Ika Karlina Idris
http://jurnalnasional.com/25 Juli 2007
NAMA Prof Koh Young-Hun mungkin masih asing di telinga kita. Maklum saja, ia pakar Bahasa Indonesia dari Korea. Sedangkan Bahasa Korea hingga saat ini belum popular di Indonesia. Kunjungannya di Indonesia kali ini dalam rangka Seminar Internasional Sutardji Calzoum Bachri.
Dia menunjukkan, meski berbeda, namun ada kesamaan antara sastra Indonesia dengan Korea. Bahkan, ia pernah memberi tahu mahasiswanya bahwa orang-orang pintar berusia sampai 27 tahun saja. Kenapa? Karena Chairil Anwar dan Lee Sang meninggal pada usia itu. Keduanya adalah penyair handal di negerinya masing-masing pada masanya. Mereka tumbuh di lingkungan yang sama dan bergaul dengan semua lapisan masyarakat.
“Saya ini sudah 50 tahun. Jadi saya tak bisa lagi sepintar mereka,” ujarnya berkelakar.
Apa yang dilakukan Koh saat ini untuk mengenalkan sastra Korea di Indonesia? Berikut petikan wawancara Jurnal Nasional dengannya, Kamis pekan lalu, seusai seminar di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
1. Mengapa tertarik belajar Bahasa Indonesia?
Saya masuk universitas tahun 1977. berarti sudah 30 tahun mempelajari sastra Indonesia. Awalnya saya tertarik karena saya anggap Indonesia itu penuh harapan. Saya kira masa depannya akan terang. Dengan begitu, tentunya Korea akan menjalin kerja sama dan pasti saya akan punya peranan di sana.
2. Sejak kapan Bahasa Indonesia dipelajari di universitas Korea?
Di Universitas Hankuk kajian Indonesia sudah ada sejak 1964. Tahun berikutnya, berganti menjadi Jurusan Kajian Melayu- Indonesia (Department of Malay-Indonesian Studies) Hankuk University of Foreign Studies (HUFS). Ini karena bahasa Melayu dan Indonesia hampir sama.
Sudah ada 2.000 lulusan kami dan ada 80 dosen yang mengajar. Bidangnya macam-macam, mulai dari linguistik, sastra, sampai politik. Tahun ini, pihak kami mengundang dua orang dosen tamu dari kedua kajian, salah satunya adalah Tomi Kristomi dari Universitas Indonesia (UI).
Pada tingkat S1, mahasiswa mempelajari sejarah kesusastraan, sastra, masyarakat Melayu dan sebagainya. Di tingkat S2, mahasiwa mengkaji sastra Indonesia lisan dan modern, penulis yang berpengaruh di Indonesia, dan penulis karya Melayu lisan. Sudah banyak lho orang Korea yang mendapat gelar S2 dan S3.
3. Sebaliknya, Bahasa Korea di Indonesia bagaimana?
Kajian Bahasa Korea baru ada tahun lalu di Fakultas Ilmu Budaya UI. Ada sekitar 45 orang yang diterima, setengah dari mereka menerima beasiswa dari perusahaan Korea yang ada di sini.
Lama beasiswanya bermacam-macam, mulai dari setahun sampai empat tahun. Saya pribadi kasih beasiwa ke satu orang, lamanya empat tahun. Minat belajar memang sudah ada. Hanya saja, staf pengajarnya belum cukup. Saat ini ada beberapa yang belajar di Korea, mungkin 3-4 tahun lagi baru jurusan ini bisa mandiri.
3. Berarti Indonesia tak punya ahli Bahasa Korea?
Bisa dibilang begitu. Padahal, merekalah yang dapat membantu kalau kedua negara mau memperluas kerja sama. SBY kan berkunjung ke Korea tanggal 24 Juli ini. Beberapa waktu lalu, ada telepon masuk ke saya bertanya tentang penerjemah.
Kalau ada presiden ketemu presiden, harus ada dua interpreter. Dari Korea ada banyak, tapi orang Indonesia yang interpretasi untuk presiden tampaknya tak ada. Lulusan UI saja belum ada. Jadi, mungkin harus gunakan Bahasa Inggris.
Jadi, pada dasarnya harus ada dua interpreter, dari Indonesia dan Korea. Coba pikirkan kalau hanya orang Korea saja yang menerjemahkan? Bisa-bisa memiringkan makna atau jadi tidak seimbang. Kalau ada makna yang dibelokkan bisa bahaya karena akan memengaruhi kebijakan masing-masing negara.
4. Selain sastra, apa ada persamaan lain antara Korea dan Indonesia?
Menarik sekali membicarakan ini. Tentu saja ada saya kira. Pram (Pramoedya Ananta Toer) pernah menggunakan istilah Koreanisasi pada sebuah makalahnya yang berjudul Indonesia. Pada tahun 1945, saat Jepang menduduki Indonesia, sebenarnya mereka sudah menjajah Korea lebih dulu. Karena itu Pram menganggap pihak Jepang membawa cara menjajahnya ke Indonesia.
Jadi cara efektif untuk menjajah Indonesia itu sudah ada, misalnya saja kerja paksa. Latar belakang budaya kita banyak persamaannya. Di Indonesia ada budaya priyayi, di Korea juga ada. Nilai-nilai dan latar belakang budaya tidak begitu berbeda.
5. Anda mengutip Pramoedya, suka tulisannya?
Ya. Bisa dibilang dia penulis kesukaan saya. Sampai-sampai S3 saya mengambil kajian tentang karya Pram.
Sebenarnya waktu itu saya mau ambil kuliah di Indonesia. Tapi, waktu itu tak ada dosen UI yang mau jadi pembimbing saya. Buku Pram kan dilarang beredar semasa Orde Baru, jadi dosen takut ditangkap. Akhirnya saya ambil gelar doktor di Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia. Selesai tahun 1993. Disertasi saya tersebut dibukukan dengan judul Pemikiran Pramoedya Ananta Toer dalam Novel-novel Mutakhirnya (1996).
6. Apakah saat ini ada proyek di Indonesia?
Bersama dengan Korea Translation Institute, kami ditugaskan Pemerintah untuk menerjemahkan 12 cerpen Korea ke lima bahasa asing, yaitu Thailand, China, Inggris, Vietnam, dan Indonesia. Cerpen ini mewakili setiap zaman, dari tahun 1950-an sampai 1990-an. Sastra itu kan mencerminkan kondisi masyarakat. Kalau sudah baca 12 cerpen itu, kemungkinanan kita sudah bisa kenal masyarakat Korea pada setiap zaman.
7. Seperti apa bentuk kerja sama antara kedua negara?
Pemerintah kita sudah beberapa kali saling mengunjungi untuk mempererat hubungan. Belakangan, jumlah perdagangan antara kedua Negara mencapai sekitar U$15 miliar, dan penanaman modal Korea di Indonesia sampai sekarang berjumlah U$11 miliar dalam 1.000 proyek.
Kenyataan ini bisa dimaknai bahwa Indonesia adalah negara ke-3 terbesar dalam jumlah penanaman modal Korea di luar negeri. Segala perkembangan kerja-sama dan gejala-gejala di Korea saat ini memperlihatkan bahwa rakyat kami semakin berminat pada Indonesia dalam berbagai bidang.
8. Mereka tertarik juga belajar Bahasa Indonesia?
Tantu saja. Lulusan kami yang 2.000 orang itu selama ini berperan penting. Merekalah yang menjadi peredam masalah yang timbul antara karyawan Korea dengan karyawan Indonesia di tempat kerja. Masalah itu bisa karena beda latar belakang sosial-budaya, nilai filsafat kehidupan dan etos kerja.
Mereka yang pernah belajar Bahasa Indonesia di kampus, tentu lebih kenal Indonesia daripada mereka yang tidak. Mereka berusaha mempunyai pandangan yang berpegang teguh pada nilai-nilai yang dihargai Indonesia melalui pendidikan.
9. Seberapa penting sebenarnya belajar sastra dan budaya kedua negara ini?
Penting sekali. Kalau orang Korea mau kerja sama dengan Indonesia, hanya bawa modal dan teknologi saja tak cukup. Mereka akan gagal karena tak tahu budaya dan latar belakang Indonesia. Saya yakin budaya menopang bidang-bidang yang lain. Kalau tahu budaya, kita tahu juga yang lain.
**
Biodata
Nama: Prof Koh Young-Hun
Tempat/Tanggal Lahir: 27 September 1958
Anak:
Koh Byoung-seo
Koh Soo-min
Pendidikan
- Sarjana Jurusan Kajian Melayu-Indonesia HUFS (1981)
- Magister Kesusastraan HUFS (1983), mengkaji novel Perburuan karangan Pramoedya
- S2 di Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia (1986)
- Doktor di Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia (1993)
Pekerjaan
- Ketua Jurusan Kajian Melayu- Indonesia (Department of Malay-Indonesian Studies) Hankuk University of Foreign Studies (HUFS)
- Pusat Kebudayaan Indonesia
- Wakil Ketua Korea Association of Malay and Indonesia Studies
- Wakil Ketua Global Association of Indology and Asia Studies
Dijumput dari: http://dindunz.wordpress.com/2008/08/09/ternyata-aku-tidak-bertepuk-sebelah-tangan/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Azis Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.S. Laksana
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Malik
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adi Prasetyo
Afnan Malay
Afrizal Malna
Afthonul Afif
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Suyudi
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amalia Sulfana
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Aminullah HA Noor
Andari Karina Anom
Andi Nur Aminah
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Anindita S. Thayf
Anitya Wahdini
Anton Bae
Anton Kurnia
Anung Wendyartaka
Anwar Nuris
Anwari WMK
Aprinus Salam
APSAS (Apresiasi Sastra) Indonesia
Ardus M Sawega
Arie MP Tamba
Arief Budiman
Ariel Heryanto
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Arifi Saiman
Aris Kurniawan
Arman A.Z.
Arsyad Indradi
Arti Bumi Intaran
Ary Wibowo
AS Sumbawi
Asarpin
Asbari N. Krisna
Asep Salahudin
Asep Sambodja
Asti Musman
Atep Kurnia
Atih Ardiansyah
Aulia A Muhammad
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
B. Nawangga Putra
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bakdi Sumanto
Balada
Bale Aksara
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bedah Buku
Beni Setia
Benni Indo
Benny Arnas
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman S. Hartoyo
Buku Kritik Sastra
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Butet Kartaredjasa
Cahyo Junaedy
Cak Kandar
Caroline Damanik
Catatan
Cecep Syamsul Hari
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Saifullah
Cornelius Helmy Herlambang
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Sunendar
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Dante Alighieri
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Pramono
Delvi Yandra
Deni Andriana
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dewey Setiawan
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hartati
Diana A.V. Sasa
Dianing Widya Yudhistira
Dina Jerphanion
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Donny Syofyan
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Dwijo Maksum
E. M. Cioran
E. Syahputra
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Triono
Elisa Dwi Wardani
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Emha Ainun Nadjib
Endro Yuwanto
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Esai
Evi Idawati
F Dewi Ria Utari
F. Dewi Ria Utari
Fadlillah Malin Sutan Kayo
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faruk HT
Fatah Yasin Noor
Fatkhul Anas
Fazabinal Alim
Fazar Muhardi
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Frans Ekodhanto
Fransiskus X. Taolin
Franz Kafka
Fuad Nawawi
Gabriel García Márquez
Gde Artawa
Geger Riyanto
Gendhotwukir
Gerakan Surah Buku (GSB)
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gufran A. Ibrahim
Gunoto Saparie
Gusty Fahik
H. Rosihan Anwar
H.B. Jassin
Hadi Napster
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Haris del Hakim
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hasyuda Abadi
Hawe Setiawan
Helvy Tiana Rosa
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Herdiyan
Heri KLM
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman Hasyim
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Emka
Hikmat Gumelar
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S Chudori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Tito Sianipar
Ian Ahong Guruh
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IDG Windhu Sancaya
Iffah Nur Arifah
Ignas Kleden
Ignasius S. Roy Tei Seran
Ignatius Haryanto
Ignatius Liliek
Ika Karlina Idris
Ilham Khoiri
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah S. Pratidina
Indiar Manggara
Indra Tranggono
Indrian Koto
Insaf Albert Tarigan
Ipik Tanoyo
Irine Rakhmawati
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Norman
Istiqomatul Hayati
Iswara N Raditya
Iverdixon Tinungki
Iwan Gunadi
Iwan Nurdaya Djafar
Jadid Al Farisy
Jakob Sumardjo
Jamal D. Rahman
Jamrin Abubakar
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jaya Suprana
Jean-Paul Sartre
JJ. Kusni
Joanito De Saojoao
Jodhi Yudono
John Js
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Ki Panji Kusmin
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Komarudin
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Lenah Susianty
Leon Trotsky
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayani
Luhung Sapto Nugroho
Lukman Santoso Az
Luky Setyarini
Lusiana Indriasari
Lutfi Mardiansyah
M Syakir
M. Faizi
M. Fauzi Sukri
M. Mustafied
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
Made Wianta
Mahmoud Darwish
Mahmud Jauhari Ali
Majalah Budaya Jejak
Makmur Dimila
Malkan Junaidi
Maman S Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Mariana Amiruddin
Martin Aleida
Marwanto
Mas Ruscitadewi
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Media Dunia Sastra
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
Melani Budianta
Mezra E Pellondou
MG. Sungatno
Micky Hidayat
Mikael Johani
Mikhael Dua
Misbahus Surur
Moch Arif Makruf
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohamed Nasser Mohamed
Mohammad Takdir Ilahi
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Amin
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyidin
Mujtahid
Munawir Aziz
Musa Asy’arie
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N. Mursidi
Nafi’ah Al-Ma’rab
Naqib Najah
Narudin Pituin
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Neni Ridarineni
Nezar Patria
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Rastiti
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noval Jubbek
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Utami Sari’at Kurniati
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Obrolan
Odhy`s
Okta Adetya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Orhan Pamuk
Otto Sukatno CR
Pablo Neruda
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Pertemuan Mahasiswa
Puji Santosa
Pustaka Bergerak
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rahmah Maulidia
Rahmi Hattani
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rambuana
Ramzah Dambul
Raudal Tanjung Banua
Redhitya Wempi Ansori
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Revolusi
Ria Febrina
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Richard Strauss
Rida K Liamsi
Riduan Situmorang
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Rina Mahfuzah Nst
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Roland Barthes
Romi Zarman
Romo Jansen Boediantono
Rosidi
Ruslani
S Prana Dharmasta
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Safitri Ningrum
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Madany Syani
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sem Purba
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siti Mugi Rahayu
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Soeprijadi Tomodihardjo
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Sri Rominah
Sri Wintala Achmad
St. Sularto
STKIP PGRI Ponorogo
Subagio Sastrowardoyo
Sudarmoko
Sudaryono
Sudirman
Sugeng Satya Dharma
Suhadi
Sujiwo Tedjo
Sukar
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susilowati
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Buyil
Syaifuddin Gani
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Urwatul Wustqo
Usman Arrumy
Usman Awang
UU Hamidy
Vinc. Kristianto Batuadji
Vladimir I. Braginsky
W.S. Rendra
Wahib Muthalib
Wahyu Utomo
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weni Suryandari
Wiko Antoni
Wina Karnie
Winarta Adisubrata
Wiwik Widayaningtias
Yanto le Honzo
Yanuar Widodo
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yudhis M. Burhanudin
Yukio Mishima
Yulhasni
Yuli
Yulia Permata Sari
Yurnaldi
Yusmar Yusuf
Yusri Fajar
Yuswinardi
Yuval Noah Harari
Zaki Zubaidi
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zen Rachmat Sugito
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar