Selasa, 13 September 2011

9 Pertanyaan untuk Koh Young-Hun: Masyarakat Korea Semakin Berminat pada Indonesia

Ika Karlina Idris
http://jurnalnasional.com/25 Juli 2007

NAMA Prof Koh Young-Hun mungkin masih asing di telinga kita. Maklum saja, ia pakar Bahasa Indonesia dari Korea. Sedangkan Bahasa Korea hingga saat ini belum popular di Indonesia. Kunjungannya di Indonesia kali ini dalam rangka Seminar Internasional Sutardji Calzoum Bachri.

Dia menunjukkan, meski berbeda, namun ada kesamaan antara sastra Indonesia dengan Korea. Bahkan, ia pernah memberi tahu mahasiswanya bahwa orang-orang pintar berusia sampai 27 tahun saja. Kenapa? Karena Chairil Anwar dan Lee Sang meninggal pada usia itu. Keduanya adalah penyair handal di negerinya masing-masing pada masanya. Mereka tumbuh di lingkungan yang sama dan bergaul dengan semua lapisan masyarakat.

“Saya ini sudah 50 tahun. Jadi saya tak bisa lagi sepintar mereka,” ujarnya berkelakar.

Apa yang dilakukan Koh saat ini untuk mengenalkan sastra Korea di Indonesia? Berikut petikan wawancara Jurnal Nasional dengannya, Kamis pekan lalu, seusai seminar di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

1. Mengapa tertarik belajar Bahasa Indonesia?
Saya masuk universitas tahun 1977. berarti sudah 30 tahun mempelajari sastra Indonesia. Awalnya saya tertarik karena saya anggap Indonesia itu penuh harapan. Saya kira masa depannya akan terang. Dengan begitu, tentunya Korea akan menjalin kerja sama dan pasti saya akan punya peranan di sana.

2. Sejak kapan Bahasa Indonesia dipelajari di universitas Korea?
Di Universitas Hankuk kajian Indonesia sudah ada sejak 1964. Tahun berikutnya, berganti menjadi Jurusan Kajian Melayu- Indonesia (Department of Malay-Indonesian Studies) Hankuk University of Foreign Studies (HUFS). Ini karena bahasa Melayu dan Indonesia hampir sama.

Sudah ada 2.000 lulusan kami dan ada 80 dosen yang mengajar. Bidangnya macam-macam, mulai dari linguistik, sastra, sampai politik. Tahun ini, pihak kami mengundang dua orang dosen tamu dari kedua kajian, salah satunya adalah Tomi Kristomi dari Universitas Indonesia (UI).

Pada tingkat S1, mahasiswa mempelajari sejarah kesusastraan, sastra, masyarakat Melayu dan sebagainya. Di tingkat S2, mahasiwa mengkaji sastra Indonesia lisan dan modern, penulis yang berpengaruh di Indonesia, dan penulis karya Melayu lisan. Sudah banyak lho orang Korea yang mendapat gelar S2 dan S3.

3. Sebaliknya, Bahasa Korea di Indonesia bagaimana?
Kajian Bahasa Korea baru ada tahun lalu di Fakultas Ilmu Budaya UI. Ada sekitar 45 orang yang diterima, setengah dari mereka menerima beasiswa dari perusahaan Korea yang ada di sini.

Lama beasiswanya bermacam-macam, mulai dari setahun sampai empat tahun. Saya pribadi kasih beasiwa ke satu orang, lamanya empat tahun. Minat belajar memang sudah ada. Hanya saja, staf pengajarnya belum cukup. Saat ini ada beberapa yang belajar di Korea, mungkin 3-4 tahun lagi baru jurusan ini bisa mandiri.

3. Berarti Indonesia tak punya ahli Bahasa Korea?
Bisa dibilang begitu. Padahal, merekalah yang dapat membantu kalau kedua negara mau memperluas kerja sama. SBY kan berkunjung ke Korea tanggal 24 Juli ini. Beberapa waktu lalu, ada telepon masuk ke saya bertanya tentang penerjemah.

Kalau ada presiden ketemu presiden, harus ada dua interpreter. Dari Korea ada banyak, tapi orang Indonesia yang interpretasi untuk presiden tampaknya tak ada. Lulusan UI saja belum ada. Jadi, mungkin harus gunakan Bahasa Inggris.

Jadi, pada dasarnya harus ada dua interpreter, dari Indonesia dan Korea. Coba pikirkan kalau hanya orang Korea saja yang menerjemahkan? Bisa-bisa memiringkan makna atau jadi tidak seimbang. Kalau ada makna yang dibelokkan bisa bahaya karena akan memengaruhi kebijakan masing-masing negara.

4. Selain sastra, apa ada persamaan lain antara Korea dan Indonesia?
Menarik sekali membicarakan ini. Tentu saja ada saya kira. Pram (Pramoedya Ananta Toer) pernah menggunakan istilah Koreanisasi pada sebuah makalahnya yang berjudul Indonesia. Pada tahun 1945, saat Jepang menduduki Indonesia, sebenarnya mereka sudah menjajah Korea lebih dulu. Karena itu Pram menganggap pihak Jepang membawa cara menjajahnya ke Indonesia.

Jadi cara efektif untuk menjajah Indonesia itu sudah ada, misalnya saja kerja paksa. Latar belakang budaya kita banyak persamaannya. Di Indonesia ada budaya priyayi, di Korea juga ada. Nilai-nilai dan latar belakang budaya tidak begitu berbeda.

5. Anda mengutip Pramoedya, suka tulisannya?
Ya. Bisa dibilang dia penulis kesukaan saya. Sampai-sampai S3 saya mengambil kajian tentang karya Pram.

Sebenarnya waktu itu saya mau ambil kuliah di Indonesia. Tapi, waktu itu tak ada dosen UI yang mau jadi pembimbing saya. Buku Pram kan dilarang beredar semasa Orde Baru, jadi dosen takut ditangkap. Akhirnya saya ambil gelar doktor di Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia. Selesai tahun 1993. Disertasi saya tersebut dibukukan dengan judul Pemikiran Pramoedya Ananta Toer dalam Novel-novel Mutakhirnya (1996).

6. Apakah saat ini ada proyek di Indonesia?
Bersama dengan Korea Translation Institute, kami ditugaskan Pemerintah untuk menerjemahkan 12 cerpen Korea ke lima bahasa asing, yaitu Thailand, China, Inggris, Vietnam, dan Indonesia. Cerpen ini mewakili setiap zaman, dari tahun 1950-an sampai 1990-an. Sastra itu kan mencerminkan kondisi masyarakat. Kalau sudah baca 12 cerpen itu, kemungkinanan kita sudah bisa kenal masyarakat Korea pada setiap zaman.

7. Seperti apa bentuk kerja sama antara kedua negara?
Pemerintah kita sudah beberapa kali saling mengunjungi untuk mempererat hubungan. Belakangan, jumlah perdagangan antara kedua Negara mencapai sekitar U$15 miliar, dan penanaman modal Korea di Indonesia sampai sekarang berjumlah U$11 miliar dalam 1.000 proyek.

Kenyataan ini bisa dimaknai bahwa Indonesia adalah negara ke-3 terbesar dalam jumlah penanaman modal Korea di luar negeri. Segala perkembangan kerja-sama dan gejala-gejala di Korea saat ini memperlihatkan bahwa rakyat kami semakin berminat pada Indonesia dalam berbagai bidang.

8. Mereka tertarik juga belajar Bahasa Indonesia?
Tantu saja. Lulusan kami yang 2.000 orang itu selama ini berperan penting. Merekalah yang menjadi peredam masalah yang timbul antara karyawan Korea dengan karyawan Indonesia di tempat kerja. Masalah itu bisa karena beda latar belakang sosial-budaya, nilai filsafat kehidupan dan etos kerja.

Mereka yang pernah belajar Bahasa Indonesia di kampus, tentu lebih kenal Indonesia daripada mereka yang tidak. Mereka berusaha mempunyai pandangan yang berpegang teguh pada nilai-nilai yang dihargai Indonesia melalui pendidikan.

9. Seberapa penting sebenarnya belajar sastra dan budaya kedua negara ini?
Penting sekali. Kalau orang Korea mau kerja sama dengan Indonesia, hanya bawa modal dan teknologi saja tak cukup. Mereka akan gagal karena tak tahu budaya dan latar belakang Indonesia. Saya yakin budaya menopang bidang-bidang yang lain. Kalau tahu budaya, kita tahu juga yang lain.
**

Biodata
Nama: Prof Koh Young-Hun
Tempat/Tanggal Lahir: 27 September 1958
Anak:
Koh Byoung-seo
Koh Soo-min
Pendidikan
- Sarjana Jurusan Kajian Melayu-Indonesia HUFS (1981)
- Magister Kesusastraan HUFS (1983), mengkaji novel Perburuan karangan Pramoedya
- S2 di Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia (1986)
- Doktor di Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia (1993)
Pekerjaan
- Ketua Jurusan Kajian Melayu- Indonesia (Department of Malay-Indonesian Studies) Hankuk University of Foreign Studies (HUFS)
- Pusat Kebudayaan Indonesia
- Wakil Ketua Korea Association of Malay and Indonesia Studies
- Wakil Ketua Global Association of Indology and Asia Studies

Dijumput dari: http://dindunz.wordpress.com/2008/08/09/ternyata-aku-tidak-bertepuk-sebelah-tangan/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Azis Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.S. Laksana Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Malik Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adi Prasetyo Afnan Malay Afrizal Malna Afthonul Afif Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Suyudi Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Almania Rohmah Alunk Estohank Amalia Sulfana Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Aminullah HA Noor Andari Karina Anom Andi Nur Aminah Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Anindita S. Thayf Anitya Wahdini Anton Bae Anton Kurnia Anung Wendyartaka Anwar Nuris Anwari WMK Aprinus Salam APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia Ardus M Sawega Arie MP Tamba Arief Budiman Ariel Heryanto Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Arifi Saiman Aris Kurniawan Arman A.Z. Arsyad Indradi Arti Bumi Intaran Ary Wibowo AS Sumbawi Asarpin Asbari N. Krisna Asep Salahudin Asep Sambodja Asti Musman Atep Kurnia Atih Ardiansyah Aulia A Muhammad Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar B. Nawangga Putra Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bakdi Sumanto Balada Bale Aksara Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bedah Buku Beni Setia Benni Indo Benny Arnas Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Duka Berita Utama Bernando J Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman S. Hartoyo Buku Kritik Sastra Bung Tomo Burhanuddin Bella Butet Kartaredjasa Cahyo Junaedy Cak Kandar Caroline Damanik Catatan Cecep Syamsul Hari Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Saifullah Cornelius Helmy Herlambang D. Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Sunendar Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Dante Alighieri David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Pramono Delvi Yandra Deni Andriana Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dewey Setiawan Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hartati Diana A.V. Sasa Dianing Widya Yudhistira Dina Jerphanion Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Donny Syofyan Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwicipta Dwijo Maksum E. M. Cioran E. Syahputra Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Hendrawan Sofyan Eko Triono Elisa Dwi Wardani Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Emha Ainun Nadjib Endro Yuwanto Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Esai Evi Idawati F Dewi Ria Utari F. Dewi Ria Utari Fadlillah Malin Sutan Kayo Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faruk HT Fatah Yasin Noor Fatkhul Anas Fazabinal Alim Fazar Muhardi Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Frans Ekodhanto Fransiskus X. Taolin Franz Kafka Fuad Nawawi Gabriel García Márquez Gde Artawa Geger Riyanto Gendhotwukir Gerakan Surah Buku (GSB) Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gufran A. Ibrahim Gunoto Saparie Gusty Fahik H. Rosihan Anwar H.B. Jassin Hadi Napster Halim HD Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Haris del Hakim Hary B Kori’un Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hasyuda Abadi Hawe Setiawan Helvy Tiana Rosa Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Herdiyan Heri KLM Heri Latief Heri Ruslan Herman Hasyim Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Emka Hikmat Gumelar Holy Adib Hudan Hidayat Humam S Chudori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Tito Sianipar Ian Ahong Guruh IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IDG Windhu Sancaya Iffah Nur Arifah Ignas Kleden Ignasius S. Roy Tei Seran Ignatius Haryanto Ignatius Liliek Ika Karlina Idris Ilham Khoiri Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah S. Pratidina Indiar Manggara Indra Tranggono Indrian Koto Insaf Albert Tarigan Ipik Tanoyo Irine Rakhmawati Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Norman Istiqomatul Hayati Iswara N Raditya Iverdixon Tinungki Iwan Gunadi Iwan Nurdaya Djafar Jadid Al Farisy Jakob Sumardjo Jamal D. Rahman Jamrin Abubakar Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jaya Suprana Jean-Paul Sartre JJ. Kusni Joanito De Saojoao Jodhi Yudono John Js Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Ki Panji Kusmin Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Komarudin Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Lenah Susianty Leon Trotsky Linda Christanty Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayani Luhung Sapto Nugroho Lukman Santoso Az Luky Setyarini Lusiana Indriasari Lutfi Mardiansyah M Syakir M. Faizi M. Fauzi Sukri M. Mustafied M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki Made Wianta Mahmoud Darwish Mahmud Jauhari Ali Majalah Budaya Jejak Makmur Dimila Malkan Junaidi Maman S Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Mariana Amiruddin Martin Aleida Marwanto Mas Ruscitadewi Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Media Dunia Sastra Media: Crayon on Paper Mega Vristian Melani Budianta Mezra E Pellondou MG. Sungatno Micky Hidayat Mikael Johani Mikhael Dua Misbahus Surur Moch Arif Makruf Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohamed Nasser Mohamed Mohammad Takdir Ilahi Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Amin Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyidin Mujtahid Munawir Aziz Musa Asy’arie Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N. Mursidi Nafi’ah Al-Ma’rab Naqib Najah Narudin Pituin Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Neni Ridarineni Nezar Patria Ni Made Purnamasari Ni Putu Rastiti Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noval Jubbek Novelet Nunung Nurdiah Nur Utami Sari’at Kurniati Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Obrolan Odhy`s Okta Adetya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Orhan Pamuk Otto Sukatno CR Pablo Neruda Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Pertemuan Mahasiswa Puji Santosa Pustaka Bergerak PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Setia Putu Wijaya R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rahmah Maulidia Rahmi Hattani Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rambuana Ramzah Dambul Raudal Tanjung Banua Redhitya Wempi Ansori Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Revolusi Ria Febrina Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Richard Strauss Rida K Liamsi Riduan Situmorang Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Rina Mahfuzah Nst Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Roland Barthes Romi Zarman Romo Jansen Boediantono Rosidi Ruslani S Prana Dharmasta S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Müller Sabrank Suparno Safitri Ningrum Saiful Amin Ghofur Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Madany Syani Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sem Purba Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siti Mugi Rahayu Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Soeprijadi Tomodihardjo Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Sri Rominah Sri Wintala Achmad St. Sularto STKIP PGRI Ponorogo Subagio Sastrowardoyo Sudarmoko Sudaryono Sudirman Sugeng Satya Dharma Suhadi Sujiwo Tedjo Sukar Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susilowati Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Buyil Syaifuddin Gani Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theresia Purbandini Tia Setiadi Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Urwatul Wustqo Usman Arrumy Usman Awang UU Hamidy Vinc. Kristianto Batuadji Vladimir I. Braginsky W.S. Rendra Wahib Muthalib Wahyu Utomo Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weni Suryandari Wiko Antoni Wina Karnie Winarta Adisubrata Wiwik Widayaningtias Yanto le Honzo Yanuar Widodo Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yudhis M. Burhanudin Yukio Mishima Yulhasni Yuli Yulia Permata Sari Yurnaldi Yusmar Yusuf Yusri Fajar Yuswinardi Yuval Noah Harari Zaki Zubaidi Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zen Rachmat Sugito Zuriati