

Setumpukan kartu pos bergambar itu mungkin saja bergambar tempat dari mana kau berasal, seperti pernah kau bercerita padaku. Adik, mungkinkah, kau sedang berada pada salah satu tempat dalam setumpukan kartu pos bergambar itu? Ya, kartu pos bergambar yang masih kusimpan. Kau mengatakan jika kartu pos bergambar itu adalah pemberian ayahmu. Ternyata kau selalu meyakini jika ayahmu kini tengah tinggal pada salah satu tempat dalam setumpukan kartu pos bergambar itu.

Kau paling berharap dan bermimpi jika ayahmu tinggal pada salah satu tepian pantai, tempat senja kerap muncul. Senja yang benar-benar kau idamkan selama ini. Kau bercerita jika kau memang terlahir ketika senja menjelang dan yang selalu kau ingat, kau ingin menyatu dengan senja itu. Dan perjumpaan pertama kita, perjumpaan ketika senja tiba. Tentu saja ketika itu kau mengatakan semua itu hanya kebetulan saja.

Kulupakan sejenak tentang setumpukan kartu pos bergambar adik. Aku menyesali dan mengutuk mengapa sepasang sayap itu tumbuh di punggungmu. Kau benar-benar menjelma lain ternyata. Aku sebenarnya tak pernah yakin pada ceritamu. Kau meyakini jika kelak sepasang dapat tumbuh di punggungmu. Akhirnya, sepasang sayap itu memang tumbuh di punggungmu, melebihi apa yang aku percayai dan yakini. Adik, mengapa harus kusangkal semua yang kau ceritakan perihal sepasang sayap tumbuh di punggungmu.

Terkutuklah aku kini.
Jika aku dapat mengulang waktu, aku tentu ingin sekali memotong sepasang sayap yang tumbuh di punggungmu itu. Aku ingin memotongnya ketika malam tiba, ketika kau tengah terlelap dan sepasang sayap itu tengah menguncup. Aku mau merenggut sayapmu itu diam-diam. Diam-diam pula aku merasa ingin memilikinya. Aku ingin memindah sepasang sayap di punggungmu ke punggungku.

Ah, mengapa tiba-tiba harus terbersit keinginan demikian? Kau tahu adik, aku sangat ingin terbang dari satu kota ke kota lain. Aku benar-benar bosan terpenjara dalam rumah kecil ini. Aku juga ingin bepergian ke tempat dalam setumpukan kartu pos yang kau tunjukkan padaku. Aku sungguh iri padamu. Kenapa harus kau yang memiliki sepasang sayap di punggungmu itu. Adik, dalam waktu semalam saja, dengan sepasang sayap di punggungku, aku akan berkeliling mencari tempat-tempat yang ada dalam setumpukan kartu pos itu. Hanya dalam semalam saja adik.

Akan tetapi, ternyata kau mendahuluiku. Aku memang berkelana dari satu kota ke kota lain, namun kuperlukan waktu yang entah untuk berapa lama. Adik, setiap malam aku juga menyaksikan kota-kota yang ajaib. Kota-kota penuh dengan sorot cahaya lampu yang menyilaukan mataku. Kota yang dipenuhi tempat-tempat bercahaya yang bernama diskotek, kafe, atau hipermarket.

Aku harus selalu memendam kecewa akhirnya. Ternyata kau memang tak berada di kota itu. Aku sangat yakin dan percaya kalau cahaya silau itu menyembunyikan tubuhmu. Mungkin kini aku bisa membenarkan, mengapa dulu kau sangat mencintai keremangan.

Kau tak pernah membiarkan rumah kita bermandi cahaya. Cukuplah satu dua lampu saja sebagai penerang. Asal tidak gelap menyelimuti rumah mungil ini. Keremangan akan selalu melindungi kita dari kelelahan. Sesudah seharian kita dihinggapi penat. Keremangan ini akan membuat kita terlahir kembali. Aku juga akan kata-katamu, keremangan akan mengingatkan kita pada saat-saat di dalam rahim. Saat-saat paling hangat dalam kehidupan kita. Sungguh aku tercengang ketika mendengar penjelasanmu itu. Ada sedikit cahaya dalam rahim ibu kita. Itulah mengapa kita dapat bertahan hidup di dalam sana.

Adik, kota-kota silau cahaya ini makin mengurungku. Tubuhku tidak tahan lagi. Aku menyaksikan banyak perempuan dengan wajah yang dipoles sedemikian rupa. Wajah mereka serupa boneka dengan baju yang sedikit terbuka. Aku ngeri menyaksikan itu. Baru sekali ini aku menyaksikan manusia-manusia semacam itu. Adik, semoga kau tidak berada di antara mereka. Aku sangat berharap jika kau segera di depanku malam ini. Aku sungguh ingin terbang meninggalkan kota mengerikan ini bersamamu.

Malam terus saja memanjang. Aku masih setia dengan pencarian ini. Aku kini tak tahu batas antara tidur dan sadar. Kurasakan dalam tidur aku berjalan, begitu juga sebaliknya. Aku sungguh tak pernah menghitung seberapa jauh aku telah berjalan. Hanya kau yang ada dalam pikiranku. Aku abai meski setiap orang menganggap aku sebagai mahluk asing. Mereka selalu menertawakanku setiap aku bertanya mengenai dirimu. Mana ada perempuan bersayap di kota ini, jangan-jangan aku sedang bermimpi, seru mereka. Adik, benarkah semua orang memang seperti itu. Apabila demikian, aku akan sangat damai berada di sisimu.

Ah adik, apakah kau akan mengirimiku setumpukan kartu pos lagi? Aku kini juga tak tahu bagaimana keadaan anak kita. Kutinggalkan ia di rumah. Semoga ia tidak seperti aku yang terus mengikutimu. Adik, aku khawatir jika dia menjadi pejalan jauh seperti aku. Jika di sayapmu tumbuh sepasang punggung, mungkin kakiku ini sudah melebihi sayap dan aku terbang tanpa sayap untuk mencarimu. Aku merayap dari kota ke kota. Kadang dalam kesepianku, aku menulis surat untukmu. Kutitipkan ia bersama angin atau kularung ia jauh, ke sungai, ke laut. Semoga surat itu sampai padamu.

Sepasang sayapmu adik, apakah kau memang bukan manusia seperti kami? Entah mengapa aku jadi berpikir seperti itu. Entah, aku mulai terpengaruh oleh orang-orang yang kujumpai selama perjalanan. Sepanjang perjalanan, aku selalu melihat patung perempuan bersayap. Mereka menamainya sebagai bidadari. Apakah kau mungkin mahluk langit yang diciptakan untuk turun ke bumi.

Terkutuklah aku karena telah mendekati mahluk langit yang suci. Oh adik, maafkan aku. Akan tetapi aku tetap akan mencarimu. Aku tak peduli jika harus ke langit untuk mencarimu. Aku tak takut kalau para dewa harus menghukumku. Aku berpikir jika perjalanan ini memang ditakdirkan padaku. Aku harus mencarimu ribuan mil, ribuan tahun.

Adik, sekarang aku tidak tahu, apakah aku sedang tertidur. Sementara keriuhan kota-kota terus menenggelamkanku. Aku terjebak oleh lanskap kota penuh cahaya ini. Suatu waktu, aku terkepung oleh asap kota. Ya, kota dalam kartu pos. Kota yang dipenuhi kekacauan, persis gambar yang selalu kusembunyikan dari si kecil. Kota yang penuh kekacauan adik. Aku menyaksikan lebih dahsyat dari gambar dalam kartu pos itu. Sepanjang hari adik, orang-orang berlari dengan tatap nanar. Tatapan yang menakutkan. Bangkai-bangkai tergeletak di jalanan. Bau kota jadi amis.

Adik, jika kau mendengarkanku, selamatkan aku. Bukannya aku takut, tapi aku tak tahan dengan bau anyir ini. Bau yang tak pernah kujumpai di rumah kita. Adik, perjalanan di kota kacau ini sungguh memilukan. Jerit tangis mereka yang dicekam ketakutan amat menyayat-nyayat hatiku. Tumpukan bangkai terus bertambah di depan mataku. Aku tak dapat berbuat sesuatu. Yang dapat kulakukan adik, hanyalah mencarimu.

Aku sangat berharap perjalanan di kota kacau ini akan segera berakhir. Aku berdoa semoga ini hanya mimpi buruk. Adik, aku sangat ingin kau kini berada di depanku dan segera membawaku pergi dari kekacauan ini. Adik di tengah kota yang porak-poranda ini, aku rentangkan dua tanganku. Aku pejamkan mata. Aku sudah benar-benar memasrahkan tubuh ini. Lamat-lamat di tengah kekacauan, aku bayangkan suaramu lembut terdengar. Aku merasakan kau menyambut tanganku.

Benar, sentuhan lembut ini memang tanganmu. Aku sangat ingin membuka mataku, tapi aku tak ingin menyaksikan kota yang perlahan hancur ini. Adik, izinkanlah aku membuka mataku. Aku ingin memandang kembali wajahmu. Aku ingin segera mengakhiri perjalanan panjang ini.

Adik, kubuka mataku untuk kali pertama sepanjang perjalanan ini. Aku merasakan terbebas, akan tetapi tetap tak kujumpai di mana dirimu. Padahal, sentuhan tanganmu masih lembut kurasakan. Kota di sekitarku masih sibuk dengan kekacauannya. Puing-puing bangunan mulai terlihat di mana-mana. Aku tak menangkap kehadiranmu, hanya saja bebauan anyir itu kini tak lagi tercium.

Hanya bau wangi kehadiranmu, seperti saat kali awal kita berjumpa.
Adik di mana dirimu. Mengapa setelah perjalanan jauh ini tak dapat melihatmu? Aku tak merasakan apa-apa selain menyaksikan kekacauan di bawah sana. Aku tak menyaksikan dirimu ada di sini, meski perlahan aku merasa kau tengah membimbingku terbang dengan sepasang sayap di punggungmu. Semua kini begitu kosong. Aku menyaksikan tubuhku tengah pulas tertidur di bawah.

Dijumput dari: http://manuskripdody.blogspot.com/2011/04/ahasveros.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati